Begal, Dari Peradaban Jawa Kuno Hingga Legenda Ken Angrok, Begini Kisahnya

Begal, Dari Peradaban Jawa Kuno Hingga Legenda Ken Angrok, Begini Kisahnya

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menginstruksikan seluruh kepala polres di Provinsi Lampung untuk memberantas begal yang meresahkan warga dan para pemudik yang melintasi wilayah Lampung. “Saya minta seluruh kapolres dapat mengatasi kasus pembegalan ini, kalau tidak bisa atasi begal, maka kapolresnya yang saya begal. Paham kan maksud saya?” ujar Tito saat ditemui usai kunjungan ke areal Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Lampung Selatan, Senin (11/6/2018). Baca: Kapolri: Tidak Bisa Atasi Begal, Kapolresnya yang Saya Begal. Paham Maksud Saya Menarik untuk disimak, aksi perampokan, begal, bajak laut, dan tindakan kriminal serupa, ternyata bukanlah fenomena baru dalam sejarah kehidupan manusia. Aksi kejahatan semacam itu bahkan sudah ada sejak beribu-ribu tahun yang lampau. Beberapa naskah mengungkap, pembegalan dan penyamunan pernah terjadi dalam peradaban kuno di kawasan Jawa. Ken Angrok barangkali perampok paling melegenda di Jawa. Sepak terjangnya tidak saja membuat resah masyarakat di wilayah timur Gunung Kawi, tapi juga membuat penguasa di Tumapel hingga Daha kerepotan mengejarnya. Ternyata, banyak aksi bandit yang tercatat dalam berbagai sumber jauh sebelum Ken Angrok lahir pada abad 12 M. Dalam banyak kasus, penguasa tak tinggal diam dengan mengamankan jalan yang menghubungkan antardesa untuk distribusi barang dagangan. Prasasti Mantyasih dari 907 M menceritakan penduduk Desa Kuning ketakutan yang diperkirakan di lokasi itu sering terjadi pembegalan atau perampokan. Lima orang patih pun ditugaskan menjaga keamanan jalan. Ahli efigrafi Boechari dalam “Perbanditan di Dalam Masyarakat Jawa Kuno” menulis perampokan pada saat itu biasanya merajalalela di daerah-daerah terpencil, perbukitan, perhutanan, atau muara sungai yang berdelta. Apalagi jika wilayah itu merupakan jalur perdagangan. Sesuai dengan kondisi Desa Kuning yang berada di lereng Gununug Sindoro-Sumbing. Sepertinya, sejak dulu daerah itu adalah celah kledung yang menghubungkan Kedu dengan Wonosobo. Jalan itu melalui Garung dan Pegunungan Dieng. Jalur ini bisa sampai ke pantai utara Pekalongan, atau ke barat melalui Banjarnegara, masuk daerah Banyumas terus ke Galuh. Kasus perampok lainnya tercatat dalam Prasasti Kaladi (909 M). Pembegalan terjadi terhadap para pedagang dan nelayan yang melewati hutan Aranan. Hutan ini memisahkan Desa Gayam dan Desa Pyapya, yang kini diperkirakan menjadi Desa Pepe di selatan Pulungan, Jawa Timur. Adapun Desa Kaladi kemungkinan daerah di utara pesisir Sidoarjo. Kini, Kaladi bernama Kladi. Usai melakukan aksinya, pembegal masuk hutan Aranan sebelum kembali ke desanya, Mariwung. Supaya penduduk tidak ketakutan, Hutan Aranan dijadikan sawah. Perampok juga digambarkan dalam relief Karmawibhangga di kaki Candi Borobudur. Diceritakan dua penjahat berwajah garang dengan kumis seperti Pak Raden, berbadan kekar, menghunuskan pisau dan senjata panjang. Mereka menyerang beberapa pria yang nampak ketakutan. Salah satu di antaranya terjatuh dengan barang bawaan yang berjatuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: