Menteri Agama Pastikan Idul Fitri Serempak
JAKARTA - Pemerintah memastikan bahwa Hari Raya Idul Fitri 1431 Hijriyah tahun ini akan dirayakan secara serempak oleh umat Islam di Tanah Air. Kementerian Agama (Kemenag) menginformasikan, organisasi massa Islam mayoritas di Indonesia telah menyatakan akan merayakan Idul Fitri sesuai keputusan pemerintah dalam sidang Itsbat pada Rabu (8/9) malam nanti. Pemerintah berencana melangsungkan sidang penentuan Idul Fitri pada hari ini. Walaupun, menurut perkiraan hilal masih berada di bawah ufuk sebesar minus 2 derajat dan belum bisa dilihat secara kasat mata. “Jadi tidak terlihat. Oleh karenanya digenapkan jadi 30 hari puasa sampai tanggal 9 September. Dengan demikian kemungkinan tanggal 10 lebarannya,” kata Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali, Selasa (7/9) kemarin. Suryadharma mengatakan, di Indonesia umat Islam terbagi menjadi banyak golongan. Banyak umat muslim yang memiliki cara sendiri untuk menghitung jatuhnya hari raya Idul Fitri. Karena itu pihaknya kerap melakukan komunikasi dengan kelompok masyarakat yang melakukan hisab atau rukyat dengan caranya masing-masing. “Sudah ada komunikasi dengan baik. Insya Allah tahun depan, standar dalam penghitungan hisab atau rukyat dilakukan secara bersama-sama kriterianya,” kata Ketua Umum PPP itu. Profesor Riset Astronomi, Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaludin menambahkan, menurut hitungan astronomi, 1 Syawal memang jatuh pada Jumat 10 September 2010. “Karena besok (hari ini, red) bulan masih di bawah ufuk, sehingga semua kriteria belum masuk awal Syawal,” kata dia. Pemerintah dan sejumlah ormas Islam meyakini penetapan 1 Syawal 1431 H yang menandai Idul Fitri akan menghasilkan putusan yang sama. Karena itu, pemerintah terus mendorong ormas-ormas Islam Indonesia membuat kesepakatan kriteria penentuan awal dan akhir bulan terutama Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Sirajd yakin tidak akan terjadi perbedaan. Menurut perhitungan dia, jika puasa selama 30 hari, berarti Idul Fitri jatuh pada 10 September. “Tapi, kalaupun terjadi perbedaan, maka perbedaan itu hal biasa. Sebab, masing-masing berdasar pada kriteria yang dianut,” ujar Said Aqil. Menurut kiai asal Cirebon, Jawa Barat, ini persoalan perbedaan penetapan hari raya tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi hal itu bukan hal baru di Tanah Air. Dia mengatakan, hal ini masalah kecil lantaran di antara negara Arab juga sering berbeda. Organisasi Islam di Indonesia, menurut dia, sebenarnya telah mencoba upaya untuk mengurangi kemungkinan perbedaan dalam penetapan hari raya. Namun, hal itu belum banyak mendapatkan hasil. “Upaya meminimalkan perbedaan tak semudah itu karena beda dasar pijakan,” katanya. Dia menyebutkan, meski NU memakai metode hisab dalam penyusunan kalender Islam, dalam menetapkan jatuhnya hari raya tetap mengacu pada metode rukyat atau pengamatan secara langsung terhadap bulan. “Kita juga mengerti hisab. Tapi, mengacu pada hadis Nabi, masalahnya bukan ada bulan atau tidak, tapi bulannya kelihatan apa tidak. Ini acuan NU,” katanya. Kepala Subdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kemenag Muhyiddin mengatakan, sejak tahun 1992 pemerintah telah berupaya menjembatani pembahasan hilal antara ormas yang ada. Termasuk di dalamnya memberikan arahan kepada ormas yang sering mendahului awal dan akhir Ramadhan seperti An-Nadzir (Gowa) Naqsyabandiyah Khalidiyah (Jombang), Naqsyabandiyah (Padang) dan Sattariyah (Medan). Akan tetapi, menurut dia, upaya itu menemui kendala. Masing-masing pihak mempertahankan pendapat dan mengklaim argumen yang disampaikan benar serta ciri khas metodologi mereka. Dengan demikian, terkesan pihak yang berbeda pendapat tidak mencari solusi yang terbaik untuk kebersamaan umat. Padahal, dana kegiatan hisab dan rukyat tahun 2009 sangat terbatas yakni Rp 400 juta.”Akar persoalan bukan kriteria hilal, melainkan kemauan masing-masing pihak mendiskusikan dan mencari kesapakatan.” Pungkasnya. (zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: