KTP Eks PKI Diberi Tanda ”ET”, Dipecat dari Pekerjaan
CIREBON-Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah dapat suara besar. Tepatnya di pemilihan umum (pemilu) perdana yang dilakukan ketika itu. Dengan modal ini, kader-kadernya bisa dengan mudah memasuki masyarakat. Menyusup dalam pemerinntahan. Imbas dari pemberontakan dan beragam kejadian ketika itu, stigma negatif melekat kepada mereka yang terlibat. Termasuk yang dituding terlibat. Dulu, dalam kartu tanda penduduk (KTP) para eks PKI ini ada tanda ET (Eks Tapol). Inisial ET ini menjadi penanda. Membatasi ruang gerak eks PKI tumbuh lagi di Indonesia. Namun sejak era demokrasi dalam KTP sudah tidak ada lagi tanda. Ini menjadi salah satu cara untuk menghilangkan rasa saling curiga antaraa PKI atau bukan. Adanya keterlibatan R SA Prabowo dalam PKI, juga disebutkan oleh salah satu veteran pejuang 45. Ia pernah bekerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Namanya Soehodo. Sekarang usianya lebih dari 80 tahun. Dengan lantang ia menyebutkan ada satu pejabat pemerintahan dari unsur PJKA yang dicap PKI. Pernah menjabat kepala Seksi Bangunan dan Jalan di PJKA. Dia juga menjadi salah satu tokoh organisasi serikat pekerja PJKA kala itu. Sosoknya kemudian diorbitkan oleh PKI yang saat itu menjadi partai yang cukup kuat di Cirebon menjadi pejabat pemerintah. Kondisi kultur masyarakat Cirebon sendiri yang memang terbuka. Membuat PKI di Cirebon cukup berkembang. Setelah era pemberontakan itu, segalanya jadi sulit. Terutama untuk mereka yang diindikasikan terlibat PKI. Atau sekadar dapat tudingan gara-gara menerima kalender. Atau apapun yang berasal dari partai maupun organisasi sayap partai tersebut. Ada yang dipecat. Ditolak untuk kerja di mana-mana. Juga diskriminasi lainnya. Sampai tanda ET itu benar-benar hilang. Mantan Koordinator Tim Penelitian Tragedi Kemanusian Tahun 1965-1966, Akbarudin Sucipto menyebutkan, kultur masyarakat Cirebon yang terbuka, termasuk tempat yang sangat akomodatif bagi jaringan PKI. Sehingga partai ini tumbuh subur. Cirebon juga menjadi sentral kegiatan dan gerakan yang cenderung sosialis. “Saya melihat kultur PKI di Cirebon dan daerah lain seperti Madiun itu beda. Pemberantasannya lebih soft. PKI di Cirebon lebih cair. Pertentangannya tidak tajam dan bukan soal ideologi tapi lebih ke soal aset,” katanya. Beruntung Cirebon punya tokoh kiai. Punya tokoh agama yang begitu kuat pengaruhnya. Sehingga ada perbedaan seting politik antara di Cirebon dengan yang di Jakarta atau daerah lain. Meski kekuatan nasionalis dan agawa ini kuat, frame kelompok kekuatan sosialis ini juga cukup kuat. Buktinya, PKI mudah diterima masyarakat. Bahkan Cirebon menjadi salah satu gudang kader-kader PKI. Hal itu bisa dilihat pasca peristiwa 1946. Meski disebut pemberontakan. Kudeta lokal. Tapi PKI tetap tumbuh. Bahkan menjadi salah satu partai yang kuat di pemerintahan. Menguatnya PKI itu, terjadi saat ada pejabat pemerintahan di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon yang dicap condong ke PKI. Mereka menjabat di tahun yang sama. Keduanya terindikasi dengan PKI. Di beberapa wilayah juga PKI mendirikan basis massanya biasanya dekat. Ciri-cirinya, permukiman padat. Kemudian banyak terdapat kaum buruh. Seperti di dekat area Pabrik Gula, dan PJKA. Di Kota Cirebon basis PKI yang cukup kuat saat itu. Markasnya selain di Hotel Leebrinck juga disebut pernah berada di Terminal Bus Gunung Sari. Ada juga di lokasi lain, tapi hangus dibakar massa. Ada juga di Jl Pekiringan. Di wilayah Cirebon Selatan, Jalan Pulasaren juga sampai ke wilayah timur yang dekat dengan pabrik gula, termasuk kawasan pabrik rokok British American Tobacco (BAT). Bahkan ada satu daerah di Girinata di wilayah Palimanan, yang menjadi pusat pelatihan pemuda rakyat. Sementara basis santri di Cirebon juga cukup kuat. Di beberapa titik pesantren. Namun, pertentangan ideologi antara PKI dengan partai yang lain yang ada saat itu seperti NU, dan PNI, di kursi legislatif juga sangat cair. Sehingga apapun yang terjadi ketika itu, telah menjadi warna dalam sejarah Cirebon. Bahwa ketika itu di Cirebon, telah terjadi pergerakan yang sedemikian besarnya. Telah terjadi gerakan politik dan pertentangan ideologi di lembaga perwakilan. Sayangnya, warna sejarah ini minim catatan. Minim dokumentasi. Juga sumber-sumber lainnya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: