Ke Mal Pakai Pakaian Syar’i, Bawa Pesan Bahwa Cadar Bukan Teroris

Ke Mal Pakai Pakaian Syar’i, Bawa Pesan Bahwa Cadar Bukan Teroris

CIREBON-Tak dipungkiri, kasus terorisme berdampak pada muslimah yang bercadar. Karena cadar dianggap sebagai representasi radikalisme. Untuk mengubah persepsi  minor itu, Komunitas Berani Hijrah mencoba melakukan sosial eksperimen di tengah-tengah masyarakat. Seperti apa eksprimen tersebut? Menjelang azan magrib, komunitas yang satu ini berbondong-bondong pergi ke mal. Bukan untuk bercengkrama dengan teman ataupun sekadar nongkrong saja. Kehadirannya itu punya misi mulia. Ramai-ramai ke mal mengenakan pakaian syar\'i lengkap dengan cadarnya. Komunitas ini ingin melakukan sosial eksperimen bagaimana respons masyarakat dengan kehadiran muslimah yang menggunakan pakaian tersebut. Mengingat pakaian syar\'i dan cadarnya itu kerap disalahartikan sebagai pengikut aliran radikal atau terorisme. Pandangan mata sinis bahkan perlakuan tak mengenakan itu sering dialami wanita-wanita muslimah yang menggunakan cadar saat ini. Prihatin atas kondisi tersebut, Komunitas Berani Hijrah Baik menggelar sosial eksperimen. Serentak dilakukan di Cirebon, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Ramai-ramai akhwat dan ikhwannya menutup mata. Bermodalkan papan bertuliskan “Peluk saya, jika kehadiran saya membuat anda nyaman” itu berhasil mendapat respons baik di masyarakat. Berdiri di tengah kerumumanan “menunggu” untuk dipeluk. Aksi sosial eksperimen ini menjadi salah satu ajang untuk meyakinkan masyarakat bahwa keberadaan cadar tidaklah seburuk yang dipikirkan. Sosial eksperimen yang diberi nama AADC atau Ada Apa Dengan Cadar itu tentang bagaimana sikap masyarakat terhadap akhwat bercadar di sekitarnya. Mengingat pasca kejadian teror bom yang disiarkan di layar kaca membawa dampak dan kerugian mendalam bagi muslimah. Untuk itu aksi sosial eksperimen ini digelar. Koordinator Area Cirebon Komunitas Berani Hijrah Baik, Kang Desun mengatakan aksi ini menjadi upaya untuk mengedukasi masyarakat bahwasannya cadar bukanlah sesuatu yang harus ditakuti ataupun dikaitkan dengan kejadian-kejadian negatif yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan alasan tersebut, komunitas ini bergerak atas dasar sosial langsung di masyarakat. \"Jika stigma radikal sering dikaitkan dengan saudari-saudari kita yang bercadar, lantas yang bisa kita lakukan ialah dengan kembali mengedukasi masyarakat. Jika cadar bukanlah budaya, bukan juga tren. Namun merupakan bagian dari ajaran agama Islam. Untuk itu tidak perlu ditakuti keberadaan teman-teman yang bercadar di luaran sana,\" ujarnya. Dengan papan tulisan dan penutup mata, masyarakat bisa memeluk saudari-saudari yang bercadar sebagai tanda kepercayaan kepada muslimah yang bercadar. Ia juga kembali menegaskan bahwa menilai seseorang janganlah dikaitkan dengan sebuah tragedi ataupun kejadian, karena itu dirasa tidak fair dengan menyamaratakan semuanya. \"Kita tidak boleh menilai seseorang dengan mengaitkannya dengan sebuah kejadian, karena itu tidak fair. Banyak koruptor, tersangka, penjahat yang mendadak memakai cadar saat disidang, bahkan banyak yang mendadak pakai jilbab. Untuk itu kita tidak bisa lantas menyamaratakan yang pakai jilbab dan cadar sebagai sosok yang negatif. Itu tidak adil. Di bulan yang mulia ini kita perbanyak husnudzon terhadap sesama,\" jelasnya. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: