Dinilai Kemahalan, Tarif Tol Dievaluasi

Dinilai Kemahalan, Tarif Tol Dievaluasi

JAKARTA - Tarif tol mahal di atas Rp 1.000 per kilometer (km) terjadi di beberapa ruas tol baru di Pulau Jawa. Dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) akan membahas ulang tarif tol jika masyarakat memang membutuhkan. Hal itu dibenarkan Anggota Komisi V DPR RI Sungkono. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai masih ada beberapa ruas tol yang tarifnya tinggi. Menurut dia, dengan tarif yang tinggi, masyarakat yang awalnya diharapkan bisa menggunakan jalan tol, malah lebih memilih jalan biasa. “Dampaknya, beban jalan yang diharapkan berkurang dengan adanya tol, tidak terpengaruh sama sekali. Tetap saja macet. Beban jalan tetap saja berat,” kata Sungkono kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group), Rabu (31/1). Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra S Atmawidjaja mngatakan bahwa tarif-tarif yang telah ditetapkan tersebut sudah sesuai dengan Kepmen PUPR. Dia menjelaskan, tarif tol telah dihitung dengan seksama sebelum akhirnya diputuskan. Ada beberapa komponen yang diperhatikan saat menghitung tarif tol. Ada tanah, biaya konstruksi, biaya investasi, termasuk untuk memenuhi SPM (standar pelayanan minimum) selama masa konsesi. “Ada komponen supply-demand. Demand-nya sendiri ditentukan dari ability to pay masyarakat,” terangnya. Setiap ruas tol, lanjut Endra, perhitungan bisa berbeda-beda. Dia mencontohkan ruas-ruas tol di Sumatera. Ruas-ruas tol di sana, tarifnya menjadi tinggi karena biaya konstuksinya memang tinggi. Sementara itu, ruas tol Becakayu yang dinilai terlalu tinggi untuk panjang tol yang tak seberapa karena sistem tolnya terbuka. Dengan sistem terbuka, tarif tol yang dikenakan flat. Tarif yang berlaku sekarang adalah tarif hasil perhitungan untuk keseluruhan jalan tol sepanjang 21,06 km dari Bekasi ke Kampung Melayu. Kendati begitu, tarif tol bukan tak mungkin diturunkan. Jika memberatkan masyarakat dan harus diturunkan. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memastikan bahwa hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Salah satu caranya bisa dengan memperpanjang konsesinya. “Tol itu bisa turun tarif. Tapi, panjang konsesinya. Kalau (konsesinya) diperpendek, tarif akan agak mahal,” tutur Basuki. Basuki menambahkan, untuk bisa memperpanjang konsesi sehingga berdampak pada penurunan tarif tol, pemerintah harus berkomunikasi dengan badan usaha yang membangun tol tersebut. “Kalau memang itu bisa diperpanjang, harus dibicarakan dengan BUJT-nya. Kemungkinan bisa saja. Bisa banget,” ungkap Basuki, kemarin. Sementara itu, pengusaha juga berharap pemerintah dapat mendengarkan keluhan pelaku usaha mengenai tarif tol. Sebab, bagaimana pun biaya tarif tol dan solar menjadi komponen penting dalam aktivitas pengiriman barang. “Kaitannya dengan tarif tentu bisa memberi pengaruh yang besar. Kami sendiri berharap pemerinah memperhatikan supaya semua pihak bisa puas dengan penetapan tarif tol yang berlaku,” ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani. Di sisi lain, pengusaha mendukung kehadiran ruas-ruas tol baru yang tengah diakselerasi pemerintah. Sebab, selama infrastruktur tersebut dapat menunjang jangkauan distribusi, hal tersebut akan memudahkan pengusaha. “Tol sangat membantu karena kita sangat ketinggalan dari sisi pembangunan infrastruktur. Saya cuma mau mengingatkan dalam pembangunan infrastruktur kualitas itu penting. Pengusaha saya rasa mau membayar tarif jika memang terbukti lewat tol lebih efisien,” tambah Shinta. Sementara itu, Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono mengungkapkan bahwa jalan tol memang akan membantu kelancaran transportasi pengusaha. Namun pihaknya berharap pemerintah dapat memberi perhitungan yang seksama. ”Sebenarnya salah satu hidden cost yang besar adalah kemacetan. Jadi harus dihitung seksama dan situasional juga. Ada satu contoh ruas yang dirasakan berat. Seperti tol Surabaya-Kertosono sepanjang 97 km harganya Rp 225 ribu. Ongkos angkut kami per ton per kilometer hanya Rp 600, sedangkan tolnya lebih dari Rp 1.000 per kilometer,” ujar Adrianto. Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menambahkan bahwa pihak pengusaha pasti berharap tarif tol bisa kompetitif. Memang untuk sekarang tarif tol belum menjadi catatan besar, lanjut Zaldy, tapi pemerintah harus memperhatikan bahwa jalur tol itu t harus benar-benar capable dalam mengakomodasi angkutan, termasuk kendaraan besar. ”Terus terang secara perhitungan operasional akan lebih rugi jika jalan rusak atau macet sehingga barang tidak sampai lokasi tepat waktu. Kita juga tetap berharap tarifnya kompetitif,” beber Zaldy. (and/agf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: