Soal KTL, DPRD Usulkan Bikin Pusat Kuliner Malam Hari

Soal KTL, DPRD Usulkan Bikin Pusat Kuliner Malam Hari

CIREBON–Anggota DPRD Kota Cirebon belum menyerah ”menawar” pemberlakuan kawasan tertib lalu lintas (KTL). Inginnya, pemberlakuan zona bebas pedagang kaki lima (PKL) tidak 24 jam. Hanya berlaku siang hari. “Saya kira, kehadiran mereka malam hari itu membantu untuk wisata kuliner,” kata Anggota Komisi III DPRD Jafarudin. Ia meminta kebijaksanaan dari pemerintah kota. Dewan, bukan berarti membela PKL. Akan tetapi meminta agar penataan dilakukan dengan baik. Sehingga kota tidak kumuh. “Bisa tidak PKL ini menjadi ikon dan aset pariwisata di Kota Cirebon seperti di Jogjakarta?” kata politisi Partai Hanura tersebut. Dia ingin agar PKL diberikan ruang untuk berjualan di malam hari. Secara tidak langsung akan mendongkrak ekonomi mikro. Termasuk mendongkrak sektor pariwisata khususnya sektor kuliner. Namun apa yang disampaikan wakil rakyat, sudah jauh-jauh hari disanggah Penjabat (Pj) Walikota Cirebon Dr Dedi Taufikurrahman MSi. Dia berharap surat keputusan (SK) walikota mengenai KTL dan zona larangan transaksi PKL, berlaku tanpa ada tawar menawar. “Kalau memang itu aturan, dilaksanakan. Aturan dibuat itu untuk ditaati. Bukan untuk ditawar lagi,” tegasnya. Belum adanya kesamaan persepsi antara pembuat perda dan pelaksananya di lapangan, dikhawatirkan bakal berbuah polemik. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Drs Andi Armawan tak mau upaya ini dijegal lagi. Seperti yang pernah terjadi saat penertiban pedagang musiman di Alun-alun Kejaksan dan Jl Siliwangi. “Kami ingin bertemu dengan seluruh anggota dewan. Akan kami sampaikan perdanya. Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama,” ujar Andi. Anggota DPRD baru-baru ini sempat mengutarakan protes. Bahkan meminta meninjau kembali penerapan kawasan larangan transaksi PKL, juga meminta penertiban ditunda sampai pemilu selesai. Padahal, penerapan kawasan larangan transaksi dan kawasan tertib lalu lintas baru direncanakan di dua ruas jalan. Andi menegaskan, aturan ini bukan untuk ditawar. Perda 2/2016 perlu dilaksanakan untuk menciptakan ketertibkan kota. Apalagi sudah ada peraturan walikota (perwali) mengenai KTL. Perda sudah dibuat, sangat disayangkan kalau tidak dijalankan. Apalagi kalau kemudian muncul lagi tawar menawar. Hal ini justru bakal menimbulkan citra yang tidak baik di mata masyarakat. \"Memang ini perlu penyamaan persepsi, dengan semua unsur. Termasuk juga dengan anggota DPRD,\" katanya. Andi juga menegsakan, pengaturan KTL ini berlaku 24 jam. Pedagang kaki lima di malam hari juga dilarang di lokasi ini. Adanya penerapan perda ini, ia yakin bisa mencegah adanya hal-hal yang tidak diinginkan. \"Kalau malam hari jadi tongkrongan, itu kan tidak menutup kemungkinan ada kriminalitas, dan lainya,\" jelasnya. Dia juga menegaskan, perda ini tidak mematikan pedagang. Sebab mereka bisa berjualan di tempat lain yang tidak dilarang. Bisa juga masuk ke selter yang sudah disiapkan. Juga program pemberdayaan yang dibuat dinas perdagangan koperasi usaha kecil menengah (Disdagkop-UKM). Bila perda ini ditawar-tawar lagi, ia kembali mempertanyakan keseriusan Kota Cirebon dalam melakukan penataan. Juga kesiapan menjadi kota tujuan. \"Itu mudah saja. Kita ingin cirebon bisa siap menjadi kota tujuan,\" tandasnya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: