Suara Nahdliyin Jadi Rebutan Pasangan Calon
CIREBON-Suara dari kalangan nahdliyin masih menjadi basis massa yang cukup besar untuk menghimpun dukungan dalam kontestasi Pilbup Cirebon 2018. Apalagi, Kabupaten Cirebon yang memiliki basis nahdliyin yang terbesar di Jawa Barat, sehingga posisinya sangat seksi dalam mendulang suara bagi para calon bupati. Ketua Rabithah Ma\'ahid Islamiyah (RMI) PCNU Kabupaten Cirebon KH Badrudin Hambali menilai, dari calon bupati dan wakil bupati Cirebon yang muncul saat ini, ada figur yang masuk dalam struktur kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU), dari sekian banyak calon. \"Tapi itu semua kalau dia menjual nama NU, saya pastikan itu bukan atas nama NU. Karena NU sudah tidak akan dukung-mendukung terhadap salah satu calon. Apalagi saat sekarang belum ada kepastian yang mendapat rekom,\" sebutnya kepada Radar Cirebon. Menurutnya, hampir semua calon yang ada mengaku figur yang memiliki kedekatan dengan nahdliyin secara kultural. Sehingga dipastikan pada Pilbup 2018 mendatang, massa nahdliyin akan turut berpartisipasi dalam memberikan suara. Meski NU dipastikan tidak akan mendukung figur tertentu dalam pilbup, namun secara perorangan dari seluruh pengurus NU, sah-sah saja memberikan dukungan kepada salah satu calon. \"Seperti saya misalnya, masuk struktural NU, kalau saya bersuara bukan atas nama NU. Tapi saya bersuara atas nama pribadi,\" ucapnya. Dari sekian banyak figur, hampir semua memiliki latar belakang NU, baik secara struktural maupun secara kultural. Namun hal ini bukan berarti mewakili NU. Hanya saja, bukan berarti tokoh-tokoh NU maupun pesantren tidak tinggal diam. Secara khusus, NU berkeinginan agar cabup yang akan datang merupakan pasangan yang nasionalis dan religius. Kedua sisi itu dinilai mewakili pasangan pimpinan yang bisa memajukan Kabupaten Cirebon. \"Percuma kalau religi saja tapi tidak mengerti kenasionalan. Yang didukung NU adalah nasionalis dan religius. Tapi tidak dilihat dari sisi partai pengusung atau pendukung. Dilihat dari figurnya dari partai apapun,\" jelasnya. Aspek religius ini, agar bupati ke depan bisa secara umum memperhatikan kegiatan keagamaan. Dan secara khusus, memperhatikan pesantren di Kabupaten Cirebon yang jumlahnya mencapai ratusan. \"Yang kita pilih tentu saja yang mau berkomitem memperhatikan aspek keagamaan dan pesantren,\" jelasnya. Di lain sisi, melihat angka partisipasi Pilbup 2013 yang masih di bawah 50 persen, Hambali berpendapat hal itu lantaran pada Pilbup 2013, masyarakat nahdliyin tidak turun dalam memberikan dukungan kepada salah satu calon. \"Sekarang ini, sudah dipastikan NU akan turun. Maka saya jamin lebih banyak peserta pemilu dari tahun kemarin. Artinya, banyak struktur dan kiai NU yang diam pada tahun 2013. Tahun ini, kita tidak akan diam dan minimal kita akan mendorong santri untuk turut mencoblos,\" bebernya. Terpisah, Cendekiawan Muslim Nahdlatul Ulama, Marzuki Wahid mengatakan, sesuai Khittah 1926, Nahdlatul Ulama tetap tidak berpolitik secara praktis. “Seperti biasa NU tidak ke mana-mana, NU netral, tapi ada di mana-mana,” sebutnya. Sebagai ormas Islam terbesar, tentu saja suara Nahdlatul Ulama bisa ikut mempengaruhi dalam pilkada serentak 2018. Hanya saja, dalam hal ini, NU tetap netral. NU mendukung semua calon yang bersih, jujur, pro perubahan, anti korupsi dan anti kekerasan. Menurut Marzuki, NU membebaskan warganya untuk menyalurkan haknya, baik hak dipilih maupun memilih. Hal ini sesuai dengan aspirasi secara bebas, jujur, adil dan bertanggung jawab. “Apapun partai pilihannya, itu hak masing-masing warga NU secara individual, tidak terkait dengan kelembangaan,” katanya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: