Warga Perkotaan Tak Bisa Amati Hujan Meteor
SEJUMLAH komunitas astronomi di Indonesia antusias menyambut gerhana bulan total (GBT) yang terjadi Sabtu dini hari (28/7). Pemikatnya adalah fase gerhana total dari GBT kali ini berdurasi 103 menit. Tepatnya 1 jam 42 menit 57 detik. Di antara komunitas astronomi yang bersiap menyambut GBT adalah Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ). Koordinator Kegiatan HAAJ Muhammad Rayhan mengatakan mereka bekerjasama dengan Planetarium Jakarta untuk pengamatan GBT. Kegiatan dimulai Jumat malam (27/7) pukul 23.00 WIB. Rayhan mengatakan sampai kemarin (26/7) pagi sekitar pukul 08.00 sudah ada 600 pendaftar peserta pengamatan bareng GBT “Micro-Blood Moon”. “Perkiraan saya saat pelaksanaan nanti ada seribu peserta lebih,\" katanya, kemarin. Untuk pelaksanaan pengamatan, akan disiapkan sebelas unit teleskop portabel. Tujuh untuk umum dan empat lainnya untuk undangan. Pengamatan tak menggunakan teleskop besar yang terpasang di atas planetarium. Rayhan mengatakan karena ada potensi peserta yang mencapai ribuan, pengamatan dilakukan di pelataran planetarium. Pengamatan dilakukan sampai pagi. Biasanya banyak yang pengunjung bawa makanan ringan sendiri. \"Saya tidak tahu apakah ada juga yang sampai pasang tenda,\" jelasnya. Menurut Rayhan, GBT 28 Juli dini hari nanti cukup spesial. Sebab ada tiga fenomena angkasa yang bisa diamati. Selain fenomena GBT dengan durasi yang lama, juga ada kemunculan planet Mars dengan tingkat kecemerlangan tertinggi sejak 2003. Pada saat GBT nanti posisi Mars ada berada di samping kiri bulan. Pada saat itu Mars dalam keadaan purnama dan akan terlihat seperti bintang yang sangat cerah. Selain itu juga ada fenomena langit hujan meteor. Ada beberapa titik pancar hujan meteor pada saat itu. Di antaranya yang mengalami puncak adalah Southern Delta Aquarids. Dengan jumlah meteor 20 meteor/jam. Selain itu juga ada Piscis Austrinos yang berjumlah 5 meteor/jam. \"Tiga fenomena yang terjadi dalam satu malam ini pasti membuat animo masyarakat meningkat,\" jelas Rayhan. Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan pada prinsipnya hujan meteor bisa diamati dengan mata telanjang. Selama tidak ada polusi cahaya yang bisa membuat penampakan meteor dari bumi tidak terlihat. “Untuk hujan meteor mungkin tidak bisa diamati dari tengah kota,\" katanya. Kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya tingkat polusi cahayanya sudah sangat tinggi, meskipun di tengah malam. Untuk bisa mengamati hujan meteor, bisa dilakukan di pedesaan atau kawasan yang minim polusi udara. Sebagai informasi GBT 28 Juli nanti menjadi yang terlama di abad ini. Sebab kali terakhir GBT dengan durasi lebih dari 103 menit terjadi pada 16 Juli 2000 lalu (durasi 106 menit). (wan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: