Hal-hal Kecil yang Menjadikan Rusia Bangsa Besar

Hal-hal Kecil yang Menjadikan Rusia Bangsa Besar

SETELAH Moskow dan Nizhny Novgorod, Kazan adalah kota tuan rumah Piala Dunia 2018 ketiga yang saya kunjungi. Setiap kota punya karakter sendiri-sendiri. Moskow? Sibuk. Layaknya ibukota-ibukota negara besar pada umumnya. Nizhny jauh lebih tenang. Denyut kehidupan di bekas kota tertutup yang belum genap tiga dekade menerima kunjungan tamu dari luar Rusia itu relatif santai. Saat kali pertama menginjakkan kaki di Kazan pada Jumat sore (29/6), saya punya good feeling terhadap kota ini. Bandaranya tidak terlalu besar. Rapi dan bersih. Jalanan menuju pusat kota juga mulus. Lalu-lintasnya masih bisa ditoleransi. Tidak sangat padat. Ada sedikit kemacetan di beberapa titik karena saat itu bertepatan dengan jam pulang kerja dan akhir pekan pula. Saya masih bisa menikmati suasana di kanan dan kiri jalan. Kazan berpenduduk sekitar 1,2 juta. Ibukota Republik Tatarstan itu adalah kota dengan populasi terbesar keenam di Rusia. Nuansa Islam sangat kuat di kota ini. Separo warga Kazan adalah muslim. Banyak masjid dan restoran dengan menu halal. Ikon Islam paling populer di Kazan adalah Masjid Kul Sharif. Masjid itu bersanding dengan gereja katedral di dalam kompleks Kremlin Kazan. Situasi yang menggambarkan harmonisnya kehidupan religius warga Kazan. \'\'Saya muslim. Kami hidup berdampingan dengan warga beragama lain. Tidak ada masalah,\'\' kata Bulat, sopir taksi yang menjemput saya dari bandara. Meski badannya nggak ada bulat-bulatnya sama sekali. Setelah tiga hari di Kazan, saya semakin nyaman. Warganya ramah-ramah. Entah berapa kali mereka dengan spontan menyapa saat berpapasan di jalan. Kebanyakan menanyakan asal negara dan tim apa yang didukung selama Piala Dunia 2018. Begitu tahu saya dari Indonesia, tidak semuanya ngeh. Mayoritas mengira saya datang dari negara Amerika Selatan. Ada juga yang nyaris benar dengan menyebut Malaysia. Bisa jadi hal itu hanya basa-basi. Tapi, saya meyakini itu adalah salah satu kultur warga Kazan. Akrab. Menerima pendatang dengan tangan terbuka. Tidak ada tatapan penuh curiga dari mata mereka.           Kenyamanan juga dirasakan ribuan suporter dari negara peserta Piala Dunia 2018. Ratusan fans Argentina masih bertahan di Kazan meski tim kesayangannya sudah disingkirkan Prancis akhir pekan lalu (30/1). Begitu juga pendukung dari negara-negara lain yang pernah bermain di Kazan. Timnas Jepang juga memilih kota ini sebagai tempat tinggal dan berlatih. Saya melihat banyak teladan dari warga Kazan. Soal menyeberang jalan, misalnya. Meski lebar jalan hanya 2,5 meter, tetap harus menunggu lampu hijau. Padahal, tidak ada mobil yang melintas. Kalau mau, tinggal melangkah saja juga bisa. Insya Allah nggak ada yang nabrak juga. Tapi, Anda akan menjadi pusat perhatian pengguna jalan yang lain. Malu, tahu! Pun demikian di persimpangan jalan yang tidak ada traffic light-nya. Begitu melihat ada yang mau menyeberang, pengendara mobil mengalah. Menghentikan kendaraannya untuk memberi kesempatan pejalan kaki menyeberang. Sesederhana itu. Teladan lain saya lihat di arena FIFA Fan Fest. Puluhan ribu orang datang untuk nonton bareng. Tapi, tidak ada sampah berserakan di sembarang tempat. Imbauan membuang sampah pada tempatnya benar-benar dipatuhi. Mereka tidak tergoda untuk membuang botol dengan pura-pura menjatuhkannya di tanah. Toh, tidak akan ketahuan karena ada puluhan ribu orang di sana. Ketika babak pertama selesai, tiba-tiba ada rombongan besar yang serentak menuju salah satu sudut Fan Fest. Ratusan orang, bergerak berbarengan. Penasaran dong saya, apa yang membuat mereka berbondong-bondong menuju suatu tempat. Jangan-jangan ada pembagian nasi bungkus gratis, hehe. Eh, rupanya mereka menuju smoking area! Tempat merokok. Lokasinya dikelilingi kain penutup. Mungkin agar tidak dicontoh oleh anak-anak kecil di sana. Para penonton Fan Fest masuk ke area tersebut dengan tertib. Setelah menunaikan hajatnya, ratusan orang itu balik ke depan layar raksasa untuk menikmati pertandingan. Saya yakin budaya baik itu tidak lahir dengan sendirinya. Selain tumbuh dari kesadaran dan rasa malu warga, peran pemerintah tidak kalah penting. Rusia menciptakan sistem yang membuat rakyatnya hidup lebih beradab. Setiap kali mengagumi kehebatan negara lain, saya lantas teringat dengan Indonesia. Bisakah kita seperti mereka? Jawabannya harus bisa. Meski entah kapan. (candra wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: