Sanksi PPDB Terlalu Lemah, Perwali Hanya Memuat 3 Pasal Larangan
CIREBON – Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), tak didukung dengan sanksi yang mumpuni. Hal itu berbuntut pada dipersoalkannya Peraturan Walikota 16/2018 oleh Komisi III DPRD. Dikhawatirkan, lemahnya sanksi ini bakal membuat pelanggaran sulit ditekan. “Sanksi itu perlu, supaya semua ikut aturan,” ujar Ketua Komisi III DPRD, dr Doddy Aryanto, kepada Radar, Senin (11/6). Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 14/2008, Doddy menyebut perwali PPDB tak sejalan. Dalam permendikbud ada pasal sanksi yang jelas dan berjenjang. Pada pasal 26 ayat 1, 2, 3 dan 4 disebutkan kepala daerah bisa memberikan sanksi terkait pelanggaran yang dilakukan dinas pendidikan. Sementara ayat 2 mencantumkan sanksi bagi sekolah yang melanggar aturan. Begitu juga dengan sanksi terhadap komite sekolah dan lainnya. Sementara dalam Perwali 16/2018 Bab VIII Larangan Pasal 25 hanya disebutkan bahwa; 1) Semua pihak wajib menaati cara dan mekanisme penyelenggaraan PPDB sebagiamana diatur dalam Peraturan Wali Kota ini, 2) Sekolah tidak diperbolehkan melakukan pungutan dalam bentuk apapun selama proses PPDB berlangsung, 3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Doddy memandang, pasal sanksi itu perlu ditekankan dan diperkuat. Tujuannya adar tidak ada lagi yang melenceng dari aturan. Dengan tidak adanya sanksi yang jelas, dikhawatirkan membuat pelaksanaan PPDB kembali kisruhan. Pengalaman tahun lalu, banyak siswa migrasi ke SMP favorit karena membuka kran pendaftaran setelah kuota terpenuhi. Hal semacam ini tidak akan terjadi ketika sanksinya diterapkan. \"Ini pekerjaan rumah bagi pemkot,” tegasnya. Pekerjaan rumah lainnya, kata dia, adalah pemerataan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Sehingga pemerataan yang dimaksud tidak sekadar imej. Tetapi tampak nyata. Anggota Komisi III DPRD, Sumardi juga berharap agar sanksi PPDB bisa dibuat lebih tegas dan diterapkan. Sanksi ini sebagai upaya agar semua orang konsekuen dalam mematuhi aturan, terutama aturan rombongan belajar (rombel). \"Kita ingin PPDB ini bisa berjalan lebih konsekuen, dan ini perlu sanksi yang jelas,\" katanya. Diakui Sumardi, selama ini masih ada kesenjangan itu. Sehingga hal ini perlu ditingkatkan secara bertahap. Adanya PPDB dengan sistem zonasi sangat baik dalam memeratakan siswa. Namun belum tentu bisa memeratakan mutu pendidikan. Sebab mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari kualitas siswa secara akdemis. Akan tetapi juga berpengaruh dari sisi sarana prasarana dan juga kualitas tenaga pendidik. \"Ini harus dilakukan bertahap, pemerintah mengadakan zonasi itu tidak ada lagi sekolah unggulan,\" jelas pria yang akrab disapa Pakde itu. Anggota DPRD tiga periode dari Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengakui, disdik menanggung beban berat dalam pemerataan pendidikan. Sebab, dikotomi sekolah favorit dan nonfavorit sudah bertahan bertahun-tahun. Sumardi tak yakin, PPDB tahun ini mulus. Dengan zonasi yang tidak dibarengi dengan perubahan mutu pendidikan, sulit untuk mengubah persepsi orang tua maupun siswa. \"Masih ada kesenjangan. Untuk SMP kan sekarang masih bisa diberikan bantuan APBD. Masalahnya yang SMA repot, bukan ranah kita lagi. Ini juga yang jadi persoalan,” tukasnya. Seperti diketahui, Perwali 16/2018 tentang PPDB tak hanya mengatur mekanisme penerimaan. Di dalamnya juga memuat kuota rombel di setiap sekolah. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: