FPI Masih Belum Puas
Nuzul: Istilah PL Tak Perlu diganti Karyawati KUNINGAN – Munculnya penolakan dari ormas Islam terhadap raperda pariwisata yang di dalamnya membahas tentang karaoke, membuat pansus yang menangani hal itu ambil langkah sigap. Kemarin (22/11), pansus raperda ini mengundang beberapa ormas Islam yang menolak, salah satunya FPI (Fornt Pembela Islam) Kuningan. “Tadi (kemarin, red) kita sudah mengundang ormas yang menolak, seperti FPI. Kita hearing dalam rangka menyamakan persepsi kaitan dengan raperda tersebut,” ujar Ketua Pansus I, Nuzul Rachdy SE yang masih memiliki PR dalam pengesahan raperda. Hadir langsung Ketua FPI Kuningan, Edin Kholidin. Ia didampingi sekretarisnya, Eman Sulaeman serta sejumlah pengurus dan beberapa anggota FPI lainnya. Diskusi antara mereka berlangsung cukup alot hingga menghasilkan kekurangpuasan dari pihak FPI. Ini diakui oleh Zul ketika dikonfirmasi. “Sepertinya mereka masih tidak puas. Tapi kita tetap akan melanjutkan raperda ini. Wajar jika ada beberapa pihak yang merasa tidak setuju,” kata politisi asal PDIP tersebut. Namun demikian pihaknya belum bisa memastikan kapan pengesahan raperda itu. Nampaknya harus menunggu sampai keadaan kondusif agar tidak ada ekses maupun penolakan ke depannya. Yang jelas sebagai lembaga legislatif pihaknya harus tetap kooperatif terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Sedikit meluruskan, Zul menepis anggapan FPI yang menilai terbitnya perda pariwisata bakal mengundang kemaksiatan. Persepsi seperti itu menurutnya tidak benar. Justru dengan adanya regulasi, berbagai bentuk pelanggaran bisa terpantau. “Dengan adanya perda pariwisata nanti kita bisa meninjau jika ada yang melanggar aturan. Kalau selama ini kan aturannya belum jelas, jadi kita dalam menegakkan aturannya juga setengah-setengah. Maka itu jangan berprasangka buruk dulu dengan adanya raperda ini,” tandas Zul. Malah sebaliknya, jika raperda pariwisata sudah disahkan bisa mengubah citra dari tempat karaoke yang sudah ada. Sebab, aturan teknis dan prosedur berjalannya sebuah karaoke, yang awalnya memiliki citra tempat remang-remang, kotor, dan diduga terjadi transaksi sex bebas, bakal berubah. “Setelah raperda disahkan, nanti juga akan ada peraturan bupati yang membahas terkait teknis dan prosedur tempat karaoke secara detail. Seperti tata lampu, kebersihan ruangan, jam buka dan jam tutup, serta aturan-aturan lainnya yang menyangkut SOP (Standar Operasional prosedur, red),” kata dia. Ditanya soal penggantian istilah PL oleh karyawati, Zul merasa keberatan. Justru menurutnya, istilah PL tersebut sudah halus. Apabila diubah menjadi karyawati, maka terkesan pegawai tetap yang berkonsekuensi mendapatkan gaji tetap. “Emangnya mau pengusaha karaokenya?,” tanya Zul. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: