Ikut Diksar Mapala, Mahasiswa STEI Tazkia Tewas
BOGOR-Kegiatan pendidikan dasar (Diksar) mahasiswa pencinta alam kembali menelan korban. Muhammad Iqbal Assidiki (20), mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia Bogor, kemarin meregang nyawa usai kemping di Kawasan Hitam Gunung Gede Pangrango, Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Kakak kandung korban, Nita (32), histeris melihat tubuh adiknya terbujur kaku di ruang jenazah RSUD Ciawi, Senin (18/9) siang. Perempuan berhijab itu tak henti berteriak sembari memanggil-manggil nama sang adik. Sementara kerabat korban tampak bertanya kepada rekan-rekan almarhum. \"Saya juga anak Mapala. Jujur! Kalian apakan? Ada kekerasan kepada adik saya sampai tulang rusuknya bengkak?,\" tanya pria yang diketahui bernama Irvan itu kepada sejumlah rekan korban. \"Demi Allah tidak pak. Kami tidak ada kekerasan, Jujur,\" jawab mahasiwa satu per satu. Kepada Radar Bogor, kakak korban, Nita mengaku sempat mendapat firasat sebelum kabar kepergian adiknya itu. \"Sudah dari pagi saya punya firasat nggak enak. Biasanya hari ini kerja tapi enggak masuk, yang biasa anter juga ada di rumah,\" ujarnya di depan pintu kamar jenazah RSUD Ciawi. Perempuan berhijab ini juga mengatakan, sedari pagi seluruh anggota keluarga tak ada yang beraktivitas. Termasuk ayah kandungnya yang sedang berada di rumah. \"Tadi ayah dan lainnya semua pada di rumah,\" tuturnya terisak. Nita juga mengungkapkan bahwa adiknya pergi sejak Senin (11/9) lalu, dan rencana pulang lusa, Rabu (20/9). “Ya Allah De, kemarin dianter ke sini sekarang dijemput, kamu sudah begini,” ucapnya lirih. Rezki adalah anak terakhir dari empat bersaudara. Sebelum keberangkatan, Nita sempat membelikan seluruh perlengkapan pencinta alam. Mulai dari tas sampai keperluan lainnya.Tak berapa lama, pihak STEI Tazkia di lokasi untuk mengetahui kondisi almarhum. Assidiki di mata kampus adalah sosok mahasiswa yang religius. Selain rajin mengaji, juga pandai dalam akademik. Kepala Kemahasiswaan dan Alumni STEI Tazkia, Fakhrudin, mengatakan bahwa dari keterangan rekan korban, acara para mahasiswanya itu dalam rangka pengenalan dasar alam. Kegiatan itu hanya diikuti enam peserta termasuk Assidiki. “Panitia ada 14 mahasiswa. Lokasi di Baru Bolang, Gunung Pangrango. Kegiatan itu sejak tanggal 11-20 September. Ya materinya navigasi darat sampai survival dan sebagainya,” ujarnya kepada Radar Bogor. Menurut Fakhrudin, sebelum ikut pelatihan, korban tidak menyampaikan memiliki riwayat mengidap penyakit mag akut. Sebelum meninggal, Assidiki sempat mengikuti rangkaian susur sungai. Malam harinya kedinginan dan langsung menuju tenda. “Kedinginan lalu ganti baju. Saat hendak kumpul lagi sarapan pagi harinya (kemarin pagi, red) di tenda sudah meninggal,” jelasnya. Meski begitu, Fahkhrudin tak mau gegabah menduga penyebab kematian korban. Tapi ia menjamin tidak ada kekerasan dalam acara pelantikan tersebut. Menurutnya juga, berdasarkan hasil medis sementara, kemungkinan almarhum mengalami hipotermia. “Kondisi udara dingin dan memiliki mag sampai ke Jantung. Hal itupun diakui oleh kakak almarhum,” ujarnya. Almarhum yang biasa dipanggil Rezki merupakan mahasiswa jurusan Bisnis Managemen Islam. Saat ini ia duduk di semester tiga tingkat dua. Fakhrudin mengakui bahwa kampus lalai mengawasi kegiatan mahasiswa. STEI Tazkia sendiri terbilang sangat ketat dalam pengawasan mahasiswa. Terutama kegiatan di luar kampus. “Kegiatan ini belum mendapat restu dari kampus. Para mahasiswa baru melayangkan surat setelah acara berlangsung. Ini jelas menyalahi prosedur. Itu jadi catatan bagi kami,” ujarnya. Atas kejadian ini, seluruh civitas akademika menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya. “Assidiki adalah sosok mahasiswa pandai dan dikenal religius. Semoga keluarga yang ditinggalkan bisa diberi kesabaran. Dan almahum mendapat tempat yang paling baik,” tutupnya. Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Megamendung, AKP Yogi Nugraha mengatakan bahwa petugas sampai sampai sore kemarin sudah melakukan olah TKP. Selain mengumpulkan data di lapangan, petugas mencari tahu penyebab kematian mahasiswa tersebut. “Untuk kronologisnya mohon bersabar,” ujarnya. Kapolsek Megamendung, AKP Auliya Rifqie A. Djabar, menambahkan, korban diduga meninggal karena sakit. Informasi yang dihimpun Radar Bogor, Minggu (17/09) sekitar pukul 14.00 WIB, korban merasa keram perut. Kemudian panitia melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tetapi korban tetap mengikuti kegiatan. Kemudian, Senin (18/9) sekitar pukul 4.30 WIB, korban masih berkomunikasi dengan panitia bernama Dea (21). Kemudian Dea menyuruh korban istirahat sekitar pukul 06.30 WIB. Saat diperiksa lagi, korban sudah pingsan dalam kondisi kedinginan. Melihat korban pingsan, pihak panitia membawanya ke puskesmas terdekat dan sesampainya di UPTD Sukamanah korban sudah tidak tertolong. Kepala Desa Bojongkulur, Firman Riansyah turut prihatin atas meninggalnya korban. Saat menunggu kedatangan jenazah korban, ia menyayangkan jika peristiwa ini musabab kekerasan oleh senior. “Saya sangat prihatin bila ada pendidikan anarkis di level elite pemuda itu,\" ucapnya. Sementara itu, Camat Gunungputri, Juanda Dimansyah mengaku heran dengan masih adanya perpeloncoan hingga merenggut nyawa. Camat menilai, aksi kekerasan apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. \"Saya rasa budaya itu harus dihapusnya,\" ucapnya.(don/azi/d)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: