PKL Minta Dispensasi Waktu Berjualan

PKL Minta Dispensasi Waktu Berjualan

CIEBON–Pemberlakuan kawasan tertib lalu lintas (KTL) yang juga zona terlarang untuk pedagang kaki lima (PKL), mengundang perdebatan. Kalangan pedagang juga forum yang mewadahi meminta dispensasi. Begitu juga anggota DPRD. “Kalau bisa jangan 24 jam. Lebih baik jam operasional terbatas,”  ujar  Ketua Forum PKL Erlinus Thahar kepada Radar Cirebon. Ketidaksetujuan Erlinus lantaran aturan itu dapat merenggut sumber mata pencaharian pedagang. Keberadaan Peraturan Daerah (Perda) 2/2016, seharusnya tidak menjadi alat memberangus PKL. Tetapi menjadi acuan pemberdayaan. “Ini yang menjadi semangat awal dari inisiasi perda. Untuk perlindungan dan pemberdayaan PKL, bukan sebagai ancaman,” kata Erlinus mengingatkan masa awal penyusunan perda. Apa yang menjadi terjemahan PKL dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memang berbeda. Dalam wawancaranya dengan koran ini beberapa waktu lalu, Kepala Satpol PP Andi Armawan menyinggung, bahwa hanya enam ruas jalan yang diminta dibebaskan. Itu pun bertahap. “Dari sekian banyak ruas jalan, kita cuma minta enam,” tuturnya. Ini dikuatkan dengan pasal di Perda 2/2016 yang memuat larangan transaksi. Berikut sanksi untuk PKL dan warga yang kedapatan bertransaksi di zona bebas PKL. Sejauh ini, penerapannya baru di Jl Siliwangi dan Jl RA Kartini. Menyoal ini, Erlinus justru meminta pemkot membedakan antara PKL dan pedagang musiman. Di berbagai ruas jalan, ada dua jenis PKL yang mestinya berbeda perlakuannya. Pertama adalah PKL yang sudah bertahun-tahun berjualan di satu titik saja dan memakai sebagian trotoar. Sedangkan pedagang musiman, hanya jualan di periode tertentu. Cenderung berpindah-pindah. Untuk PKL, relatif sudah teredukasi soal aturan dan lebih mudah dikendalikan. Sementara kelompok pedagang musiman ini yang sulit. Umumnya mereka pindah ketika ada penertiban. Lalu balik lagi ketika dirasa aman. “PKL ini umumnya sudah terdata. Yang pedagang musiman ini tidak terdata,” ungkapnya. Nah, begitu juga pedagang buah yang berada di Jalan Siliwangi. Erlinus menyebut mereka merupakan pedagang musiman. Diakui dia, mereka melanggar aturan. Sebab, menggunakan badan jalan.  Dengan referensi ini, ia berharap Satpol PP tidak pukul rata. Membedakan penindakan kepada PKL dan pedagang musiman. Sementara menyoal penafsiran perda, Erlinus menilai tidak sejalan antara judul dengan isi pasal. Forum PKL juga sudah jauh-jauh haris menyatakan ketidaksetujuan. Bahkan dalam pembahasan. Misalnya sanksi Rp500 ribu untuk PKL dan pembeli yang tertangkap basah melanggar rambu larangan transaksi. Baginya, sanksi ini tidak nyambung dengan judul perda; pemberdayaan dan perlindungan PKL. Masalah lain ialah selter PKL, belum menampung mereka yang sebetulnya terdata. Seharusnya, pemkot menyelesaikan dulu masalah ini. Baru kemudian menegakkan aturan. Termasuk penindakan.  (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: