4.800 TKI Kuningan Bermasalah
Dinsosnaker Gulirkan Program Bantuan UEP KADUGEDE - Kemiskinan tampaknya masih menjadi tugas berat Pemerintah Kabupaten Kuningan. Akibat kemiskinan, masyarakat berbondong-bondong mencari pekerjaan di negeri orang dengan status sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tak terkecuali masyarakat miskin di Kabupaten Kuningan. Menyedihkannya lagi, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) mencatat ada 4.800 TKI asal Kuningan yang bermasalah. Persoalan TKI tersebut diungkapkan Kepala Dinsosnaker, Drs Dian Rahmat Yanuar MSi pada kegiatan Bimbingan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi pekerja migran tahun 2010, di Aula Balai Desa Babatan, Kecamatan Kadugede, Jumat (17/9). Menurut Dian, jumlah besar TKI bermasalah itu mayoritas berangkat tanpa sepengetahuan pemerintah daerah. Mereka hanya mengikuti sponsor, atau perusahaan jasa penyalur tenaga kerja ilegal. Sehingga ketika sudah bekerja menjadi masalah. Mulai mengalami tindak kekerasan dari majikan, penganiayaan, gaji tidak dibayar atau tidak menerima gaji sesuai dengan kontrak kerja, pemerasan sampai pelecehan seksual. ”Kalau prosedur awal berangkat sudah salah, maka masalah sudah pasti menanti di depan mata,” tandas Dian, didampingi Kabid Sosial Iis Santosa. Oleh karena itu, Ia meminta masyarakat Kuningan yang berniat menjadi TKI untuk terlebih dulu mendaftarkan ke Dinsosnaker. Sebab, Ia mengetahui sekali mana perusahaan jasa TKI nakal dan tidak nakal. Jauh dari itu, ketika ada masalah pemerintah daerah bisa membantu karena data TKI tercatat oleh Dinsosnaker. Dibeberkan Dian, TKI di Asia didominasi dari Indonesia. Menyusul Filifina, Bangladesh dan Thailand. Bahkan Singapura dan Hongkong lebih menyukai tenaga migran Indonesia karena TKI dinilai tidak pernah rewel. Kendatipun digaji di bawah UMK (upah minimum kerja) tidak pernah protes. ”Selain itu, TKI jarang berketerampilan. TKI bekerja dinegeri orang hanya berbekal ingin mencari uang,” tukas dia. Karena itupula, pihaknya secara bertahap akan memberikan bantuan UEP bagi TKI bermasalah. Tahun 2010 ini, baru bisa teralokasikan untuk 30 TKI asal Desa Babatan, Kadugede dan Cilayung. Jumlah TKI itu mayoritas pernah bekerja sekaligus bermasalah di Saudi Arabia dan Malaysia. Dijelaskannya, pemberian modal usaha bagi eks pekerja migran merupakan rangkaian dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Antara lain penjajakan lokasi, seleksi dan identifikasi, bimbingan sosial dan pemberian bantuan stimulant. Ini dimaksudkan agar tercapai hasil yang lebih maksimal. ”Ini untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, sehingga potensi masyarakat bisa berjalan secara dinamis,” papar Dian. Lebih khusus lagi, bantuan UEP bagi pekerja migran ini diharapkan bisa meningkatkan perilaku kebersamaan, kesetiakawanan dan kepedulian sosial di kalangan masyarakat. Kemudian meningkatnya keterampilan dalam usaha, sehingga mau dan mampu melaksanakan peran dan fungsi sosial sekaligus berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. ”Dengan begitu, terwujud kemandirian dan kewirausahaan dalam diri pekerja migran guna menciptakan lapangan usaha yang lebih bermanfaat untuk kelangsungan hidup keluarga yang layak,” pungkasnya. (tat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: