Ahmad Soebardjo dan Iingar Bingar Proklamasi

Ahmad Soebardjo dan Iingar Bingar Proklamasi

NAMANYA tidak sepopuler sang Proklamator Ir Soekarno dan Drs Moh Hatta. Namun perananya dalam revolusi nasional yang menghantarkan bangsa Indonesia sugguh luar biasa besar. Dapat dikatakan tokoh ini adalah salah satu kunci keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Tokoh itu adalah Mr Ahmad Soebardjo. Bungsu dari empat bersaudara pasangan Teungku Yusuf dan Wardinah ini lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 dengan nama kecil Abdul Manaf. Lahir dan dibesarkan dari golongan bangsawan membuat Ahmad Soebardjo mudah menikmati fasilitas pendidikan yang disediakan pemerintah Kolonial Belanda saat itu, Pendidikan Soebardjo diawali di sekolah rendah Eropa III, tetapi tidak begitu lama Soebardjo pindah ke sekolah rendah pertama B (ELS). Untuk melanjutkan sekolahnya, Soebardjo masuk ke sekolah Raja Willem III (KW III). Menurut Soebardjo, dari semua mata pelajaran yang diterima di KW III (HBS), mata pelajaran yang diminatinya  adalah musik dan sejarah umum yang paling menarik untuk dikaji, karena  dapat meluaskan wawasan pemikiran tentang perjuangan bangsa-bangsa di dunia dalam menggapai kemerdekaan, termasuk di dalamnya perjuang kemerdekaan Belanda dari Spanyol. Setelah tamat dari HBS di tahun 1919 Soebardjo melanjutkan pelajaran ke negeri Belanda pada bidang Hukum Internasional di Universitas Leiden, pengalamannya belajar ilmu hukum di negeri Belanda membawa dirinya untuk memikirkan keselamatan serta mengangkat Bangsa Indonesia. Ia mulai aktif dalam organisasi Indische Vereeniging dan dapat memangku jabatan sebagai ketua untuk periode 1919-1921. Ia juga aktif mengikuti gerakan mahasiswa Indonesia di Eropa, yang menyuarakan  propaganda untuk kemerdekaan Indonesia di Brussel dan Frangkurt. Kembali ketanah air, Ahmad Soebardjo bekerja sebagai pimpinan Kantor Penelitian (Biro Research) pada angkatan laut dibawah Laksamana Meda pada tahun 1943. tugas yang diberikan oleh Tadashi Maeda, yaitu melakukan perjalanan keliling pulau Jawa. Tugas tersebut tidak disiasiakan Soebardjo. Dari perjalannya itu ia dapat memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai keadaan kehidupan rakyat yang  dihadapkan pada kebijakan sewenang-wenang dalam hal penagihan hasil tanaman dan juga paksaan dalam mengambil tenaga laki-laki demi tujuan militer Jepang. Soebardjo memberikan laporan mengenai ke biadaban tentara Jepang itu kepada Laksamana Maeda, laporan Soebardjo itu efektif membuat bangsa Indonesia terbebas dari kesewenang-wenangan Jepang, karena di tindak lanjuti oleh Maeda untuk mencegah sikap benci dari rakyat Indonesia terhadap Jepang, yang kala itu posisinya mulai terjepit oleh sekutu. Ahmad Soebardjo juga aktif menyuarakan kemerdekaan Indonesia atas Jepang. Terpojoknya Jepang oleh sekutu, membuat Perdana Menteri Jepang Jenderal Koiso Kuniaki Pada tanggal 7 September 1944 di depan parlemen Jepang mengumumkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diakui  kelak kemudian hari. Oleh Laksamana Maeda, Ahmad Soebardjo diberikan kepercayaan untuk mengelola Asrama Indonesia Merdeka  yaitu wadah pendidikan untuk para pemuda Indonesia. Hal ini membuat Soebardjo dekat dengan golongan muda dan golongan tua. Soebardjo juga terpilih sebagai Anggota BPUPKI dan menjadi salah satu Anggota Panitia Sembilan yang bertugas menyusun rancangan undang-undang dasar dan dasar negara yang akan digunakan sesudah kemerdekaan dicapai. Dalam sidang BPUPKI Soebardjo mengusulkan dua gagasan penting untuk dicantumkan pada teks pembukaan UUD, yaitu gagasan yang diambil dalam penentuan nasib sendiri dan menentang Imperialisme. Kedua gagasan dari Ahmad Soebardjo tercantum dalam paragraf pertama pembukaan UUD 1945. Silang pendapat antara golongan muda dan golongan tua tentang kekalahan Jepang pada sekutu dan upaya segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yang tidak menemui titik temu berujung pada peristiwa Rengas dengklok tanggal 16 agustus 1945. Dengan tangan dinginnya ahmad soebardjo Berhasil metengahi konflik tersebu dengan meyakinkan golongan pemuda, bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keeseokan harinya (17 agustus 1945). Setelah peristiwa rengasdengklok dapat diatasi, dini hari tanggal 17 Agustus 1945  Ahmad Soebardjo mengarahkan  Sukarno dan, Hatta, menuju rumah Laksamana Maeda, disana telah menanti para tokoh pejuang lainnya untuk merumuskan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Naskah itu akhirnya dirumuskan  oleh tiga orang, yaitu Bung Karno, Bung Hatta, dan Mr Ahmad Soebardjo. Sumbangsih pemikiran Ahmad Soebarjo tercantum dalam alenia kedua proklamsi kemerdekaan Indonesia. Rapat perumusan proklamasi  di Jalan Imam Bonjol 1  berahir pukul 06.00 tanggal 17 Agustus 1945 dan salah satu hasilnya adalah Naskah Proklamsi yang diketik rapih oleh Sayuti Melik dan ditandatangai Sukarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Sebelum bubar kekediaman masing-masing Bung  Karno yang meminta agar peserta rapat untuk kembali ke Jalan Pegangsaan Timur 59 untuk membacakan Naskah Proklamasi. Tepat pukul 10.00 naskah proklamsi dibacakan oleh Ir Sukarno didampingi Drs. Moh Hatta, dihalaman rumah Ir Sukarno Jalan Pegangsaan Timur 59 di hadiri oleh sebagian besar tokoh pergerakan nasional. Namun ada pemandangan yang janggal dalam peristiwa bersejarah tersebut, yakni tidak terlihatnya Mr Ahmad Soebardjo. Gerangan apa yang menyebabkan seorang Ahmad Soebardjo tidak terlihat hadir? Padahal ia terlibat dalam Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI). Dia juga membawa Sukarno dan Hatta yang diculik pemuda Wikana dan Sukarni ke Rengasdengklok. Dia juga yang paling sibuk menjelang detik-detik kemerdekaan. Kenapa dia memilih tidak menyaksikan momen paling bersejarah, pembacaan naskah proklamasi? Kecewa kah ia karena tidak turut menandatangani naskah proklamasi yang telah dirumuskan bersama kedua sahabatnya? Jawabannya tentu tidak, seorang negarawan besar tidak akan menentang hasil proses demokrasi apa lagi yang berkaitan dengan nasib bangsa. Sejumlah sejarawan menafsirkan, ketidakhadiran Soebardjo itu sebagai bentuk keikhlasan seorang negarawan sejati yang berjuang tanpa pamrih berbakti untuk negeri. Soebardjo sosok senyap dalam hingar bingar proklamasi. (*) *Penulis adalah Guru MA Al-Adzkar Gunung Jati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: