Banyak Subkon Awal Masalah DAK Rp 96 M
CIREBON - Proyek fisik Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 96 miliar di Kota Cirebon menyisakan permasalahan. Hasil pekerjaan yang tidak memenuhi spesifikasi diduga dari banyaknya subkontraktor yang turut mengerjakan. Ketua Gabungan Gerakan Pelaksana Kontruksi Nasional (Gapeksinas) Kota Cirebon, Den Jaya mengatakan, banyaknya subkontraktor yang terlibat dalam suatu proyek pekerjaan akan mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan. Hal ini yang memunculkan permasalahan, dan pada akhirnya dibawa ke meja hijau oleh kontraktor. Penilaian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cirebon mengenai pekerjaan fisik DAK yang tidak sesuai spesifikasi. Dinilai sangat rasional. Di mana kontraktor pertama menjualnya ke kontraktor lain. Hal ini membuat subkontraktor mengerjakannya dengan dana minim. \"Kalau sudah sampai ke tangan ke tiga, ya itu sudah rusak hasil pekerjaanya,\" ujar Den Jaya, kepada Radar, Selasa (24/7). Dia membeirkan gambaran, misalnya dana tinggal 60 persen kemudian kontraktor menjual lagi proyek tersebut. Sementara minimal pekerjaan harus bagus. Subkontraktor yang terakhir tentu saja tidak mau rugi. Pekerjaan pun digelar dengan dana yang minim. \"Saya nggak ikut. Saya baru jadi ketua tahun ini,\" tuturnya. Dia pun berharap ke depan antara pemerintah daerah dan asosiasi jasa konstruksi harus punya komitmen. Semua proyek harus dibicarakan dengan asosiasi. Siapapun yang mendapat proyek itu harus dipertanggungjawabkan. \"Ini uang negara, jangan asal-asalan,\" tegasnya. Den Jaya menambahkan, seharusnya Kota Cirebon dengan luas wilayah yang kecil ini, sudah memiliki hasil pekerjaan yang mewah dari hasil pembangunan. Apalagi guyuran DAK sampai Rp96 miliar. Tapi kenyataannya, trotoar malah tidak bisa difungsikan dengan baik. Begitu juga hasil pekerjaan lainnya. “Ini pengusahanya yang salah. Dicoret saja jangan dipakai lagi,\" ujarnya. Persoalan DAK Rp 96 miliar yang digugat oleh tiga kontraktor karena mereka menuntut sisa pembayaran. Dalam sidang juga terungkap, ada 22 subkontraktor yang melakukan intervensi. Salah satu subkontraktor, Makmuri menghadiri sidang tersebut. Menurut Makmuri, kebanyakan subkontraktor ini adalah peroangan. Mereka tidak memiliki CV maupun PT. Total pekerjaan yang ditangani Makmuri memiliki sebesar Rp 400 juta. Ada puluhan subkontraktor lain yang bernasib sama. “Nilainya beda-beda. Rata-rata baru dibayar 10-20 persen,” katanya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: