Kisah Muhammad Aufaristama Puasa 22 Jam di Islandia
ISLANDIA–Tahun ini merupakan puasa Ramadan kedua saya di Islandia. Meskipun saya tiba di Islandia sejak mengambil S2 pada 2014, namun saya selalu menghabiskan bulan puasa di Indonesia. Tidak seperti dua tahun ini, ketika saya sendiri menempuh S3 di bidang Earth Sciencedan Volcanology. Saya harus berpuasa di negara ini. Jumlah total penduduk di Islandia sekitar 350.000 jiwa. Cukup sedikit karena negara ini memiliki area pulau yang luas. Islandia terkenal akan keindahan alamnya dan juga geothermal dan gunung apinya. Membuat pesona negara ini sangat dikagumi turis-turis mancanegara. Selain itu letak negara ini yang sangat dekat kutub utara. Memungkinkan munculnya fenomena langit Aurora borealisyang membuat orang penasaran untuk datang ke sini. Di Islandia, terutama Reykjavik yang menjadi kota tempat saya tinggal, sangat multi-cultural. Keyakinan agama semua orang dijunjung tinggi. Tidak terkecuali Islam, mayoritas Kristen dan juga menganut Paganisme. Tidak ada istilah rasisme yang kuat di sini. Semua berhak menjalankan ajaran agama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Oleh karena, puasa Ramadan di Islandia sebenarnya tidaklah sulit. Meski, tidak menawarkan sesuatu yang special jika dibandingkan dengan sakralnya bulan penuh ampunan ini. Jika di Indonesia mudah ditemukan orang jual makanan dengan variasi yang sangat banyak, tentu tidak di sini. Menu restoran di Islandia tidak ada yang menawarkan spesial berbuka puasa. Apalagi, standar restoran dengan cita rasa Eropa, Asia dan Afrika, biasanya selalu tutup paling lambat antara pukul 21.00 – 22.00. Jadi, saat umat Muslim Islandia memasuki masa berbuka, restoran justru sudah tutup. Tidak, Anda tidak salah baca. Di Islandia memang unik, kami berpuasa selama 22 jam. Dengan waktu berbuka dan sahur sangat sempit. Hanya dua jam saja. Selain itu, puasa di Islandia saat ini juga dilalui selalu berada di siang dan sore hari. Hal ini dikarenakan puasa di Islandia jatuh pada musim panas. Di Islandia, saat musim panas hampir tidak pernah merasakan malam. Sinar matahari selalu mencapai Islandia. Mengapa bisa seperti itu? Jawabannya karena letak Islandia hampir dekat dengan kutub utara. Bumi, mempunyai kemiringan sekitar 23,4 derajat dari sumbunya. Itu yang mengakibatkan matahari berada di titik tertinggi pada periode musim panas. Bisa dikatakan, hampir tidak pernah tenggelam. Walaupun demikian, puasa di Islandia tidak seberat yang kita bayangkan (dalam konteks menahan haus selama 22 jam). Mengapa seperti itu? Iklim yang dingin dan sejuk Islandia adalah jawabannya. Selain itu, hampir tidak ada polusi. Itu membuat kita tidak gampang kehausan atau keluar banyak keringat walaupun beraktivitas di luar. Bagaimana untuk salat? di Islandia, kami berkiblat pada dua masjid yang mempunyai kewenangan untuk memberi jadwal puasa. Ada masjid yang berkiblat pada 22 jam waktu puasa, dengan Maghrib pukul 24.00 malam dan subuh sekitar pukul 02.15 malam. Jeda 2 jam jeda antara Magrib dan subuh juga dimanfaatkan untuk tarawih. Biasanya, salat tarawih dilakukan sekitar pukul 01.00 malam. Jika ini dirasa terlalu berat, ada masjid yang menawarkan keringanan. Maghrib sekitar pukul 21.00 malam dan subuh sekitar pukul 03.30. Untuk mengatasi perbedaan, selama Ramadan tahun ini dan 2017, saya disibukkan dengan persiapan penelitian di lapangan (gunung api), juga penulisan paper ilmiah serta bermain bersama anak dan istri. Itu yang membuat waktu tidak terasa cepat berlalu. Oh iya, ada kebiasaan orang Islandia untuk membedakan jam malam saat matahari masih bersinar itu. Caranya, dengan menutup jendela agar tidak bingung saat waktu menunjukan pukul 23.00 atau 24.00. Jadi, meski keadaan langit masih terang, rumah-rumah akan menutup jendelanya sebagai pertanda malam. Sebenarnya, selain dua waktu itu, ada keringanan ketiga untuk berpuasa di Islandia. Ulama di Islandia setuju jika umat Muslim mengikuti waktu berbuka negara Eropa Barat lain atau negara-negara Arab. Saya pribadi, tahun kemarin mengikuti waktu puasa masjid yang kedua yakni 18 jam. Untuk tahun ini, saya mengikuti waktu negara Arab. Walaupun ada tiga waktu berbuka yang berbeda, masjid yang mempunyai waktu puasa 22 jam tetap relatif ramai saat tarawih tiba. Padahal, dari pelaksanaan tarawih ke sahur hanya berselang satu jam. Saya pribadi belum pernah merasakan tarawih di masjid di sini dan hanya melihat pada video yang di upload pihak masjid. Meski tidak seramai negara-negara lainnya, Ramadan di Islandia tetap menawarkan sesuatu yang spesida karena tidak ditemukan di negara lain. Selamat berpuasa! Ditulis oleh: Muhammad Aufaristama Mahasiswa PhD jurusan Earth Science dan Volcanology Institute of Earth Science, University of Iceland PPI Islandia (ppidunia.org)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: