Klaim Maksimal Layani Pasien Miskin

Klaim Maksimal Layani Pasien Miskin

Faktanya, Masih Banyak yang Telantar KEJAKSAN– Rumah sakit swasta di Kota Cirebon bertemu dengan Komisi C DPRD dan Dinas Kesehatan di ruang Griya Sawala DPRD, Senin (11/2). Sulitnya pasien miskin mendapatkan akses di RS swasta, menjadi bahasan utama rapat tersebut. Seluruh RS Swasta kompak mengklaim pelayanan untuk pasien miskin sudah maksimal. Perwakilan RS swasta dan RSUD Gunung Jati hadir dalam kesempatan itu. Rapat dipimpin oleh anggota Komisi C, Taufik Pratidina ST. Saat diajukan pertanyaan yang sama tentang pelayanan terhadap pasien miskin, seluruh RS swasta kompak menyebut sudah maksimal. Perwakilan RS Ciremai dan RS Sumber Kasih mengaku, sudah mengalokasikan sepuluh persen bahkan lebih dari seluruh tempat tidur tidak termasuk intensive care unit (ICU) untuk pasien miskin. Alokasi ini, sesuai aturan dari Dinas Kesehatan Kota Cirebon. Begitupula dengan RS Pelabuhan, RS Putera Bahagia dan RS Budi Luhur, dan RS Muhammadiyah menyatakan hal yang sama. Tidak hanya ruang pasien, termasuk obat generik yang terjangkau harganya, telah disepakati dengan Dinkes Kota Cirebon untuk diberikan kepada pasien tidak mampu. “Tidak ada penelantaran pasien miskin. Semua kami terima dengan baik,” ujar mereka, kompak. Sementara itu, Direktur RSUD Gunung Jati, drg Heru Purwanto mengatakan, di RSUD Gunung Jati sudah ada ruangan rujukan untuk kelas III (pasien tidak mampu) dengan fasilitas maksimal dan air conditioning (AC). “Ruang kelas III kami tambah 52 tempat tidur baru. Ini demi pelayanan terbaik untuk masyarakat miskin,” ucapnya, di hadapan peserta rapat. Selain itu, Heru juga mengklaim RSUD Gunung Jati menerima pasien miskin tanpa surat keterangan tidak mampu (SKTM). Hal ini, sesuai dengan instruksi Wali kota Subardi SPd. Untuk obat, RSUD Gunung Jati memberikan obat generik kepada pasien miskin. Ketua Komisi C, Yuliarso BAE, justru mengungkapkan fakta berlawanan. Menurutnya, di lapangan, dirinya dan anggota dewan lainnya sering mendapatkan keluhan dari masyarakat, tentang pelayanan RS swasta dan RSUD Gunung Jati yang tidak maksimal. Karena itu, ke depan seluruh RS yang ada di Kota Cirebon, harus memberikan hak kesehatan warga negara, meskipun warga miskin. “Pelayanan harus maksimal. Pasien SKTM, Jamkesda, Jamkesmas, atau KCMS, semuanya tidak mampu. Mohon mereka diterima di RS Swasta,” pintanya. Anggota komisi C, Sumardi menambahkan, laporan dari RS swasta dan RSUD Gunung Jati berbeda dengan fakta di lapangan. Sebab, dia sering menerima aduan dan fakta sulitnya warga miskin mendapatkan pelayanan RS swasta. Dari 350 ribu penduduk Kota Cirebon, separuhnya miskin. 80 persen dari warga miskin, tidak mengetahui RS swasta bisa menerima SKTM, jamkesda, jamkesmas, maupun KCMS. “Terpenting, kerja RS swasta dan RSUD Gunung Jati profesional dengan pelayanan maksimal. Pasien miskin jangan dipersulit,” ucapnya, diaimini oleh Anggota Komisi C lainnya, Taufik Pratidina. Wakil Ketua Komisi C, Andi Riyanto Lie meminta, RS swasta jangan hanya mengejar keuntungan. Harus ada fungsi sosial seperti diamanatkan dalam undang-undang kesehatan. Andi berharap, jangan sampai terjadi lagi nyawa melayang karena dipersulit sebab pasien miskin. “Kita fokus di ICU. Jangan sampai pasien meninggal karena ICU disebut penuh. padahal tidak mau menerima karena pasien miskin,” pesannya. Karena itu, Andi meminta adanya sanksi tegas dan pengawasan ketat dari dinkes. Tujuannya, agar tidak terjadi lagi pasien miskin ditolak. “Kalau ada rumah sakit menolak pasien miskin, beri sanksi. Buat MoU (Memorandum of Understanding) tentang itu. Dinkes memiliki pengawasan melekat dalam hal ini,” tukasnya. Kepala Seksi Jaminan Kesehatan Bidang Jamsarkas Dinkes Kota Cirebon, Narliani menjelaskan, pihaknya sudah mengadakan MoU atau kesepakatan tertulis dengan seluruh rumah sakit terkait standar pelayanan dan obat-obatan yang digunakan. Meskipun ada beberapa kendala teknis dengan rumah sakit swasta, dinkes akan mencarikan solusinya. “Itu bisa diatasi,” tegasnya. Berdasarkan data dinkes, saat ini ada 91.600 jamkesmas dan 66.536 KCMS. Dari dua data itu, kata perempuan yang akrab disapa Neneng ini, 50,3 persen datanya sama. Sementara, sisa KCMS 49,7 persen yang belum ter-cover, akan di-cover dari jamkesda. Di samping itu, data SKTM tahun 2009 sejumlah 80,290. saat ini, dinkes belum mengetahui persis data SKTM terbaru. Sebab, saat ini data SKTM berada di bawah kendali Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (dinsosnakertrans). (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: