Menagih Realisasi Wisata Kota Pusaka dan Pecinan di Kota Cirebon

Menagih Realisasi Wisata Kota Pusaka dan Pecinan di Kota Cirebon

Semarang punya Kota Lama. Jakarta punya Kota Tua. Cirebon juga punya; Kota Pusaka dan Kawasan Pecinan. Bedanya kota tua di sini sebatas nama. Belum mampu menjadi destinasi wisata. SIANG itu Farida Nurfalah mengunjungi UPT Pelayanan Informasi Budaya dan Pariwisata (PIBP) Kota Cirebon. Lokasinya tersembunyi di belakang halaman parkir wisata Goa Sunyaragi. Dia tengah membuat penelitian terkait dengan pengembangan wisata Kota Cirebon.  Aspek promosi, optimalisasi, termasuk rencana aksi kota pusaka. “Katanya di situ (Lapangan Kebumen) mau di bangun museum?,” tanya Farida yang siang itu didampingi dosen senior FISIP Unswagati, Heriyana Agustina. Farida yang sama-sama dosen, mencoba menggali beberapa keterangan dari petugas di UPT PIBP. Tapi, rencana penelitiannya pupus seketika. Dia harus mengganti judul penelitiannya. Realisasi kota pusaka itu sepertinya jauh dari kenyataan. Apa yang sebetulnya terjadi? Pertanyaan itu sepertinya sulit dijawab petugas di UPT PIBP yang secara hierarki berada di bawah Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP). Sekian bulan berselang, pertanyaan itu baru terjawab. Tepatnya dalam sesi diskusi antara redaksi Radar Cirebon dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D), Arif Kurniawan, Rabu (15/5). Dalam diskusi selama dua jam itu, salah satu yang dibahas ialah pengembangan potensi kawasan kota tua. Memang bukan museum yang dicoba untuk direalisasikan tim kota pusaka. Melainkan sebuah taman yang digadang-gadang jadi daya tarik baru di kawasan itu. Rencana ini sempat mandek karena status lahan sebagian milik Bank Mandiri. Tapi, BUMN tersebut memberi izin karena di bagian depan Lapangan Kebumen akan dibangun sebuah drive thru ATM. Jalannya, mestinya lapang. Tapi sebuah pembangunan yang dilakukan di Lapangan Kebumen, membuat rencana kawasan kota pusaka buyar. Tepatnya pembangunan skate park yang sekarang ini malah terbengkalai tak karuan. Rencana membuat kawasan kota pusaka di lapangan Kebumen pun gagal. Kawasan kota pusaka sekali lagi tak mampu memenuhi ekspektasi. Mentok jadi tempat foto-foto. Dari sini, terlihat tidak adanya sinkronisasi dalam hal perencanaan. Anggota Tim Kota Pusaka Kota Cirebon, Akbarudin Sucipto turut menyayangkan. Dalam kajian tim kota pusaka, potensi kawasan pecinan dan kota pusaka sangat bisa dikembangkan. Bahkan kajian sudah dilakukan baik dari sisi periodesasi sejarah dan morfologinya. \"Di kawasan itu kita bisa lihat mana yang masuk periode Sunan Gunung Jati, Era Pakuan, kolonial,” ujar Akbar, belum lama ini. Kajian itu dilakukan baik yang bersifat tangible maupun intangible. Bukan hanya bangunannya, termasuk dari sisi budaya dan aspek wisatanya. Ada zona masyarakat adat atau keraton. Ada zona kota lama era kolonial. Ada pecinan, dan zona kampung Arab di Jl Panjunan. Kemudian beberapa wilayah yang memang harus diproteksi dengan regulasi hukum. Adanya zonasi itu, bisa menjadi acuan untuk penataannya. Sebab tidak semua posisi wilayah sama, model pendekatan dan kulturnya pun berbeda. Baik dari sisi pelesatrian dan penataanya. Lagi-lagi Akbarudin menyayangkan rencana aksi kota pusaka di Kota Cirebon yang berulang kali mandek. Belum ada geliat lagi. “Di pemerintah tidak ada yang mengurus lagi sekarang,\" ucapnya. Terhentinya realisasi rencana aksi kota pusaka itu, disebabkan banyak faktor. Tapi yang paling signifikan ialah tidak ada lagi yang mengurus dari unsur pemerintahannya. Padahal tim kota pusaka ini melibatkan lintas stakeholder. Ada juga kultur pemerintah yang harus berbasis anggaran dan nomenklatur serta tupoksi. \"Waktu itu geliatnya kencang sampai melahirkan rencana aksi, tapi ya sudah sekarang berhenti,\" tukas Akbar. Celakanya, tim kota pusaka itu makin tak jelas keberadaannya. Padahal tim ini dibentuk berdasar SK Walikota. Apakah tim tersebut masih ada, atau sudah bubar, Akbarudin juga tak tahu. Di lain pihak, Pengamat Budaya Tionghoa, Jeremy Huang menyambut baik bila kawasan kota pusaka dan pecinan dihidupkan kembali. Sebab punya potensi yang menarik untuk mendatangkan wisatawan. Tetapi, perlu juga dilakukan penataan per kawasan. “Cirebon memiliki banyak bangunan kuno, kuliner yang khas, itu perlu ditingkatkan dan ditata biar lebih hidup,\" katanya. Dengan adanya festival warna warni pecinan yang dilakukan pada beberapa waktu lalu, geliatnya sempat hidup. Bisa jadi trigger untuk memantik dan mengulas masa lalu pecinan di sana. Tidak hanya itu, seharusnya juga perlu dikembangkan dari sektor wisata kuliner dan makanannya hingga arsitektur bangunan rumah. Jadi menampilkan ciri khas daerah pecinan. Menurutnya, Kota Cirebon punya potensi dengan memiliki bangunan tua, kelenteng, ada juga di daerah basalamah masih ada perumahan tua. Di wilayah Jalan Winaon, Pekiringan, Lemahwungkuk ini masih menampilkan daerah pecinan. Kepala Bidang Pariwisata DKOKP, Alimudin mengakui, kawasan itu membutuhkan penataan yang lebih baik. Tetapi, saat ini pemkot belum menyentuh secara khusus. Termasuk dalam menata wilayah sebagai destinasi wisata. Sementara itu, Pengamat Pariwisata, Andrian Rahardjo menuntut kepedulian dari para kepala daerah untuk mengembangkan pariwisata. Sektor ini akan menjadi aset dan sumber pendapatan asli daerah (PAD). “Kepala daerah belum berpihak untuk mendorong kemajuan pariwisata. Padahal, ini satu-satunya yang rasional dikembangkan,” tandasnya. (jamal suteja)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: