Perempuan Wajib Melek Politik
KUNINGAN-Memperingati Harlah Kopri (Korp PMII Putri) ke-50 tahun, dimanfaatkan para kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kuningan untuk berdialog soal isu-isu kekinian. Bahkan dalam dialog yang berlangsung gayeng tersebut, perempuan diharapkan bisa lebih melek politik agar mampu mengawal pesta demokrasi ke depan. Antusias peserta dialog yang mayoritas perempuan itu juga sangat tinggi. Terbukti dengan banyaknya peserta dialog yang mengajukan pertanyaan. Dialog tersebut menghadirkan dua narasumber dari aktivis gender yakni Any Saptarini SH MSi dan Titin Suhartini SPd MM. Sebelum dialog, panitia sempat melakukan potong tumpeng sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran organisasi gender tersebut. Tumpeng itu lantas dibagikan kepada peserta dialog. Kendati hanya beralaskan tikar, namun tidak mengurangi semangat kaum perempuan belajar politik melalui dialog. Ketua Kopri Cabang Kuningan Santina kepada awak media menjelaskan, bahwa perempuan harus mampu mengambil peran di setiap lini. Terlebih dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan berlangsung tahun depan, perempuan harus lebih peka dan melek terhadap politik kekinian. “Kita sebagai perempuan, apalagi kader PMII, tidak boleh buta politik. Kita harus jeli dalam memilih pemimpin, dan diharapkan ikut andil dalam menyukseskan pemilu,” ucap Santina di hadapan peserta dialog. Apalagi saat ini, terang dia, di parlemen sendiri keterwakilan perempuan memiliki kuota mencapai angka 30 persen. Namun yang ada, kuota 30 persen itu belum maksimal tercapai. “Makanya kita sebagai perempuan dan generasi penerus bangsa, harus belajar dan melek politik. Agar nantinya, kaum perempuan bisa terlibat dan berperan aktif dalam mengawal kebijakan untuk membangun daerah,” katanya. Sedangkan Ketua PC PMII Kuningan Diding Zaenudin melalui sekretarisnya Fauzan Azhim menuturkan, momentum Harlah Kopri ini adalah ajang refleksi sekaligus ajang evaluasi sebagai organisasi yang berperan aktif dalam sosial dan kemasyarakatan. Karena itu, kader PMII harus terus melek terhadap kondisi realitas yang begitu kompleks, khususnya dalam keperempuanan. “Maka dari itu, kami dari pengurus cabang dangat apresiasi sekali. Acara syukuran yang dikemas dengan dialog interaktif ini bisa membangkitkan kesadaran dan memupuk pengetahuan sebagai civil society,” katanya. Sementara salah seorang narasumber, Titin Suhartini SPd MM yang juga menjabat sebagai Ketua Fatayat NU Kuningan menjelaskan, bahwa perempuan memang telah terlibat dalam organisasi sejak lama. Namun kebanyakan, keterlibatan itu masih pada organisasi dalam bidang sosial seperti pendidikan, kesehatan dan keagamaan. “Kita tahu kalau di dalam organisasi kemahasiswaan, perempuan cukup banyak terlibat, dan ada satu-dua orang telah menempati kedudukan penting sebagai ketua. Namun masih banyak pula mahasiswa dari kaum perempuan, memilih untuk tidak banyak terlibat secara mendalam di organisasi,” pungkasnya. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: