Kerap Mengamuk, Jani Terpaksa Dipasung di Gubuk Reot

Kerap Mengamuk, Jani Terpaksa Dipasung di Gubuk Reot

KUNINGAN-Jani (37) warga Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi, sudah 17 tahun menderita gangguan jiwa dan kerap mengamuk. Tak ingin perilaku kasar Jani melukai orang lain, memaksa orang tuanya memasang rantai pada kaki dan tangannya sejak empat tahun terakhir ini. Putra sulung pasangan Suhada (70) dan Tarsih (62) ini, kini harus tinggal sendiri di gubuk reot peninggalan neneknya dengan kaki dan tangan terikat rantai sepanjang 1 meter. Setiap hari Ibunda Jani, Tarsih, dengan setia dan penuh kasih sayang memberi makan dua kali saat pagi dan sore, serta sesekali memberinya cemilan bakso atau mi rebus. Tarsih menceritakan awal mula penyakit kelainan jiwa yang dialami anak sulungnya tersebut saat Jani berusia 20 tahun. Jani yang hanya lulusan SD dan sempat menjadi tulang punggung keluarga sebagai pedagang warung kopi di daerah Plered, Kabupaten Cirebon, tersebut mendadak berubah perilaku setelah banyak menjadi rebutan kaum wanita di sana. \"Ijan (panggilan sayang Jani) saat masih muda terkenal tampan dan sempat cerita banyak disukai perempuan saat bekerja jualan kopi di Cirebon, hingga lima orang sekaligus. Mungkin karena dia minder sebagai penjual kopi, atau juga ada salah satunya main guna-guna menyebabkan Ijan berubah perilaku menjadi kasar dan suka merusak,\" kata Tarsih. Tarsih mengaku pernah menjadi korban perilaku kasar anak sulungnya tersebut. Dia pernah disiram air panas hingga melepuh dari kepala hingga punggung, dan beberapa kali badannya dipukul dengan kayu bakar serta kepala bocor karena dilempar piring. \"Tak hanya itu, saat sedang kumat Ijan suka memukul tembok dan genteng hingga jebol serta membenturkan kepalanya ke tembok. Tak jarang rumah tetangga jadi sasaran amuknya sehingga memaksa kami beberapa kali harus mengganti rugi,\" ujar Tarsih sedih. Perilaku Ijan tersebut semakin menjadi-jadi hingga berlangsung saat dia menginjak usia 33 tahun, dan membuat kedua orang tua serta tiga adik-adiknya tak lagi sanggup menghadapi. Setelah berembuk, pada tahun 2013 akhirnya keluarga pun memutuskan untuk merantai Jani di gubuk sebelah rumah peninggalan sang nenek dengan tujuan agar jangan ada lagi korban perilaku kasar Jani. \"Rumah sampai rusak dan bolong di mana-mana hingga bisa dipakai jalan Ijan keluar-masuk. Oleh adik-adiknya Ijan pun dibuatkan tempat tinggal di gubuk sebelah rumah, dilengkapi kamar mandi agar dia bisa mandi semaunya. Saat pemasangan rantai pun tidak dilakukan oleh keluarga karena tidak tega, tapi minta bantuan pemuda sekitar untuk membujuknya sampai akhirnya berhasil tanpa perlawanan,\" kata Tarsih. Tarsih mengaku sebenarnya tak tega memperlakukan anak sulungnya tersebut seperti ini. Namun karena pertimbangan keamanan dan keselamatan keluarga serta lingkungan, memaksanya melakukan pemasungan tersebut. Kondisi sakit Jani tersebut, lanjut Tarsih, sebenarnya pernah mendapat penanganan dokter Puskesmas setempat yang rutin memberi obat setiap satu bulan sekali. Namun sejak enam bulan terakhir, kiriman obat dari Puskesmas sempat terhenti yang berakibat Ijan beberapa kali kumat dan mengamuk. Tarsih pun berharap ada bantuan dari pemerintah atau donatur yang bisa memberikan bantuan pengobatan secara gratis sehingga Ijan bisa kembali hidup normal dan kumpul bersama di dalam satu rumah. \"Berbagai macam cara pengobatan alternatif sudah kami coba, tapi tidak berhasil. Kami ingin membawa Ijan berobat ke rumah sakit, tapi bagaimana mungkin karena penghasilan kami sangat pas-pasan. Kami sangat berterima kasih kalau ada bantuan dari pemerintah atau donatur untuk kesembuhan Ijan,\" harap Tarsih. Rupanya, nasib Ijan mendapat perhatian dari sekelompok pemuda dari Komunitas Peduli Schizophrenia Indonesia (KPSI) Simpul Kuningan. Mereka tengah mengupayakan pengobatan Ijan ke RS Mitra Plumbon di Cirebon secara gratis dengan memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dimiliki Ijan. \"Kami sudah mendatangi lurah dan puskesmas setempat untuk meminta bantuan menerbitkan surat rekomendasi bahwa Ijan tidak menderita penyakit menular atau lainnya. Alhamdulillah ada respons, mudah-mudahan surat rekomendasi bisa segera keluar dan kami akan membawa Ijan ke RS Mitra Plumbon pada hari Kamis besok (23/11),\" ujar Wakil Ketua KPSI Ariska Nurpahla saat menemui orang tua Ijan. Dikatakan Ariska, keberadaan KPSI adalah untuk memberikan pendampingan terhadap pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) untuk mendapat pengobatan hingga tuntas secara gratis. Terutama bagi ODGJ yang mendapat perlakuan tidak manusiawi seperti dipasung dan dinilai membahayakan lingkungan sekitar. \"Kami menjalankan program pemerintah pusat tentang Indonesia Bebas Pasung. Kami masih melakukan pendataan terhadap pasien ODGJ yang ada di Kabupaten Kuningan dan beberapa sudah kami berikan pendampingan untuk pengobatan, salah satu yang tengah kita garap adalah Ijan ini,\" kata Ariska. (fik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: