Angie Siap Hadapi Banding

Angie Siap Hadapi Banding

Demokrat Belum Pecat Angie, Gaji dari Dewan Masih Tetap Mengalir JAKARTA - Pihak Angelina Patricia Pingkan Sondakh siap menghadapi banding yang diajukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak Angie, sapaan Angelina, memandang hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hanya mendasarkan vonis pada percakapan Blackberry Messenger. “Jaksa memiliki kewenangan untuk mengajukan banding. Kita ikuti proses saja,” kata kuasa hukum Angie, Teuku Nasrullah di Jakarta kemarin. Nasrullah menambahkan, salinan percakapan Blackberry Messenger yang digunakan hakim, tidak satu pun yang mencantumkan jumlah penyerahan uang. “Hakim hanya mendasarkan pada bukti Blackberry. Tapi tak ada angka-angka uang yang Angie terima,” ujarnya. Selain keterangan saksi, bukti uang suap yang didalilkan jaksa penuntut umum berasal dari catatan Grup Permai, perusahaan milik bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Dalam catatan itu, total uang suap yang didakwakan diterima Angie adalah Rp12,5 miliar dan USD 2,35 juta atau totalnya lebih dari Rp32 miliar. Namun menurut hakim, uang yang diterima Angie melalui kurir adalah Rp2,5 miliar dan USD 1,2 juta atau total sekitar Rp15 miliar. Perbedaan tersebut muncul, karena dakwaan untuk penerimaan suap di Kemenpora dalam kasus wisma atlet tidak terbukti. Hakim menghitung uang suap berdasarkan konfirmasi salinan percakapan Blackberry Messenger yang dilakukan antara Angie dengan Mindo Rosalina Manulang, anak buah Nazaruddin. Percakapan tersebut penuh dengan sandi dan tak menyebut besaran uang. Misalnya, ketika Grup Permai mengeluarkan uang Rp2,5 miliar pada 19 April 2010 dan diserahkan melalui kurir, bunyi pesan Blacberry Angie untuk Rosa hanya berbunyi: Aman, terima kasih ya itu. Percakapan juga banyak menggunakan kata sandi, seperti Apel Malang dan Apel Washington. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Angie hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa KPK akan mengajukan banding atas vonis itu. Hakim menganggap Angie tidak memenuhi unsur dakwaan dalam pasal 12a UU Tipikor. Yaitu, penerimaan suap aktif oleh penyelenggara negara. Angie hanya divonis berdasar dakwaan alternatif ketiga, yakni pasal 11 yang mengatur pasal penerimaan suap pasif oleh penyelenggara negara dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun. Hakim juga menganggap penerapan pasal 18 UU Tipikor yang menjadi dasar perampasan aset hasil korupsi tidak tepat diterapkan kepada Angie. Menurut hakim, penerimaan suap oleh Angie berasal dari Grup Permai yang bukan termasuk harta negara. Hakim juga berpandangan tidak ada bukti yang menunjukkan apakah semua uang suap dinikmati sendiri oleh Angie. Vonis terhadap Angelina Sondakh dipastikan belum akan berpengaruh terhadap statusnya di parlemen. Karenanya, meski sedang diberhentikan sementara sebagai anggota DPR, politisi Partai Demokrat itu tetap masih akan menerima fasilitas gaji setiap bulannya, sebesar Rp4,2 juta. Bakal masih diterimanya gaji pokok tiap bulan itu karena Partai Demokrat yang menaungi yang bersangkutan belum akan mengajukan pemberhentian. Sekretaris Fraksi PD Saan Mustopa menyatakan, kalau pihaknya tidak akan melakukan langkah proaktif terkait hal itu. Partai, menurut dia, memilih menyerahkan proses itu kepada Badan Kehormatan DPR. “Itu nanti BK yang akan menangani,” kata Saan kemarin (12/1). Dia mengatakan, sikap tersebut diambil mengacu pada ketentuan di UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPD (Susduk MD3). Khususnya, bahwa soal pemecatan anggota dewan ditangani oleh BK DPR. “Kami ini terikat dengan undang-undang, maka dari itu kami percayakan ke BK untuk menangani,” tandas wasekjen DPP PD tersebut. Pemberhentian sementara Angie, resmi ditetapkan pada sekitar awal Oktober 2012 lalu. Keputusan itu diberlakukan karena yang bersangkutan saat itu sudah berstatus sebagai terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. Sesuai UU Susduk MD3, anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan tertentu. “Ya, intinya kami mengikuti saja UU itu,” kata Saan lagi. Termasuk, imbuh dia, terkait pemecatan Angie dari DPR. Jika nantinya BK memutuskan mantan wasekjen DPP PD itu dipecat, maka fraksi maupun partai pasti akan mengikuti. Sebelumnya, Angie telah mendapat Angelina Sondakh bahkan telah divonis 4 tahun 6 bulan dalam perkara penerimaan uang terkait pembahasan anggaran proyek kemendiknas. Atas putusan tersebut jaksa telah menyatakan banding. Sesuai ketentuan UU yang sama, pemecatan terhadap Angie tetap bisa ditempuh lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Prosesnya bisa ditempuh karena ada usulan yang diajukan oleh partai politik terhadap anggota DPR. Atau, pemberhentian sebagai wakil rakyat juga bisa pula diberlakukan jika anggota dewan telah diberhentikan sebagai anggota partai politik. Hingga saat ini, meski dicopot dari jabatan struktural partai, Angie masih belum dipecat sebagai anggota partai. Hal itu berbeda dengan mantan bendahara umum DPP PD M Nazarudin. Dia bukan hanya dicopot dari jabatannya sebagai bendum, tapi juga dipecat dari keanggotaan PD. Ketua Badan Kehormatan (BK) M Prakosa mengatakan, sesuai UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, seseorang yang menjadi terdakwa diberhentikan sementara sebagai anggota dewan. Dalam situasi itu, anggota dewan bersangkutan hanya menerima gaji pokok anggota DPR sebesar Rp4,2 juta. “Kalau seseorang nonaktif, dia kan tidak bekerja. Jadi, yang diterima gaji pokok saja. Tunjangan lain tidak diberikan,’’ kata Prakosa di Jakarta, kemarin. Kalau seorang terdakwa divonis bersalah dan berkekuatan hukum tetap, maka yang bersangkutan diberhentikan tetap dari DPR. Dengan diberhentikan tetap, maka proses pergantian antar waktunya (PAW) berjalan. “Selama belum di-PAW tetap terima gaji pokok. Kalau sudah PAW, semuanya diberhentikan,’’ kata Prakosa. Pengaturan teknis mengenai hak-hak finansial anggota DPR tidak diatur dalam UU MD3. Tapi, diatur dalam peraturan menteri keuangan. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie meminta, publik tidak terus menerus mempersoalkan kadar vonis hakim terhadap Angelina Sondakh. Menurut dia, keputusan hakim harus dihormati. “Hakim yang paling tahu, biarkanlah proses hukum berjalan. Kita nggak boleh menilai, kita nggak tahu fakta hukum. Kita kan tidak mempelajari,’’ kata Ketua DPR, itu. (sof/dyn/pri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: