Komisi II DPRD Majalengka Sebut Voucher Pangan Non Tunai Rawan Polemik

Komisi II DPRD Majalengka Sebut Voucher Pangan Non Tunai Rawan Polemik

MAJALENGKA–Pemerintah berencana menyalurkan bantuan langsung kepada masyarakat miskin berupa voucher pangan non tunai. Lantas timbul kekhawatiran jika penyalurannya menjadi polemik karena salah sasaran, apalagi tahun 2018 merupakan tahun politik. Wakil Ketua Komisi II DPRD Majalengak H Hanurajasa Tatang Riyana menyebutkan, bantuan voucher pangan non tunai merupakan angin segar bagi masyarakat di tengah harga-harga pangan terutama beras terus melonjak di pasaran. Namun alih-alih menjadi solusi, program ini justru memunculkan persoalan baru. Berdasarkan informasi yang didapat pihaknya, di Kabupaten Majalengka program bantuan pangan non tunai tersebut mulai disalurkan Maret 2018. Teknisnya dengan membagikan semacam kartu voucher kepada masyarakat miskin, masing-masing voucher nominalnya Rp110 ribu per bulan. Dari nominal voucher Rp110 ribu tersebut, masyarakat hanya bisa membelanjakan di outlet-outlet khusus yang ditunjuk pemerintah dengan kerja sama sedemikian rupa. Misalnya untuk beras belanja ke Bulog, yang membuka outlet khusus penjualan beras di titik tertentu. Selain bisa dibelanjakan beras dan sembako, voucher pangan non tunai juga bisa disimpan ketika masyarakat belum ingin menggunakannya. Kemudian bisa dibelanjakan di kemudian hari, tapi tidak bisa ditukar dengan uang tunai karena memang programnya hanya untuk belanja pangan non tunai. “Yang jadi persoalan adalah ketika data penerimanya masih seperti dulu, belum ada pemutakhiran penduduk miskin menurut kategorinya atau ketika ada migrasi status ekonomi masyarakat yang tadinya miskin jadi mampu tapi masih dapat dan juga sebaliknya. Ini tentu akan jadi persoalan serius,” ungkapnya. Ketua Komisi II HM Suparman SIP menambahkan, persoalan voucher pangan non tunai harus diantisipasi sedini mungkin oleh pemerintah melalui instansi terkait bahkan lintas sektoral. Mengingat saat ini sedang memasuki tahun politik, dan persoalan sekecil apapun di masyarakat bisa dipolitisasi sedemikian rupa. Apalagi kartu voucher tersebut informasinya langsung dari lembaga penyalur kepada masyarakat sasaran by name by address. Sehingga harus dipetakan apakah nama yang tertera dalam penerima voucher tersebut benar-benar penduduk miskin, atau justru sudah berstatus mampu. Pihaknya bakal memanggil sejumlah instansi terkait dari Pemkab Majalengka dan lembaga lain yang bakal terlibat dalam program ini, kemungkinan pemanggilan dilakukan dengan gabungan Komisi IV. Hal ini karena berkaitan dengan data kemiskinan yang menjadi bidang kerja Komisi IV. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: