Kunarya Petugas Damkar Diumpat di Jalan, Pernah Kerja dari Subuh sampai Magrib
Tugasnya tak mudah. Melaju kencang di tengah kemacetan kota. Kerap menerima umpatan dari pengguna jalan yang tak sadar situasi emergency. Ia harus tetap melaju. Cepat sampai, tapi juga selamat. Memadamkan api dan pulang. NURHIDAYAT, Cirebon SIANG di Kota Cirebon memang terik. Indikator di ponsel menunjukkan suhu di Kota Udang saatu itu mencapai 33 derajat celcius. Namun, suasana riang tidak pudar di markas petugas pemadam kebakaran, kompleks perkantoran Bima. Di teras kantor yang juga menjadi garasi sekaligus tempat berkumpul tim pemadam kebakaran kala waktu luang, salah seorang petugas tampak stand by menerima panggilan telepon. Sedangkan petugas lainnya saling melontar candaan. Sesekali mereka mengecek ponsel masing-masing. Di antara mereka, ada Kunarya (28). Ia tengah memeriksa berkas di meja yang persis berada samping 4 kendaraan pemadam kebakaran. Saat Radar Cirebon mengunjungi kantornya, pria kelahiran Cirebon 5 Desember 1990 itu sama sekali tidak memperlihatkan raut wajah lelah. Padahal, beberapa jam sebelumnya, ia dan rekan se-regunya baru saja kembali dari tugas menjinakkan api yang melahap rumah warga di Jl Karangmulya, Drajat, Kota Cirebon. Anak ketiga dari pasangan almarhum Saryo dan Suneni itu merupakan salah satu dari beberapa driver pemadam kebakaran di Dinas Damkar Kota Cirebon. Tugas Kunarya membawa para penjinak api menuju lokasi sesuai panggilan. Secepat mungkin. Supaya secepatnya memberikan pertolongan kepada warga. Memadamkan api, mencari dan mengevakuasi korban jika ada. Apapun yang membutuhkan pertolongan petugas damkar. “Tapi kadang banyak masyarakat tak sadar situasi emergency. Tak mau memberi jalan. Bahkan ada yang mengumpat dengan kata-kata kotor. Mungkin kesal kita bunyikan klakson terus,” tuturnya saat dijumpai Radar Cirebon. “Kebanyakan ibu-ibu kalau di jalan kadang tidak mau minggir. Akhirnya pernah juga sampai menyerempet mobil. Tapi kan terpaksa. Daripada kita terlambat dan api sudah keburu besar, masyarakat juga yang rugi,” lanjut warga Palimanan Barat, Blok Curug, Kecamatan Gempol, itu. Namun, ia sadar itu adalah sebagian dari risiko menjadi driver tim damkar. Harus tetap jalan dan segera member pertolongan. Ia mengisahkan, awalnya tidak pernah terpikirkan bekerja dan menjadi bagian dari petugas pemadam kebakaran. Lulus SMA tahun 2008, ia bahkan sempat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan bekerja di pabrik pengolahan ikan di Jepang. Sepulang dari Jepang, ia mencoba peruntungan melamar menjadi driver pemadam kebakaran. Bukan tanpa alasan. Kunarya memang sudah mahir memacu kendaraan roda empat. Sebab, sejak usia SMP, saat teman seumurannya hanya menghabiskan waktu belajar dan bermain, Kunarya menyempatkan diri membantu ayahnya bekerja di bengkel. Ia tidak asing dengan kendaraan besar. “Karena dulu juga sering, kalau hanya memarkir kendaraan. Dari pikap sampai truk,” ucap suami dari Yulianti itu. Modal itulah yang ia bawa untuk bekerja sekaligus berbuat untuk kemanusiaan. Beruntung bagi Kunarya, keluarga dan kerabat mendukung sepenuhnya. Bahkan sang ayah yang meninggalkan ia untuk selamanya tiga bulan lalu, pernah memberikan pesan yang dipegang Kunarya sampai kini. “Bapak saya bilang, sudah kerja di situ saja tidak apa-apa. Hitung-hitung amal, kerja di situ kan mennolong orang. Itu yang saya pegang jadi patokan,” tutur ayah dari Muhammad Azka Pratama itu. Lima tahun menjadi driver para sniper -sebutan bagi petugas pemadam kebakaran -banyak kisah dan pengalaman yang ia alami, rasakan, dan ia kenang sampai kini. Namun satu-satunya pengalaman di lapangan yang melekat di benaknya adalah saat melakukan pemadaman di kawasan pertokoan di Pekiringan, Cirebon. Ketika itu, bulan September tahun lalu, kebakaran cukup parah. Komandan regu yang memimpin pemadaman, mengalami kecelakaan. Jatuh dari atap rumah dan mengalami luka patah tulang di kaki. “Waktu itu memang medannya sulit. Kios-kios itu kan sempit jalannya. Jadi salah satu petugas mencoba menghalau api agar tidak merambat ke kios lain. Tapi karena banyak asap, dia mundur dan jatuh. Waktu itu bisa dibilang kita bekerja sangat keras. Dari jam 5 pagi sampai magrib api baru mati,” kisahnya. Diceritakan, saat itu seluruh armada kendaraan pemadam kebakaran dikerahkan untuk menjinakkan api. Ditambah pemadam kebakaran dari Kabupaten Cirebon, Pelindo II, Indocement dan Arida. Sedangkan PDAM Kota Cirebon membantu suplai air. Meski berisiko tinggi, sedikitpun ia tidak berniat meninggalkan tugas tersebut. Justru menjadi motivasi untuk terus mengasah kemampuan penanganan sesuai standar. “Kalau musibah itu kita tidak tahu, yang terpenting kita memegang standar penanganan yang tepat saat di lapangan,” tambahnya. Baginya, ada kepuasan tersendiri ketika berhasil menyelesaikan tugas. Ia bersyukur selama mengemban tanggungjawab tidak pernah mendapat komplain dari warga. Bahkan pujian kerap ia terima saat mampu mengantarkan petugas tepat waktu. “Malah kemarin waktu memadamkan api di Jl Dr Sutomo warga puas karena kita datangnya cepat,” katanya senang. Kepuasan itulah yang menurutnya kadang tidak ia dapatkan dari jenis profesi lain. Ia tak merasa lelah meski harus stand by 24 jam. Kantor sudah ia anggap sebagai rumah dan 180 tim penjinak si jago merah adalah keluarga. Kapan istirahatnya? “Kalau kita masuk hari ini, besoknya libur dua hari. Nanti masuk lagi dan seterusnya,” katanya. Doanya, untuk saat ini dan seterusnya adalah diberikan keselamatan untuk terus membantu warga. Serta harapan agar warga sepenuhnya memahami tugas darurat dari petugas pemadam kebakaran. Mengalah dan memberikan jalan. Demi keselamatan tim, keselamatan pengguna jalan, dan tentu memadamkan kobaran api. Secepatnya. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: