Pimpinan KPK Terancam Pidana
Sprindik Bocor, Pimpinan Rapat tanpa Abraham JAKARTA - Bocornya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningrum membuat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kelimpungan. Bahkan, guna membahas hal tersebut, pimpinan KPK kemarin langsung mengadakan rapat khusus. Saat dikonfirmasi mengenai isu tersebut, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya baru berkonsentrasi mengenai isu sprindik yang bocor tersebut. Apabila benar, dokumen tersebut merupakan Sprindik, maka bisa diidentifikasikan bahwa di dalam KPK apakah di level pimpinan atau staf telah ada pembocor dokumen. “Kejadian itu bisa masuk pelanggaran kode etik, juga bisa masuk wilayah pidana kalau memang ada kesengajaan agar proses penyelidikan dan penyidikan di KPK terhambat,’’ katanya melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (11/2). Namun saat ditanyakan kejelasan mengenai kebenaran dokumen yang ditengarai sebagai sprindik tersebut, Bambang mengaku baru mempelajari hal itu dari semua informasi yang ada. Pasalnya, ia baru masuk kantor pada hari Senin (11/2) setelah bepergian dari luar negeri sejak beberapa waktu lalu. Karena itu, pihaknya mengaku akan memeriksa dokumen tersebut apakah asli atau palsu. ’’Saya tidak berada di Indonesia sejak Selasa (5/2) malam dan baru masuk kantor lagi hari Senin (11/2) ini. Jadi sekarang sedang pelajari lagi semua info yang ada. Semoga media waspada atas hal seperti ini,’’ ungkapnya. Perlu diketahui, saat ini beredar luas dokumen penetapan status Anas Urbaningrum sebagai tersangka yang dibubuhi tanda tangan ketiga pimpinan, yakni Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja. Dalam dokumen itu, Anas menjadi tersangka terkait penerimaan gratifikasi sebuah mobil Toyota Harrier Nopol B 15 AUD dari dua perusahaan pelaksana proyek Hambalang, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya dalam kasus Hambalang. Selain itu, dalam dokumen tersebut, ditulis pasal yang dikenakan kepada Anas yakni melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU 30/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 (1) ke -1 dengan ancaman 20 tahun penjara. Anas dijadikan tersangka dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR Periode 1999 -2004. Terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan, guna membahas dokumen tersebut, pimpinan sedang melakukan rapat khusus, Senin (11/2). Rapat sendiri, sambungnya, dijadwalkan dimulai pada pukul 14.00 WIB untuk mengetahui apakah dokumen yang beredar luas dan menyebut Anas sudah tersangka itu adalah dokumen KPK atau bukan. Jika memang dokumen tersebut milik KPK, maka tentu pihaknya akan memulai proses investigasi dan akan mengusutnya. ’’Saat ini KPK masih melakukan validasi terhadap dokumen yang berkembang itu. Apakah dari dalam KPK atau dari luar. Bisa juga dokumen itu palsu,’’ ucap Johan Budi. Misalkan dokumen itu benar, Johan menampik jika hal itu adalah sprindik KPK. Pasalnya dalam setiap sprindik KPK, menurutnya disertai nomor surat, ditandatangani satu pimpinan dan selalu diumumkan secara resmi. ’’Jangan disimpulkan dulu ada kebocoran, dokumen itu harus divalidasi dulu,’’ ucapnya berulang-ulang. Menurut Johan, draft sprindik itu sifatnya rahasia dan hanya segelintir pihak yang mengetahui. Sepengetahuannya, sejumlah bagian yang mengetahui soal sprindik hanya diketahui Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan, Deputi Penindakan, Satuan Tugas (Satgas) penyidik yang menangani kasus serta lima pimpinan KPK. ’’Kalau dari hasil validasi itu benar dari dalam, maka akan ada pengusutan apakah ini melanggar kode etik atau tidak. Humas saja tidak dikasih tau soal sprindik,’’ tegasnya. Soal rapat pimpinan itu, mantan wartawan ini menambahkan dihadiri semua unsur pimpinan, kecuali Ketua KPK Abraham Samad yang sedang berada di New Zealand, Australia, untuk menghadiri sebuah undangan. Keberangkatan Abraham, lanjutnya, sejak Minggu (10/2) kemarin dan belum diketahui kapan kembali ke Jakarta. ’’(Rapat) Ini kan menyikapi isu yang mendesak, pasti itu nanti dikasih tahu Pak AS (Abraham Samad) apa itu lewat pesan BBM (Blackberry Messenger) atau lainnya,’’ kata Johan. Lebih lanjut, dari rapat itu, akan disimpulkan apakah dokumen yang beredar luas dan menyebut status Anas Urbaningrum sebagai tersangka merupakan dokumen KPK atau bukan. Jika benar dokumen KPK, maka akan ada proses investigasi. ’’Kalau yang membocorkan pihak lain, maka KPK tidak berkapasitas mengusut orang-orang di luar KPK,’’ jelasnya. Sebelumnya, Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mempertanyakan status Anas sebagai tersangka yang terkesan mendadak tersebut. Pasalnya, jika asal-asalan menetapkan seseorang tanpa alat bukti kuat dan hanya berdasarkan tekanan sejumlah pihak tentu rakyat akan menghukumnya. ’’Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka ya baguslah, tapi kalau asal tanpa alat bukti bisa bahaya,’’ katanya. Untuk menguji keabsahan status tersebut, cara yang termudah yang dapat ditempuh yakni dengan pembuktian di Pengadilan. Namun bagaimanapun, penentuan status Anas tersebut salah momentum. Karena diucapkan setelah Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, artinya langkah SBY kemarin mendapat legitimasi. ’’Kalau memang berniat menetapkan status Anas, bagusnya sebelum pidato Presiden sebelum umroh kemarin. Ada intervensi atau tidak, buktikan saja di Pengadilan,’’ tandasnya. GILIRAN KOMISI X Sementara itu, keterlibatan Komisi X DPR RI dalam proyek pembangunan sport center di Bukit Hambalang, Bogor, tampaknya semakin kentara, Senin (11/2). Tidak heran jika, KPK kembali memeriksa para anggota dewan yang duduk di komisi yang membidangi soal pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan tersebut. Anggota Komisi X yang diperiksa KPK pada Senin (11/2) kemarin antara lain Mantan Ketua Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat, Mahyudin, Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Rully Choirul Azwar, anggota Komisi X PDI Perjuangan, I Wayan Koster serta mantan Anggota Komisi X DPR RI, dari Partai Demokrat, Angelina Sondakh. Namun usai diperiksa KPK, empat dari dua politisi tersebut irit bicara. Mahyudin yang beberapa waktu lalu menanggapi pertanyaan wartawan dengan santai kemarin mendadak enggan memberikan keterangan gamblang. Ia mengaku dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Deddi Kusdinar dan Andi Alfian Mallarangeng. ’’Saya hanya dipanggil sebagai saksi untuk Deddi dan Andi. Tidak ada hal baru,’’ ujarnya singkat sewaktu mendatangi kantor KPK, Senin (11/2). Sementara itu, Angelina Sondakh yang datang ke KPK menggunakan kemeja putih dan celana hitam pun sama sekali bungkam kepada awak media baik sewaktu memasuki lobi KPK ataupun meninggalkan Kantor KPK. Jauh hari sebelum memerika keempat politisi tersebut, KPK juga telah memeriksa sejumlah anggota Komisi X DPR dalam kasus Hambalang. Mereka adalah Gede Pasek Suardika (fraksi Partai Demokrat), Angelina Sondakh (fraksi Partai Demokrat), Kahar Muzakhir (fraksi Partai Golkar) dan Primus Yustisio (fraksi PAN). Hingga pukul 20.30 WIB, Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Rully Choirul Azwar dan anggota Komisi X PDI Perjuangan, I Wayan Koster belum juga selesai diperiksa penyidik di Kantor KPK, Kuningan Jakarta Selatan. ANAS MASIH DITUNGGU Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum masih ditunggu untuk membubuhkan tanda tangannya dalam pakta integritas PD. Hingga kemarin, wakil ketua Majelis Tinggi PD yang dikabarkan sedang sakit itu termasuk yang tercatat belum memberikan persetujuannya atas 10 poin komitmen kader di dalam pakta. ’’Pak Anas belum tanda tangan, tapi itu bukan masalah juga, itu hak dia, yang mau tanda tangan ya silakan,\" ujar anggota Dewan Pembina PD Amir Syamsudin di kompleks parlemen Jakarta kemarin (11/2). Saat itu, mantan sekretaris Dewan Kehormatan PD itu hadir dalam kapasitas sebagai menteri hukum dan HAM untuk menghadiri rapat kerja bersama Komisi III. Meski demikian, dia melanjutkan, kalau pihaknya masih menyimpan keyakinan Anas akan tetap membubuhkan tandatangan nantinya. Menurut dia, hal tersebut hanya karena yang bersangkutan sedang dalam kondisi sakit saat ini. \"Tapi setidaknya, sekarang pengurus inti Demokrat telah tanda tangani pakta, termasuk saya, jadi kita sudah lihat kekompakan dan konsensus pada kader Demokrat,\" imbuhnya. Hingga kemarin, Anas masih dikabarkan sedang dalam kondisi tidak fit. Menurut salah satu sejawatnya yang juga anggota DPR asal Fraksi PD Mirwan Amir, mantan ketua umum PB HMI itu sedang menderita flu. \"Tapi kondisinya sudah agak membaik, hanya butuh istirahat,\" ujar Mirwan yang sempat menjenguk ke Anas di kediamannya Jakarta kemarin. Dengan alasan sakit itu pula lah Anas absen dalam pertemuan Majelis Tinggi dengan DPD-DPD se-Indonesia di Cikeas 10 Februari lalu. Di depan SBY sebagai ketua dan tujuh anggota Majelis Tinggi lainnya, para pimpinan partai di tingkat provinsi itu kesemuanya diminta pula membubuhkan tanda persetujuan untuk menjalankan 10 poin yang diatur di pakta integritas. Di antaranya, terkait komitmen untuk mencegah dan menjauhi tindak kejahatan korupsi atau kejahatan berat lainnya. Termasuk, di dalamnya juga dimasukkan tentang kesediaan mundur dari jabatan di partai jika berstatus tersangka untuk kejahatan korupsi dan jika berstatus terpidana untuk kejahatan berat lainnya. (sar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: