HTTS 2018: Rokok Penyebab Sakit Jantung dan Melukai Hati Keluarga

HTTS 2018: Rokok Penyebab Sakit Jantung dan Melukai Hati Keluarga

JAKARTA - Diprakarsai organisasi kesehatan dunia (WHO), setiap 31 Mei diperingati sebagai World No Tobacco Day atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Tahun ini tema global peringatan HTTS adalah “Tobacco Breaks Heart” yang menyoroti isu dampak rokok pada jantung. Adapun di Indonesia, tema yang ditetapkan adalah “Rokok Penyebab Sakit Jantung dan Melukai Hati Keluarga”. Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung dan stroke, setiap tahunnya membunuh 17,7 juta orang di dunia. Sekitar 31% dari jumlah kematian global. Di Indonesia, stroke (21,1%) dan penyakit jantung (12,9%) menjadi pembunuh nomor satu sebesar dan dua dari seluruh kematian di Indonesia. Mengutip data WHO (2017), menunjukkan bahwa di dunia setiap tahun terjadi kematian dini akibat penyakit tidak menular (PTM) pada kelompok usia di 30-69 tahun tercatat sebanyak 15 juta. Sebanyak 7,2 juta kematian tersebut diakibatkan konsumsi produk tembakau dan 70%. Kematian tersebut terjadi di Negara berkembang, termasuk Indonesia. WHO juga menyatakan bahwa tembakau merupakan produk yang setiap tahun mengakibatkan lebih dari 7 juta kematian dan kerugian ekonomi sebesar USD 1,4 triliun. Jumlah tersebut dihitung dari biaya perawatan dan hilangnya produktivitas karena kehilangan hari kerja. Menguatkan hal tersebut, data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan tahun 2016 menyatakan bahwa pembiayaan perawatan kesehatan untuk penyakit jantung mencapai Rp 7,4 triliun. Angka itu lebih dari 10% dibanding total iuran BPJS tahun 2016 sebesar Rp 67,4 triliun. “Biaya perawatan penyakit jantung, bukanlah sesuatu yang mudah ditanggung oleh keluarga. Banyak di antara kita menjadi saksi kepala keluarga yang meninggal di usia produktif. Beban yang harus dipikul keluarga karena meninggalnya penyangga ekonomi keluarga, tentu tak terhitung nilainya,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, drg Widyawati. Jumlah perokok di Indonesia berjumlah lebih kurang 90 juta orang. Riset Kesehatan Dasar (2013), seorang perokok di Indonesia rata-rata menghabiskan 12 batang rokok per hari. Apabila diasumsikan rata-rata harga rokok per batang adalah Rp 1.000, maka pengeluaran masyarakat Indonesia untuk membeli rokok mencapai Rp 1,1 triliun per harinya. Kalau besarnya biaya tersebut dibelikan makanan yang baik, mungkin kebutuhan gizi (masyarakat) sudah sangat tercukupi. Selaras dengan hal tersebut, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Konsumsi dan Pengeluaran BPS tahun 2015 mencatat bahwa rata-rata pengeluaran bulanan penduduk termiskin diperuntukkan membeli padi-padian (15,51%) diikuti produk tembakau dan sirih (12,56%). Sementara, untuk telur, susu dan protein lainnya persentasenya sangat kecil, yakni hanya 1,98% saja. Data BPS tersebut menunjukkan bahwa selama setidaknya sepuluh tahun terakhir, pengeluaran untuk rokok mengalahkan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan bahan pangan sumber protein yang bermanfaat bagi peningkatan gizi keluarga. Menilik betapa kebiasaan merokok merugikan kesehatan, terutama kesehatan jantung, dan menambah beban ekonomi keluarga, maka inilah saatnya semua anggota masyarakat untuk bergerak bersama, mencegah anak dan remaja menjadi perokok pemula. Kemudian membantu mereka yang tengah berupaya menghentikan kebiasaan merokok. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: