PKL Jualan di Trotoar, Denda Rp 500 Ribu
CIREBON - Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disdagkop-UKM) Kota Cirebon memiliki pekerjaan besar. Setelah menyelesaikan perbaikan selter, kini harus berhadapan dengan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Cipto Mangunkusumo. Dari beberapa pedagang yang ditemui Radar Cirebon, mereka terkesan ogah-ogahan. Belum rela untuk pindah dari lapaknya yang didirikan di trotoar. Kepala Bidang Koperasi dan UMKM, Saefudin Jupri mengatakan, keberadaan selter merupakan tanggung jawab pemerintah untuk membuat kantung-kantung pedagang kaki lima. Terutama di jalur protokol yang sudah ditetapkan SK Walikota menjadi kawasan bebas PKL. \"Untuk pemindahan itu kan kita nunggu dulu sampai perbaikannya selesai. Tapi kita sudah rapat. Pekerjaan beres, pedagang kita sosialisasi,\" ujar Jupri, kepada Radar, Jumat (28/9). Meski berhadapan dengan keengganan pedagang, Jupri yakin, melalui komunikasi yang dibangun, pedagang akhirnya akan pindah. Selter PKL Jl Cipto Mk sendiri telah menghabiskan dana setidaknya Rp 700 juta. Kemudian dipoles dengan dana corporate social responsibility (CSR). Dengan harapan selter nyaman untuk pedagang maupun pembeli. “Sudah ada toilet, musala. Pedagang nanti tinggal pindah,” tuturnya. Kapasitas selter di samping Bank Bukopin ini sekitar 70 pedagang. Setelah selter beroperasi, diharapkan Jl Cipto Mk bersih dari PKL. Apalagi saat ini sudah ada Surat Keputusan (SK) Walikota mengenai ketetapan tujuh kawasan bebas PKL. Di mana Jl Cipto Mk masuk dalam salah satunya. Penerapan dari SK itu nanti bergantung dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Sebab sekarang ini sudah ada peraturan walikota, SK yang menindaklanjuti peraturan daerah. Di tempat terpisah, Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP, Yuki Maulana Hidayat menjelaskan, ada perubahan cara dalam penanganan PKL. Dari penindakan menjadi penataan. Tetapi untuk wilayah yang memang dilarang dalam SK maupun perwali, direncanakan penegakkan yustisi oleh penyidik PPNS. Ada denda yang dikenakan kepada PKL sebesar Rp 500 ribu. Ia menekankan, penertiban dan adanya selter ini bukan sebagai gerakan anti PKL. Namun lebih menekankan pada penataan dan pembinaan PKL. \"Konsepnya penataan bukan dan pembinaan. Sehingga kami harap bisa bekerja sama dengan Disperindag untuk membina dan menata PKL,\" tukasnya. Salah seorang pedagang, Nurbadilah mengungkapkan, keengganan PKL masuk selter dilandasi ketakutan kehilangan pelanggan. Sebab, selama ini mereka bergantung pada pengguna jalan yang kebetulan lewat. Juga para pengemudi angkutan umum. Dengan lokasi selter yang menempatkan pedagang dalam satu komplek, dikhawatirkan mereka kehilangan pelanggan. “Kalau di dalam begitu kan mereka (pembeli) malas masuk,” katanya. Sementara PKL lainnya meminta agar penataan tetap dilakukan di trotoar. “Kalau bisa selternya di trotoar saja. Ini tinggal ditata. Lagian lapak saya nggak nutup trotoar,” pedagang lainnya, Kabidin (52). (jml/apr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: