Sepeda Unik Ikut Mudik

Sepeda Unik Ikut Mudik

HASRAT ingin menginjakkan kaki di kampung halaman begitu besar. Segala keterbatasan pun tidak menjadi halangan untuk Dwiyono (23) menempuh perjalanan ratusan kilometer dari Cikarang, Bekasi menuju Jogjakarta. Bermodal sepeda rakitannya, pemuda yang bekerja di salahsatu pabrik di kawasan industri Cikarang ini memilih mudik dengan menggowes sepeda. Saat tiba di Kota Cirebon, Dwiyono terlihat cukup bugar. Namun, nafasnya yang tersengal-sengal memberi tanda kalau pria asal Jogjakarta ini sudah kelelahan. Tapi, kerinduan pada kampung halaman membuat tekadnya bulat untuk tetap mengarungi perjalanan dengan kayuhan demi kayuhan sepeda. Dwiyono berangkat dari Jakarta sekitar pukul 20.00 Selasa (7/9) dan tiba di Kota Cirebon Rabu (8/9). Dengan hanya membawa uang Rp50 ribu, Dwiyono tentu harus menghemat kebutuhan perjalanannya. Sepanjang perjalanan Cikarang-Cirebon, dia hanya mengonsumsi roti dan air mineral yang dibelinya di warung-warung pinggir jalan. Terkadang, keberuntungan memang menghampiri. Pemilik warung yang merasa iba, sukarela memberikannya makan secara cuma-cuma. “Saya cuma makan roti sama air mineral, perjalanannya masih jauh jadi harus benar-benar irit,” tuturnya saat ditemui wartawan koran ini di Jl Brigjen Dharsono (by pass). Dwiyono mengaku, dirinya nekat melakukan perjalanan dengan sepeda lantaran tidak memiliki cukup uang untuk membeli tiket kereta api. Selain itu, uang yang ditabungnya sudah didedikasikan untuk diberikan kepada ibundanya yang sudah menanti di kampung halaman. Namun, Dwiyono menolak untuk memberitahukan jumlah uang yang didedikasikan untuk ibundanya itu. “Mending buat ngasih ibu Mas. Saya sudah nabung, ini Rp50 ribu sisanya buat uang jalan. Mudah-mudahan cukup,” kata dia. Sampai di Cirebon, Dwiyono mengalami kerusakan pada rem belakang sepedanya. Kerusakan tersebut akibat beberapa kali dirinya mesti mengerem mendadak lantaran menghindari kendaraan yang ugal-ugalan. Dia mengeluhkan cara mengemudi angkutan umum dan becak yang seringkali tidak memberikan aba-aba saat membelok. “Tadi itu di sana saya hampir nabrak angkot. Dia belok nggak pakai lampu sign,” katanya, menceritakan penyebab rem belakang sepedanya putus. Menurutnya, perjalanan menuju Jogjakarta akan tetap dilanjutkan dengan hanya mengandalkan satu rem saja. Namun, dia merasa yakin bisa mengendalikan sepedanya yang ukurannya lebih tinggi dari sepeda pada umumnya. Dwiyono mengaku mahir mengendalikan sepeda rakitannya tersebut, termasuk saat jalanan padat merayap ataupun macet. Rencananya, Dwiyono akan tiba di Jogjakarta dua hari mendatang. Meski demikian, dia mengaku tidak menargetkan waktu untuk bisa tiba di kampung halamannya. Yang terpenting baginya adalah bisa bertemu dengan sanak saudara dalam keadaan selamat dan sehat. “Yang penting sampai. Saya nggak narget waktu, tapi kalau bisa sih sampai di Jogja pas Lebaran,” ujarnya. Perjalanan Dwiyono menggunakan sepeda yang dirakitnya tahun 2007 itu menjadi pemandangan menarik di sepanjang jalur pantura Cirebon. Banyak pemudik yang memberi acungan jempol kepadanya, bahkan masyarakat lokal pun banyak yang mengarahkan kameranya membidik Dwiyono. Maklum saja, tinggi sepeda Dwiyono mencapai 2 meter dan terlihat sangat menonjol di antara pemudik lainnya yang mayoritas menggunakan sepeda motor. (yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: