Pasien BPJS Penyakit Tertentu Tak Perlu Rujukan Berjenjang

Pasien BPJS Penyakit Tertentu Tak Perlu Rujukan Berjenjang

CIREBON-Sistem rujukan online secara berjenjang, sempat dikeluhkan masyarakat. Pasien yang sudah terbiasa berobat di Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati, sekarang harus mengikuti sistem berjenjang. RSD Gunung Jati yang merupajan rumah sakit tipe B, tidak bisa diakses langsung masyarakat. Sebab mereka harus dapat rujukan dari RS dengan tipe C. Soal ragam keluhan ini, Staf Unit Hukum, Komunikasi Publik dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Cirebon Bayu Mahargusta menjelaskan, persepsi terkait layanan berjenjang perlu diluruskan. Mengingat apa yang dikelukan masyarakat adalah bagian dari upaya BPJS Kesehatan menyempurkan  proses rujukan online. Bila dirasakan menghambat akses pelayanan ke masyarakat, nantinya dapat terus diperbaiki. “Kami memastikan, tetap melangkah dalam koridor yang ada. Jadi informasi ini perlu diluruskan,\" ujar Bayu kepada Radar Cirebon. Dijelaskan dia, sistem itu sebetulnya sederhana dan untuk memudahkan. Dengan digitalisasi sistem rujukan, seharusnya menjadi praktis. Selama ini prosesnya ditempuh manual. Tentunya sistem ini diharapkan dapat bermanfaat positif nantinya. “Mungkin ada ketidaknyamanan sementara waktu,\" sebutnya. Dalam sistem rujukan online, peserta BPJS Kesehatan akan dirujuk ke fasilitas kesehatan sesuai dengan kompetensi pelayanan yang dibutuhkan. Peserta tetap dirujuk ke dokter spesialis. Sehingga warga tidak perlu khawatir, tidak akan mendapat pelayanan. \"Untuk kasus tertentu bisa langsung ke dokter sub spesialis di rumah sakit di kelas yang lebih tinggi,\" katanya. Untuk rujukan kasus-kasus tertentu yang kompetensinya hanya dimiliki oleh rumah sakit kelas B, Bayu menyebut, pasien bisa langsung dirujuk dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) Tingkat Pertama ke rumah sakit tipe B. Begitu juga untuk pasien JKN-KIS dengan kasus-kasus rujukan dengan kondisi khusus. Bayu mencontohkan diantaranya; gagal ginjal (hemodialisa), hemofilia, thalassemia, kemoterapi, radioterapi, jiwa, kusta, TB-MDR, dan HIV-ODHA. Pasien dengan keluhan-keluhan itu dapat langsung mengunjungi rumah sakit kelas manapun. Tentu berdasarkan riwayat pelayanan sebelumnya. Dijelaskan Bayu, ada beberapa manfaat dengan adanya rujukan online baik bagi peserta maupun fasilitas kesehatan. Bagi peserta JKN-KIS, rujukan online dapat membantu peserta mendapatkan kepastian waktu pelayanan dengan kompetensi dan radius terdekat. Selain itu dapat meminimalisasi adanya rujukan berulang kepada peserta dengan alasan tidak adanya Sumber Daya Manusia dan sarana yang dibutuhkan. \"Rujukan online juga dapat mengurai antrean yang menumpuk pada fasilitas kesehatan penerima rujukan dengan memberikan beberapa opsi tujuan kepada peserta,\" jelasnya. Dia menjamin, sistem rujukan online sama sekali tak mengurangi manfaat yang diterima oleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Sebab, pada dasarnya sistem rujukan BPJS Kesehatan tidak berubah. Justru peserta akan mendapatkan pelayanan yang tepat dan berkualitas karena sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pemberi pelayanan kesehatan. Hal itu tak terlepas dari jumlah rumah sakit saat ini terbatas serta penyebarannya yang tidak merata. Begitu pun dengan kompetensi setiap rumah sakit tidak sama. Misalnya jumlah dokter spesialis dan sarana prasarana yang tidak sama. Sementara tantangannya, Program JKN-KIS harus memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai kebutuhan medis berdasarkan fasilitas kesehatan yang tersedia. Ketua RW 10 Samadikun, Lukman Santoso menyebutkan sejauh ini untuk keluhan rujukan online BPJS secara berjenjang memang belum dirasakan masyarakat. Namun hal itu bisa saja menjadi kendala di kemudian hari. Meskipun saat ini, pihaknya melalui kader posyandu sudah ikut menyosialisasikan aturan baru tersebut. \"Sejauh ini sih belum (ada keluhan). Memang dalam aturannya warga yang dulu BPJS bisa langsung berobat ke RS Gunung Jati. Tapi sekarang nggak bisa. Tapi sejauh ini belum ada kendala dan keluhan dari warga,\" tuturnya. Pada intinya, Lukman mengatakan warga tetap harus terlebih dahulu ke puskesmas sebagai faskes tingkat pertama. Untuk kemudian bisa mendapatkan rujukan ke rumah sakit. Namun dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPRD, parlemen mempertanyakan sistem ini.  Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon Benny Sujarwo mempertanyakan pemberlakuan sistem berjenjang. Logikanya, jumlah pasien poliklinik RSD Gunung Jati bisa berkurang. Begitu juga antreannya. Faktanya, justru tidak demikian. Dalam pengamatan Komisi III, pasien masih membeludak di poliklinik rumah sakit tipe B itu. “Kami lihat di lapangan, pasiennya memang dari mana-mana. Bukan warga kota saja,” ujar Benny. Di Kota Cirebon sejauh ini hanya ada dua rumah sakit tipe b. Yakni, Rumah Sakit Tentara (RST) Ciremai dan RSD Gunung Jati. Benny berharap, dua fasilitas kesehatan ini bisa memberi porsi tersendiri untuk warga kota. Mengingat di wilayah tetangga juga sudah banyak terdapat rumah sakit. Di lain pihak, perwakilan Dinas Kesehatan (Dinkes), drg Zulfikar menilai, pelayanan kesehatan terhadap warga kota dilakukan dengan baik. Kader posyandu selama ini menjadi andalan dinkes. Bahkan membantu puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan. Kader posyandu juga turut membantu membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM). Setiap hari mereka juga membantu dalam hal rujukan. Begitu juga pelayanan kesehatan dimulai dari RT,  RW, hingga kelurahan. (jml/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: