Tak Bisa Ditawar Lagi, KTL Dalam Kota Cirebon Harus Bebas PKL

Tak Bisa Ditawar Lagi, KTL Dalam Kota Cirebon Harus Bebas PKL

CIREBON–Penegakan kawasan tertib lalu lintas (KTL) dalam tahap sosialisasi. Implementasi Peraturan Daerah (Perda) 2/2014 dan Peraturan Walikota (Perwali) larangan berjualan. Tapi, penerapannya diprediksi tidak mudah. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) harus berhadapan dengan 197 pedagang kaki lima (PKL). Dengan perputaran uang per hari mencapai Rp161,6 juta. Angka ini didapat dari hasil observasi lapangan Tim Metropolis Radar Cirebon. Penataan PKL selalu berbenturan karena hilangnya potensi ekonomi pedagang. Juga kesempatan berusaha. Dekan Fakultas Ekonomi (FE) Unswagati Prof Dr Hj Ida Rosnidah SE MM Ak CA menyarankan pemerintah melakukan penataan dibarengi pemberdayaan. Hal ini butuh sinergi seluruh stake holder. Bagaimana menguatkan status PKL sebagai penggerak usaha mikro. Melalui peningkatan kemampuan berusaha, perlindungan usaha, pembinaan dan bimbingan teknik. “PKL memang menimbulkan kesemerawutan. Tapi kalau bisa ditata, diberdayakan, itu akan memberi dampak positif,” katanya. Ida menilai, Pemkot Cirebon telah melaksanakan salah satu amanat dari Permendagri 41/2012 dengan menetapkan lokasi atau kawasan kegiatan usaha PKL. Namun keberadaan lokasi ini belum dikenal masyarakat luas. Kurang promosi. Akibatnya sepi pembeli. Upaya pemberdayaan PKL oleh pemerintah juga belum terlihat. Untuk aspek promosi ini, Ida menyarankan, pemerintah mengubah mindset. Diperlukan sosialisasi berupa iklan dan pemberitaan lokasi-lokasi kawasan PKL. Kemudian dipoles dengan baik dan menambah keindahan. Mengubah agar kawasan-kawasan ini menjadi opsi wisata kuliner dan wisata belanja. “Kalau bisa ditata baik.  Ini malah bisa jadi destinasi wisata,” katanya. Yang tidak kalah penting, PKL di selter juga diperhatikan aspek pemberdayaannya. Sehingga tidak ada lagi benturan. Bahkan ketika pemerintah melakukan penertiban di ruas jalan tertentu. Di lain pihak, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP R Yuki Maulana Hidayat mengungkapkan, Satpol PP saat ini masih dalam tahap sosialisasi. Khususnya di enam jalan utama. Kawasan ini harus bebas PKL. Sesuai amanat perda dan peraturan walikota. “Enam titik di Jalan Kartini, Siliwangi, Wahidin, Cipto, Sudarsono, Pemuda,” ujar Yuki kepada Radar Cirebon. Dari enam ruas jalan itu, aparat penegak perda baru terfokus pada Jl Siliwangi dan Jl RA Kartini. Sementara empat ruas jalan lain direncanakan menyusul. Soal penerapan sanksi Rp500 ribu untuk penjual dan pembeli, Yuki menilai, nominal itu tidak berlebihan. Mengingat pemerintah kota juga telah melakukan penataan. Dengan mendirikan Selter Pasar Kramat dan Selter Alun-alun Kejaksan.  “Denda ini untuk efek jera. Supaya tidak melanggar aturan,” tegasnya. Sosialisasi ini, kata Yuki, penting dilakukan. Mengingat di Jl RA Kartini dan Jl Siliwangi juga banyak PKL baru. Yang bisa saja beralasan, tidak mengetahui kawasan tertib lalu lintas (KTL) yang juga zona bebas PKL. “Ya, yang repot memang itu. Ujug-ujug muncul PKL baru di kawasan terlarang. Makanya kita terus-terusan sosialisasi,” tegasnya. Sanksi juga berlaku untuk PKL dengan tanda daftar usaha (TDU). Bila mereka kedapatan berjualan di KTL, TDU-nya bakal dicabut. Bila mereka sudah dapat bantuan selter, lapaknya bakal ditutup. “Kelihatan kejam, tapi ini terkait dengan penegakan hukum,” pungkasnya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: