KPK Harus Gerak Cepat, Tutup Peluang Praperadilan Setnov
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti gerak cepat membawa Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) ke meja hijau. Langkah tersebut guna menutup peluang Ketua Umum DPP Partai Golkar itu mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyatakan, pengalaman pernah kalah praperadilan dari Setnov pada 29 September lalu menjadi pelajaran penting bagi KPK. Hal itu bisa saja kembali terulang bila komisi antirasuah tidak segera membawa Setnov ke pengadilan. ”Kalau terlalu lama diproses akhirnya (Setnov) punya waktu melakukan praperadilan,” ujarnya, kemarin (11/11). Sebagaimana diberitakan, tensi antara KPK dan kubu Setnov kian memanas. Itu setelah lembaga superbodi tersebut menetapkan Setnov sebagai tersangka untuk kedua kalinya. Kubu Setnov pun tidak tinggal diam. Mereka melaporkan KPK dengan tuduhan melawan putusan pengadilan (pasal 414 KUHP) dan dugaan menyalahgunakan kekuasaan (421 KUHP). Kasus itu dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Jumat (10/11) malam atau setelah KPK secara resmi mengumumkan Setnov sebagai tersangka e-KTP. Bukan hanya pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang yang dilaporkan Achmad Rudyansyah (pengacara Setnov) itu. Tapi juga Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman dan ketua satuan tugas (kasatgas) kasus e-KTP Ambarita Damanik. Melihat kondisi tersebut, Ray meminta KPK tidak berlama-lama mengusut kasus Setnov. Selain bisa memberi ruang bagi orang nomor satu di parlemen itu untuk melakukan manuver, gerak cepat itu juga menunjukan bahwa alat bukti keterlibatan Setnov dalam kasus e-KTP yang dimiliki KPK sangat kuat. ”Jangan dilama-lamakan,” imbuh dia. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman menyatakan, arahan partai tetap memisahkan posisi Setnov sebagai ketua umum dan tersangka kasus e-KTP. Atas dasar itu, Setnov membentuk tim hukum sendiri guna menghadapi proses hukum di KPK. ”Beliau membentuk tim hukum sendiri di luar Partai Golkar,” terangnya di Jakarta, kemarin. Dia menerangkan, dalam waktu dekat bakal ada rapat internal menindaklanjuti dinamika kasus tersebut. Mengacu penetapan tersangka 17 Juli lalu, Maman menyebut partainya menyerahkan fungsi operasional ketua umum kepada ketua harian dan sekretaris jenderal (sekjen). ”Namun untuk ke depannya kami belum tahu, kami akan lihat dua hari ini,” ungkapnya. Dia juga memastikan Setnov sebagai warga negara Indonesia (WNI) yang baik bakal menaati proses hukum di KPK. Khususnya ketika nanti KPK memanggil Setnov sebagai tersangka dan kemungkinan dilakukan penahanan. ”Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama proses hukum itu sesuai dengan hukum acara,” paparnya. Upaya mencegah kegaduhan hukum terkait penersangkaan Setnov terus disuarakan. Setelah Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla juga meyakini penegak hukum bertindak profesional dengan mengacu kepada bukti dan fakta. Baik dalam hal penersangkaan Setnov maupun kasus dugaan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan pimpinan KPK. Khusus tentang surat pemberitahaun dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap pimpinan KPK, JK sepakat dengan Jokowi. Dia mengingatkan agar penegak hukum tidak gegabah. ”Presiden sudah memberikan arahan, kapolri juga sudah memberikan arahan. Kalau memang ada buktinya silakan,” tuturnya di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur kemarin. JK yakin para penyidik kepolisian akan memperhatikan arahan tersebut dan bertindak lebih hati-hati. ”Presiden kan tertinggi (posisinya), pasti dijalankan,” lanjutnya. Jangan sampai penyidik bertindak tanpa dasar yang jelas, sehingga menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Sementara itu, ketika disinggung mengenai kembalinya Setnov menjadi tersangka, JK enggan menanggapi lebih lanjut. ”Itu urusan KPK lah,” ucapnya seraya tertawa. Menurut JK, memberantas korupsi merupakan tugas KPK. Kalau memang kemudian ada buktinya, tentu KPK akan bertindak lebih jauh. (tyo/byu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: