Naskah Wangsakerta, Bukti Cirebon Pusar Bumi

Naskah Wangsakerta, Bukti Cirebon Pusar Bumi

CIREBON merupakan pusat skriptorium terbesar dunia abad 17. Karena pada zaman Pangeran Wangsakerta itu berlangsung pencatatan ribuan naskah.

Hal itu disampaikan Raffan S Hasyim, filolog Cirebon dalam diskusi publik: Pergumulan Sejarah dan Sastra, yang digelar di Gedung Kesenian Nyimas Rarasantang, Kota Cirebon, Senin (16/10). Diskusi publik sendiri diselenggarakan DKCiko, Sentra dan Rumah Kertas bekerja sama dengan Disporbudpar Kota Cirebon.

Raffan menyebutkan, Prof Ayat Rohaedi pernah mengalkulasikan bahwa jumlah naskah Wangsakerta jika dikumpulkan terdapat sekitar 12.000 naskah. \"Karena itu pula, Cirebon menjadi pusar bumi (pusat dunia),\" kata Raffan.

Keberadaan naskah Wangsakerta hari ini memang tidak semua terlacak. Karena naskah Wangsakerta lebih banyak berserak. Hanya sedikit saja yang ditemukan, beberapa di antaranya manuskrip carita Purwaka Caruban Nagari, serat Caruban Kanda, Babad Peteng.

\"Naskah-naskah kuna atau manuskrip Cirebon mulai digali tahun 60-an oleh Atja. Salah satu naskah Wangsakerta yaitu manuskrip Purwaka Cruban Nagari ditemukan di Indramayu tahun 1972 oleh Atja,\" sebut Raffan.

Terkait pergumulan sejarah dan sastra pada naskah-naskah manuskrip Cirebon, Raffan mengutip Prof Taufik Abdullah, peneliti Lembaga Ilmu Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bahwa manuskrip mengandung tiga unsur. Pertama, unsur sastra. Baik sekar atau puisi maupun prosa.

\"Dalam manuskrip yang mengandung sastra yang jelas seperti dalam bentuk puisi megatruh, dangdang gula, dan lainnya\" ucapnya.

Kedua, mengandung unsur mitologi. Karena kecerdasan bangsa saat itu yang berkembang adalah kesadaran spiritual. \"Sebuah karya menunjukkan anak zamannya. Misal cerita walisongo, hampir diwarnai simbol-simbol spiritual magis,\" ujar Raffan.

Ketiga, unsur fakta sejarah. Dalam konteks sejarah, identifikasi sebuah naskah dibutuhkan imu-ilmu pendukung. Misalnya arkeologi, sumber berita asing dan lainnya.

Sementara Dadang Kusnandar, pembicara lainnya dalam diskusi sore itu, mengatakan, pergumulan sejarah dan sastra pernah berlangsung di Cirebon. Cirebon dengan kekayaan manuskripnya mendukung para pegiat-pegiat sastra untuk mengeksplorasi.

\"Saya ingin sekali, adanya periodisasi sastra. Jika karya-karya sastra banyak muncul ditulis secara periodik, maka di situ muncul lokal genius. Hannya bagaimana kita buat seindah mungkin. Sehingga terdapat jejak sejarah di karya sastra itu,\" tutur Dadang.

Di tengah perbincangan diskusi, banyak tanggapan dan pertanyaan menggelitik dari para peserta. Jalannya diskusi diramaikan pembacaan puisi dan musikalisasi puisi sejumlah penyair dan pelajar serta mahasiswa yang turut mengapresiasi. (hsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: