Intervensi Salah Sasaran, Mandor Borong Baiknya Ajukan Gugatan Sendiri
CIREBON – Tak ada istilah sub kontraktor. Rekanan pemenang tender ini tidak lebih dari hubungan bisnis di bawah tangan. Ini menjadi dasar dari putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cirebon. Intervensi yang diajukan sub kontraktor seolah salah sasaran. Sebab, mereka tidak berhubungan langsung dengan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Belakangan istilah sub kontraktor ini juga diralat menjadi mandor borong. Banyak dari rekanan ini yang tak punya ”bekal” surat perintah kerja. Kepala Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sekretariat Daerah (Setda), Chandra Bima Permana, tak kaget dengan putusan sela gugatan sisa pembayaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 96 miliar. Secara khusus ia memang tak mau mengomentari hasil putusan itu. \"Itu kan sudah masuk materi putusan, dan kita tidak mengetahui itu,\" ucap Chandar, kepada Radar, Kamis (2/8). Penolakan itu, kata Chandra, memang berdasar. Pemkot dalam hal ini DPUPR, tidak ada ikatan dengan sub kontraktor. Pemkot hanya berhubungan dengan tiga pemenang tender. \"Kami tidak tau kenapa bisa ada sub kontraktor, saya kan tidak ada di dalamnya,\" tukasnya. Putusan ini memang memupus harapan 48 mandor borong untuk dapat pembayaran atas hasil kerja mereka. Maksud mereka mengajukan intervensi sebatas mendapatkan kepastian pembayaran. Jika intervensi itu diterima dan penggugat menang, sub kontraktor tak perlu repot-repot menagih. Sebab, mereka akan disertakan dalam proses pembayaran. Kuasa Hukum Mandor Borong, Titin Prialianti mengaku belum menentukan langkah lanjutan. Apakah akan berlanjut di tahap berikutnya, atau mengajukan gugatan dengan materi lain. Intervensi sebatas bentuk pengawasan pada proses persidangan. “Terus terang para mandor borong khawatir kalau gugatan dimenangkan, mereka tidak mendapatkan bayaran,” katanya. Majelis hakim sendiri menyarankan agar sub kontraktor mengajukan gugatan sendiri ke PN Cirebon. Sebab urusan mereka adalah murni perjanjian bisnis dengan pemenang lelang. Urusan penagihan dan lain halnya, menjadi ”kompromi” antar badan usaha. Sebagaimana diketahui, gugatan dilayangkan oleh tiga kontraktor yakni PT Mustika Mirah Makmur, PT Ratu Karya dan PT Sentra Multikarya Infrastruktur kepada Pemerintah Kota Cirebon. Tiga perusahaan ini menuntut sisa pembayaran 50 persen hasil pekerjaan DAK Rp 96 miliar. Dari informasi yang dihimpun Radar Cirebon, proyek ini melibatkan 48 sub kontraktor. Di antara mereka ada juga yang perseorangan. Tetapi ada juga yang mengantongi Surat Perjanjian Kontrak (SPK). Megaproyek infrastruktur ini juga melibatkan 11 suplier. Ada yang perusahaan lokal. Ada juga yang dari Jakarta. Kebanyakan suplier ini juga belum terima bayaran. Bedanya, suplier ini menjalin kerja sama dengan kontraktor utama. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: