BPBD Sebut 3 Warga Korban Banjir di WTC Meninggal
CIREBON-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon akhirnya merilis jumlah korban terdampak banjir yang menerjang sejumlah desa di wilayah timur Cirebon (WTC). Banjir besar terparah yang pernah terjadi di Cirebon tersebut merenggut tiga nyawa warga Kecamatan Ciledug. Satu korban meninggal akibat tenggelam saat banjir menerjang, sementara dua lainnya meninggal dalam penanganan tim medis karena kondisi fisik korban yang terus menurun. Hal tersebut disampaikan Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cirebon H Eman Sulaeman. Dikatakan Eman, dari laporan yang saat ini sudah masuk, ada tiga korban jiwa terdampak banjir di WTC. Jumlah tersebut tidak menghitung korban hanyut di Desa Batembat, Kecamatan Tengahtani dan korban balita hanyut di Desa Gembongan, Kecamatan Babakan. “Terdampak banjir di WTC ada tiga korban. Itu laporan sementara yang masuk ke saya. Ada yang meninggal di lokasi, ada juga yangmeninggal saat perawatan,” ujarnya kepada Radar. Dijelaskan, korban pertama adalah Tarilah (43) yang ditemukan di rumahnya. Saat kejadian Tarilah diduga sedang dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa menyelematkan diri saat banjir menerjang Blok Pamosongan, Desa Ciledug Lor. Ketinggian air di Blok Pamosongan sendiri salah satu yang tertinggi. Pasalnya blok ini berada persis di samping aliran Sungai Cisanggarung. Saat puncak banjir pada Jumat dini hari (23/2), air bahkan naik sampai setinggi genteng rumah. Artinya air saat itu ada di kisaran 2,5 meter sampai 3 meter. Ditambahkan Eman, dua korban meninggal lainnya adalah Unel (70) dan Encing (40) keduanya warga Desa Jatiseeng yang meninggal saat menjalani tindakan medis akibat kondisi kesehatan yang terus menurus menurun. “Untuk sementara baru itu yang bisa saya sampaikan. Update selanjutnya menyusul. Saat ini kita masih fokus melakukan penanganan pada para pengungsi,” imbuhnya. Dikatakan Eman, masih ada sejumlah lokasi terdampak banjir yang belum bisa diakses secara normal akibat ketinggian lumpur yang nyaris hingga setinggi lutut. “Ada sekitar 1,5 KM jalan yang terendam lumpur. Cukup tinggi lumpurnya antara setinggi betis sampai selutut,” tuturnya. Sementara itu, evakuasi terhadap ternak-ternak milik warga yang mati masih belum seluruhnya dilakukan. Banyaknya ternak yang mati berbanding terbalik dengan jumlah petugas ataupun relawan menjadi salah satu penyebab sulitnya melakukan proses evakuasi. Aktivis Muhammadiyah Disaster Management Center Khaerul Anam mengatakan harus ada penanganan khusus terhadap binatang atau ternak yang mati akibat banjir dan sudah berhari-hari. Pasalnya, kondisi itu rentan membuat warga dan relawan serta pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemulihan kondisi pasca bencana terhadap serangan penyakit. (dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: