Kebijakan untuk Tenaga Honorer Masih Diskriminatif
CIREBON - Kebijakan pemerintah untuk tenaga honorer masih diskriminatif. Salah satunya terkait dengan rencana pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang dibahas dalam revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Ketua Forum Tenaga Honorer Sekolah Swasta (FTHSS) Kota Cirebon, Dede Permana menyampaikan, pemerintah hanya mengakomodir tenaga honorer yang bekerja di instansi negeri untuk pengangkatan P3K. \"Itu kebijakannya untuk honorer yang ada di negeri ya, swasta tidak ada kaitannya. Kelihatannya masih jauh, P3K ini masih proses panjang,\" ujar Dede, kepada Radar, Senin (5/2). Dia sendiri menyayangkan kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tenaga honorer masih diskriminatif. Padahal seharusnya antara tenaga honorer baik yang bekerja di instansi negeri maupun swasta punya hak yang sama. Dede melihat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengotak-kotakan antara honorer negeri dan swasta. Dalam revisi UU ASN, ada peluang bagi tenaga honorer negeri yang diangkat per tahun 2005, untuk dijadikan tenaga P3K. Sementara tenaga honorer swasta, sampai detik ini tidak ada respons dari pemerintah. \"Kalau saya bicara saat ini pemerintah tidak bisa mengkotak-kotakan mana negeri dan swasta, mereka punya hak yang sama,\" tandasnya. Dengan adanya kebijakan yang diskriminatif itu, lanjut Dede, justru akan mengakibatkan persoalan baru. Dari sisi ini, Dede melihat sudah saatnya pemerintah tidak bersikap diskriminatif. Pasalnya, antara tenaga kerja honorer baik negeri maupun swasta, sama-sama mengabdi kepada anak didik, untuk kemajuan bangsa dan negara. \"Saya sendiri sampai hari ini tidak mengerti, kenapa kebijakan pemerintah itu selalu diskrimitif,\" katanya. Kebijakan diskrimatif itu, diakui Dede, juga dirasakan tenaga honorer negeri dalam hal tunjangan profesi guru atau sertifikasi. Tenaga honorer negeri itu tidak bisa menerima sertifikasi bila belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari walikota atau kepala daerah setempat. Selain juga SK dari sekolah. Sementara untuk tenaga honorer swasta bisa mengajukan TPG atau sertifikasi, cukup dengan SK Guru Tetap Yayasan (GTY), apabila yayasan itu ikut serta dalam tunjangan profesi guru. \"Ini jadi persoalan juga, arahnya UU ASN terkait P3K ini seharusnya mengakomodir semua baik negeri dan swasta,\" jelasnya. Perlu diketahui, jumlah tenaga honorer swasta di Kota Cirebon ada sekitar 1.600 orang. Terdiri dari 1.200 tenaga pendidik atau guru dan 400 tenaga kependidikan meliputi, staf tata usaha dan penjaga sekolah. Dia pun berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan yang objektif. \"Kalau terkotak-kotak dan diskrimitafif, persoalan ini tidak akan selesai-selesai, jangan lagi diskrimatif antara swasta dan negeri,\" tukasnya. Di lain sisi, Ketua Forum Honorer Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Negeri (FHPTKN) Kota Cirebon, Kusmana, menyambut baik adanya wacana pemerintah untuk merevisi UU ASN terkait dengan rencana pengangkatan tenaga honorer menjadi P3K. Sejauh ini, berdasarkan data yang sudah divalidasi terakhir, tenaga honerer negeri yang ada di Kota Cirebon jumlahnya mencapai 1.095, baik tenaga pendidik maupun kependidikan, di SD dan SMP. \"Sebenarnya saya belum bisa berkometar karena ini masih wacana, adapun kalau kebijakan ini, tentu kita sangat menyambut baik,\" jelasnya. Hanya saja dia berharap agar kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa sinergis terutama terkait dengan data real di lapangan, mengenai kebutuhan tenaga kependidikan saat ini. Sebab sudah lama, pemerintah melakukan moratorium pengangkatan tenaga pendidikan sejak tahun 2005. Sehingga perlu ada validasi dan analisa terakhir mengenai kebutuhan tenaga pendidikan di lapangan. Tak hanya itu, pihaknya juga menyinggung mengenai kebijakan Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk tenaga honorer yang sulit terpenuhi. Pasalnya, untuk mendapatkan TPG, tenaga honorer negeri harus mendapatkan Surat Keputusan Walikota. Dan hingga saat ini, belum ada satupun tenaga honrer negeri yang mendapatkan TPG. \"Kalau swasta sudah banyak yang mendapatkan, sementara kita masih belum. Ini ironisnya, seharusnya kita yang mengabdi di sekolah negeri punya garis koordinasi dengan pemerintah, tapi kita dipersulit,\" jelasnya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: