Ingin Mandiri, Purna TKI Berwirausaha
Berangkat ke luar negeri, bekerja, kontrak habis, pulang kemudian jadi TKI lagi. Siklus itu hampir terjadi di beberapa keluarga TKI di Indramayu. Tidak ingin warga terus-terusan menjadi TKI, pemerintah di desa yang mayoritas dihuni TKI mengambil langkah. Salah satunya dengan memberdayakan Purna TKI dengan harapan mereka tidak kembali berangkat ke luar negeri. PURNA TKI adalah sebutan bagi masyarakat yang kembali ke tanah air usai bekerja menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Celakanya di Indramayu, banyak TKI yang akhirnya hanya ‘singgah’ di tanah airnya. Baru beberapa bulan pulang, mereka berangkat lagi untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Kondisi itu menjadi salah satu perhatian Pemerintah Desa Kongsijaya. Ingin para purna TKI tetap menetap di Indonesia, Pemerintah Kongsijaya mencoba konsen dalam pemberdayaan purna TKI. Para TKI yang sudah kembali pulang ke kampung halaman diminta untuk bisa mengelola dana yang didapatnya dari hasil bekerja di luar negeri untuk membuka usaha. Menjadi wirausahawan. Dengan harapan kemandirian ekonomi bisa terwujud dan akhirnya mereka tidak perlu lagi merantau ke luar negeri. Sekdes Kongsijaya, Wargana menyebutkan di daerahnya ada 3 kelompok purna dan keluarga TKI yang mulai menghasilkan produk olahan. Produk-produk itu adalah beras, keripik remis dan kerajinan yang merupakan bagian dari potensi desa. Produk itu sudah diproduksi masa dan sebenarnya memiliki potensi untuk laku keras di pasaran. “Kelompok sudah bisa mengolah keripik remis, dan sudah dikemas dengan nama produk Koja. Harganya juga terjangkau antara Rp 5-Rp 10 ribu per kemasan,” ujarnya. Meski sudah berproduksi, diakuinya produk para purna TKI ini baru dinikmati masyarakat desa setempat saja. Selama ini, kata dia, produk kelompok purna TKI terkendala pemasaran. “Padahal kualitasnya tidak kalah bagus. Dan hal ini harus dikembangkan agar para purna TKI ini mandiri secara ekonomi sehingga tidak perlu lagi ke luar negeri,” jelasnya. Hingga saat ini, pengembangan usaha ketiga kelompok purna dan keluarga TKI terus dilakukan. Pemerintah desa rutin melakukan pembinaan dan mencoba membantu memasarkan produk para purna TKI dengan harapan produk olahan ini bisa dikenal luas. Senada, Sekdes Kalensari, Sokani menyebutkan, purna TKI di wilayahnya saat ini mampu memproduksi olahan kedelai tanpa limbah. Kedelai yang ada diolah menjadi sari kedelai, susu kedelai, dan tahu kedelai. Dari tahu kedelai kemudian dijadikan bandrek. Serat kedelai diolah menjadi perkedel hingga donat, sementara air rendaman kedelai dijadikan bahan dasar pupuk. Yang paling utama, kata dia, kepengurusan izin hingga sertifikasi makanan dipermudah. Dengan begitu, produk olahan para purna TKI ini lebih dipercaya masyarakat karena telah berizin dan diakui keamanan makanannya. “Produk yang ada juga bisa bersaing dengan hasil pabrikan,” sambungnya. Ia menuturkan produk olahan dari para purna TKI ataupun TP PKK sebenarnya menjadi cikal bakal industri rumahan. Untuk itu butuh pendampingan terus menerus dan bantuan pemasaran. “Produk yang ada harus mendapat kesempatan untuk bisa menjangkau area yang lebih luas. Untuk itu dibutuhkan pula solusi dari instansi lain agar produk-produk purna TKI ini bisa tumbuh, menyerap tenaga kerja dan menjadi solusi kemandirian ekonomi masyarakat,” jelasnya. (anang syahroni)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: