Mau Menikah? Satukan Visi Dulu dengan Pasangan
CIREBON-Secara nasional, angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan. Di tingkatan lokal, trennya nyaris sama. Ada beberapa faktor yang jadi pemicu kandasnya rumah tangga. Selain ekonomi. Nikah muda juga menjadi penyebabnya. Masalah perekonomian selalu menjadi faktor penyebab perceraian terbesar. Namun belakangan, ada pergeseran. Faktor ketidakmatangan pasangan justru mulai menunjukkan dominasinya. Ini juga disebabkan dengan banyak calon mempelai yang menikah di usia belum matang. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) menyebutkan, angka perceraian di Indonesia dalam lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta pasangan menikah, 15 persen di antaranya bercerai. Saat ini ada 5 persen pernikahan usia di bawah 15 tahun dan 42 persen pernikahan di kelompok umur 15-19 tahun. Selain ketidakmatangan emosi, tingginya angka perceraian merupakan kontribusi dari para perempuan yang ingin melepaskan diri dari pernikahan dini. Di tingkat Kota Cirebon, trennya serupa. Perceraian dan pernikahan memang fluktuatif. Seiring dengan pasangan menikah dari tahun ke tahun. Di 2016 ke 2017 saja angkanya naik sebanyak 5 persen. Tahun lalu, jumlah yang menikah mencapai 2.200 pasangan. \"Kita menyayangkan kalau kenaikan jumlah yang menikah, juga diikuti yang bercerai,\" tuturnya. Celakanya, belakangan ada pegerseran dalam penyebab perceraian itu sendiri. Salah satunya ketidaksiapan pasangan berumah tangga. “Matang itu kualitas dan kuantitas. Dalam hal ini mental belum siap,” ujar Kepala Seksi Bimas Islam H Slamet SAg kepada Radar Cirebon, belum lama ini. Dari beberapa persidangan yang berjalan, penyebab terjadinya perceraian tak jarang disebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan konflik yang terus menerus. Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon Moch Suyana SEI MHI menyebutkan, masalah rumah tangga ini cukup kompleks. Beberapa perceraian disebabkan karena judi, mabuk, dan ditinggalkan karena pasangan dipenjara. Tingginya perceraian karena faktor ekonomi, ketidaksiapan dalam hal mentalitas menjadi gambaran yang memprihatinkan. Apalagi seiring tren menikah mudah. Juga kasus pernikahan yang dipaksakan karena faktor ”kecelakaan”. Data yang dihimpun Radar Cirebon dari Pengadilan Agama Cirebon, pada semester pertama tahun ini terdapat lima pemohon dispensasi nikah. Sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang 1/1974 Tentang Perkawinan (UUP), diatur batas minimum usia perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun. Berdasarkan latar belakangnya, pengajuan dispensasi sebagian besar dikarenakan hamil sebelm menikah dan hubungan yang membuat orang tua waswas. Sangat jarang permohonan dispensasi diajukan, karena kedua calon mempelai memang dalam kondisi siap. Psikolog, Rini S Minarso menilai, fenomena ini memprihatinkan. Padahal untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama, bagaimana kesiapan mental, psikologis dan material perlu dipersiapkan dengan matang bagi calon pasangan yang ingin menikah. Karena ketiga hal ini menjadi pondasi utama dalam menghadapi mahligai rumah tangga ke depannya. Dengan kesiapan mental, baik dari pria maupun wanitanya harus kembali bertanya pada diri sendiri. Sudah siapkan untuk menjadi seseorang yang harus berbagi banyak hal dengan orang lain. Kemudian dari segi kesiapan psikologisnya sendiri, pernikahan yang akan dijalanin nantinya bukan hanya soal bersama dengan pasangan kita nantinya. Namun juga bagaimana pasangan harus saling menerima keberadaan orang-orang terdekat pasangan baik keluarga maupun lingkup pertemanan pasangan. \"Bersama setelah menikah adalah bagaimana kita menyatukan visi misi tujuan pernikahan itu apa dan bagaimana. Dengan ketiga kesiapan ini, kita perkecil perceraian,\" ujarnya. Persoalan usia menikah pun disinggung Rini menjadif faktor yang mempengaruhi kesiapan mental. Untuk itu, usia yang tepat untuk seseorang menikah ialah di kisaran usia awal dewasa atau sekitar awal 20 tahunan. Karena masih sama-sama belajar satu sama lainnya. Usia menikah terlalu muda atau terlalu tua pun dikatakan Rini berpengaruh pada mental seseorang yang nantinya bermuara pada langgeng tidaknya suatu hubungan pernikahan. \"Itu kenapa usia dewasa awal disarankan jadi waktu terbaik untuk menikah. Di usia ini jadi usia fase siap menikah bagi seseorang. Bukan hanya menikah di usia (terlalu muda, red) yang jadi masalah, tapi usia yang sudah \'terlewat\' pun bisa jadi masalah bagi hubungan pernikahan nantinya,\" tuturnya. Selain ketiga hal yang sudah disebutkan Rini, faktor-faktor kesiapan sebelum menikah lainnya pun bisa didukung dengan banyak mengikuti seminar maupun pelatihan seputar pra nikah. Agar nantinya dapat meginspirasi calon pasangan yang ingin menikah untuk langgeng seterusmya. \"Selama itu positif, pelatihan maupun seminar yang membahas soal serba-serbi pernikahan pun baik untuk calon pasangan yang ingin menikah,\" paparnya. Demi kelanggengan pernikahan, diakui Rini, ada hal-hal mendasar namun penting keberadaannya bagi setiap pasangan yang ingin maupun sudah menikah demi langgengnya sebuah hubungan. Yakni menghargai pasangan, saling mengalah dan komunikasi yang baik harus ada di sebuah hubungan pernikahan. \"Komunikasi penting bagi seorang pasangan yang ingin maupun sudah menikah. Yang terpenting, yang perlu diingat ialah komunikasi bukan perihal intensitasnya, namun kualitasnya,\" tambahnya. (apr/myg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: