Kerja Sama Indonesia-Tiongkok, Menko Luhut: Kami Tidak Ingin Hanya Bicara

Kerja Sama Indonesia-Tiongkok, Menko Luhut: Kami Tidak Ingin Hanya Bicara

BEIJING- Kerja sama Indonesia dan Tiongkok di bidang ekonomi memasuki babak baru dengan ditandainya sejumlah kesepakatan pengembangan bisnis antara perusahaan kedua negara. Setidaknya, ada 2 nota kesepahaman dan 5 kontrak kerja yang melibatkan perusahaan-perusahaan dari kedua negara pada Jumat (13/4) di Beijing. Dua nota kesepahaman yang berhasil disepakati adalah menyangkut pengembangan mobil/motor listrik dan pengembangan Tanah Kuning Mangkupadi Industrial Park di Kalimantan Utara. Sedangkan kontrak kerja sama pertama yang ditandatangani terkait pengembangan proyek hydropower di Kayan senilai USD 2 miliar. Kontrak yang kedua adalah pengembangan industri konversi dimethyl ethercoal menjadi gas senilai USD 700 juta. Kontrak ketiga merupakan perjanjian investasi joint venture untuk hydropower plant di Sungai Kayan senilai USD 17,8 miliar. Yang keempat adalah juga perjanjian investasi joint venture pengembangan pembangkit listrik di Bali senilai USD 1,6 miliar. Sedangkan kontrak kelima terkait pengembangan steel smelter senilai USD 1,2 miliar. “Kami tidak ingin hanya bicara, bicara, dan bicara saja. Tapi kami ingin melihat implementasi,” ujar Menko Luhut saat menyaksikan penandatanganan kerja sama tersebut dalam seminar yang bertajuk US$64 Billion Investment Opportunities in Indonesia for Belt & Road Initiative. “Kami ingin melihat terus terjalinnya kerja sama antar investor dari kedua negara, tidak hanya antar pemerintah saja,” lanjut Menko Luhut sembari menjabarkan susunan organisasi kelompok kerja pemerintah RI yang bernama Indonesia Global Maritime Fulcrum Task Force yang dikoordinasikan oleh dirinya sendiri, dengan melibatkan Kementerian Koordinator Perekonomian, Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindusterian, BKPM, Menteri Pariwisata, Kemenkominfo, BPPT, dan beberapa pihak lainnya. Lebih jauh, Menko Luhut mendorong kerja sama di 4 koridor ekonomi di Indonesia dengan nilai investasi mencapai total USD 51,930 miliar. Koridor pertama adalah pembangunan infrastruktur, Kuala Namu Aerocity, dan kawasan industri di Sumatera Utara. Yang kedua pembangunan pembangkit listrik tenaga air dan kawasan industri KIPI Tanah Kuning di Kalimantan Utara. Koridor ketiga adalah pembangunan Bandar Udara Internasional Lembeh, kawasan wisata Likupang, dan kawasan industri Bitung di Sulawesi Utara. Koridor yang terakhir adalah pembangunan techno park dan jalan tol di Bali. Besarnya peluang investasi di Indonesia ini diamini oleh Derek Lai selaku Vice Chairman Deloitte China Global Leader of Belt and Road Initiatives yang memberikan sambutannya di seminar tersebut. “Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara yang sangat menjanjikan,” ujar Derek yang memimpin Deloitte, salah satu lembaga konsultan independen terbaik dunia. Target Menko Luhut sebagai Utusan Khusus Presiden RI untuk menjalin kerja sama strategis dengan RRT, menekankan pentingnya terus mendorong hubungan bisnis kedua negara demi kepentingan nasional. “Kita kan harus cerdas (karena) semua (negara) melihat peluang. Tinggal sekarang pintar-pintaran lihat peluang supaya lebih banyak untung,” papar Menko Luhut menjelaskan majunya negara Tiongkok harus dipandang sebagai peluang untuk memajukan Indonesia. Peluang yang dimaksud adalah demi mencapai hasil akhir berupa peningkatan investasi di Indonesia yang memacu naiknya jumlah lapangan kerja, peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi. “PDB pasti meningkatlah, pendidikan pasti tambah, pertumbuhan tambah. Karena seperti Morowali sekarang pertumbuhan ekonominya 60%. Sekarang mau bikin lagi di Halmahera Utara, itu produksi baterai lithium, jadi tidak semua tertumpu di Jakarta,” terang Menko Luhut mengenai target jangka panjang pemerintah dalam merespon Belt and Road Initiative (BRI) yang diluncurkan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping pada Bulan September dan Oktober 2018. Sebagai latar belakang, fokus dari gagasan BRI antara lain investasi dalam bidang infrastruktur, konstruksi, pembangunan rel kereta api, jalan tol, produk otomotif, real estate, pembangkit tenaga listrik, besi dan baja.  Beberapa pihak memperkirakan BRI sebagai mega proyek infrastruktur dan investasi abad ini yang melibatkan 68 negara. Bila dikonversi, ini berarti ada 65% populasi dunia terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mega proyek pemerintah Tiongkok tersebut. Pertemuan Bilateral Dengan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok Di hari yang sama, Menko Luhut mengadakan pertemuan bilateral dengan Gao Yan selaku Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok. Dalam pembicaraannya, Menteri Gao menyampaikan tanggapannya terhadap 4 koridor potensi kerja sama dan organisasi kerja pemerintah RI. “Kami akan bekerja sama dengan departemen terkait untuk mengimplementasikan kesepakatan antara pimpinan kedua negara,” komitmen Minister Gao agar komunikasi kedua negara lebih efisien dan cepat. Di samping itu, Menko Luhut juga menyampaikan keinginannya agar hubungan kedua negara tidak berat sebelah. “Saya ingin semua ada keseimbangan di dalam bentuk apapun,” kata Menko Luhut yang kemudian disetujui oleh Minister Gao khususnya untuk membuka pintu impor Tiongkok yang lebih lebar terhadap barang dari Indonesia. (rls/wb)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: