Terungkap, 27 Halaman Presentasi Cambridge Analytica Menangkan Trump

Terungkap, 27 Halaman Presentasi Cambridge Analytica Menangkan Trump

11 April, kampanye bertajuk “Faceblock” mengajak pengguna memboikot Facebook, Instagram, dan WhatsApp selama 24 jam. CEO Facebook, Mark Zuckerberg, bakal bersaksi di hadapan Komisi Energi dan Perdagangan Amerika Serikat terkait kasus pencurian data pribadi pengguna. Kampanye itu didalangi kolektif netizen di Belgia, Denmark, Irlandia, Malta, Meksiko, Inggris, dan Amerika Serikat. Mereka menilai skandal Cambridge Analytica menunjukkan rapuhnya pengamanan data dan demokrasi di era digital. Dari kasus tersebut, sebanyak 87 juta data pribadi pengguna Facebook global dicuri dan disalahgunakan. “Jika kita melakukan Faceblock bersama-sama dan mengunggah alasan kenapa kita melakukannya, kita akan menyampaikan pesan kuat bahwa Facebook harus lebih baik,” begitu yang tertulis pada deskripsi kampanye Faceblock. The Guardian, dalam laporannya berjudul Leaked: Cambridge Analytica\'s blueprint for Trump victory belum lama ini mendapat bocoran dokumen cetak biru soal bagaimana data ini dimanfaatkan tim kampanye pemenangan Trump pada Pilpres AS 2016 lalu. Cetak biru ini didapatkan dari mantan pegawai Cambridge Analytica yang baru saja mengakhiri kontraknya dengan perusahaan firma analis data ini. Ia mengklaim dalam dokumen tercatat jelas bagaimana seluruh data pengguna Facebook itu digunakan. Dalam cetak biru tersebut tercantum setidaknya ada 27 halaman presentasi yang dibuat oleh Cambridge Analytica. Presentasi ini sejatinya dibuat sebagai bahan untuk ditunjukkan kepada klien potensial demi mendapat keuntungan. \"Ini adalah kumpulan kampanye digital berbasis data yang digunakan Trump,\" ujar Brittany Kaiser, mantan Direktur Pengembangan Bisnis Cambridge Analytica yang membawa cetak biru ini sebagaimana dikutip radarcirebon.com dari The Guardian (11/4) Dalam cetak biru ini terungkap bahwa firma Cambridge Analytica melakukan beberapa metode, yakni penelitian, survei intensif, pemodelan data, serta mengoptimalkan penggunaan alogaritma untuk menargetkan sebanyak 10.000 iklan berbeda pada audiens. Praktik ini kemudian dilakukan pada audiens yang berbeda-beda sesuai data diri mereka dan dilakukan dalam bulan-bulan menjelang pemilihan 2016 silam. Dalam dokumentasi yang dipresentasikan beberapa minggu setelah Trump dinyatakan terpilih ini, tercatat bahwa iklan kampanye yang disebar tersebut telah dilihat sebanyak miliaran kali oleh para calon pemilih. \"Ada permintaan dari orang-orang di lingkaran perusahaan untuk tahu bagaimana kami melakukannya. Semua orang ingin tahu, baik itu klien lama maupun klien potensial. Tentu kami bisa saja menunjukkannya pada orang yang telah menandatangani persetujuan,\" ungkap Kaiser. Kaiser menambahkan, ia sendiri tidak terlibat secara langsung dalam kampanye pemenangan Trump. Namun, beberapa kali ia pernah mengatur pertemuan di antara para petinggi untuk membicarakan hal ini. Reputasi firma analisis data Cambridge Analytica ini memang cukup baik di antara para politikus. Firma ini dianggap mampu mendongkrak popularitas positif saat masa-masa kampanye berjalan. Dalam kerjanya, pihak Cambridge Analytica juga bertugas memantau efektivitas pesan serta iklan pada berbagai jenis pemilih. Kemudian si klien pun diberikan masukan dari kampanye yang tengah berjalan baik itu di Facebook maupun platform lain. Hasil umpan balik atau feedback ini kemudian digunakan lagi untuk mengoptimasi alogaritma penyebaran data agar kampanye yang dilakukan lebih optimal. Feedback ini digunakan untuk mengirim ribuan iklan lain pada calon pemilih bergantung profilnya. Selain Facebook, Kaiser juga mengungkapkan bahwa Trump juga menggunakan platform lain untuk berkampanye, seperti Snapchat dan Twitter. Meski demikian, ia tidak menyebutkan dengan lebih detail bagaimana tim pemenangan Trump memanfaatkan semua platform ini. Beberapa hari lalu, Cambridge Analytica dikabarkan memegang lebih dari 50 juta data akun pengguna Facebook. Cambridge Analytica diduga memperoleh data pengguna Facebook dari peneliti pihak ketiga bernama Aleksandr Kogan. Ia bekerja di Global Scicence Research dan kerap menghadirkan survei terkait kepribadian yang tersebar masif di Facebook. Data ini diduga digunakan oleh tim kampanye Trump sebagai langkah pemenangan saat Pilpres 2016 lalu. (theguardian/wb)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: