Hanya 2 yang PNS, 20 Dokter RSUD Linggarjati Berstatus PTT
KUNINGAN - Tingginya honorarium non PNS di lingkungan RSUD Linggarjati Kabupaten Kuningan, memang tak ditampik pihak rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut. Bahkan pengelola rumah sakit pelat merah itu mengakui kekurangan pegawai PNS sehingga berdampak pada belanja pegawai non PNS yang tinggi. Dari total ratusan pegawai RSUD Linggarjati, hanya ada 70 pegawai yang berstatus PNS. Sisanya honorer dan pegawai tidak tetap (PTT) mayoritas perawat yang terpaksa diangkat lantaran pihak rumah sakit membutuhkannya. Minimnya jumlah PNS berimbas terhadap pengeluaran untuk gaji pegawai. Manajemen RSUD Linggarjati terpaksa harus mengeluarkan anggaran lumayan besar untuk gaji pegawai non PNS. Seandaianya saja pemerintah mendistribusikan PNS dalam jumlah maksimal ke RSUD Linggarjati, tentu manajamen tidak akan kelimpungan dalam membayar gaji pegawainya. “Memang kenyataan itu betul, karena PNS yang ada di Rumah Sakit Linggarjati hanya 70 orang. Itu pun belum dikurangi jumlah pegawai yang menjabat sebagai pejabat struktural,” papar Kabag Umum dan Keuangan RSUD Linggarjati dr H Krisyudi. Padahal status rumah sakit ini C atau hanya berada satu tingkat di bawah RSUD 45. Seharusnya, kata Krisyudi, jumlah PNS di rumah sakit ini jauh lebih banyak ketimbang non PNS. Tapi kenyataannya, PNS yang ada masih jauh dari kesan cukup. Kondisi jumlah tenaga pegawai PNS yang hanya 70 orang itu belum sesuai dengan standar Permenkes tentang jumlah pegawai. Itu pun yang Pegawai Tidak Tetap (PTT) sisa-sisa dari zaman dulu. “Sehingga untuk melengkapi pelayanan terhadap pasien, maka dibutuhkanlah tenaga-tenaga paramedis. Dengan jumlah itu pun ya mungkin masih kurang, ya kalau bisa harus ada pemerataan lagi terkait dengan jumlah pegawai. Dokter di kita PNS hanya dua orang yaitu dokter spesialis radiologi dan dokter spesialis kandungan, dan dokter umum tidak ada yang PNS,” jelasnya. Disebutkan, dari jumlah sebanyak 13 orang dokter itu semuanya adalah tenaga PTT. Sementara untuk dokter spesialis dari 9 orang, sebanyak 7 dokter adalah tenaga PTT. “Yang penting kita meningkatkan pelayanan terhadap pasien. Alhamdulillah walaupun jumlah dokter spesialis dari tenaga PTT lebih banyak, pelayanan bisa maksimal dari jam 08.00 WIB pagi sudah ada pelayanan dengan adanya tenaga PTT,” ungkapnya. Pihaknya mengaku, pelayanan terhadap pasien menjadi prioritas utama tanpa membedakan apakah itu pasien umum atau pasien BPJS. Sebab, semua ruangan di RSUD Linggarjati adalah kelas 3 dan diutamakan pasien BPJS. “Jadi rata-rata kita kunjungan itu paling banyak BPJS, kita tidak membeda-bedakan pasien umum atau pasien BPJS karena semuanya sama. Kita juga sangat membuka pintu lebar-lebar jika ada pegawai PNS apakah itu dokter, perawat atau paramedis lainnya yang berkenan untuk bersama kami di RSUD Linggarjati. Sebab perawat jaga di kita itu hanya 2 orang dari idealnya 4 orang, sementara untuk bidan di kita sudah terlalu banyak,” kata Krisyudi. Disinggung soal regulasi tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dirinya mengaku, bahwa tahun depan akan segera diproses. “Tahun depan kita akan proses untuk melangkah menjadi BLUD. Tahun ini kita tengah fokus untuk akreditasi terlebih dahulu, langkah awal kita ya harus terakreditasi terlebih dahulu. Setelah terakreditasi baru kita akan jadi rumah sakit BLUD,” terangnya. Sementara itu, pengamat kebijakan publik Boy Sandi menilai, bahwa paling penting dari sebuah rumah sakit adalah pelayanan prima. Soal komposisi jumlah pegawai apakah itu PNS, PTT atau lainnya mungkin publik tidak terlalu hirau. “Sebab yang paling penting bagi masyarakat itu, ketika datang ke rumah sakit dapat langsung terlayani dengan baik. Perlu diingat juga, bagi saya tidak lucu ketika rumah sakit misalkan pendapatan besar, terus ada apresiasi yang berlebihan, saya kira enggak bagus juga, karena kalau pendapatan besar logika saya berarti banyak orang yang sakit dong. Harusnya kan pemerintah juga berupaya agar derajat kesehatan itu meningkat,” katanya. Dirinya juga menilai bahwa pelayanan di RSUD Linggarjati sudah terbilang baik. Justru kalau bisa, dokter spesialis di sana itu ditambah. “Ini agar pasien yang akan berobat itu segera mendapat penanganan, tidak mengantre terlalu lama karena dokternya kurang. Harapan saya mudah-mudahan pemerintah daerah bisa mencarikan solusi supaya dokter-dokter spesialis itu kalau bisa jangan 1 dokter, bisa 2 atau lebih lah dokternya,” pungkasnya. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: