Ekspos Gedung Setda Belum Ada Kejelasan

Ekspos Gedung Setda Belum Ada Kejelasan

CIREBON–Penilaian dan uji kelayakan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) tuntas dilakukan Manajemen Kontruksi (MK) dari PT Bina Karya Utama. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut tuntas melakukan penilaian hampir satu bulan berselang. Sayangnya, agenda ekspos hasil uji ini belum dapat dilakukan. Sehingga Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang jadi dasar untuk pemanfaatan gedung delapan lantai tersebut, urung diberikan. Sekretaris Daerah Drs H Asep Deddi MSi, sejauh ini mengaku belum menerima laporan rencana ekspos MK. Prosesnya memang melalui Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Dengan kondisi ini, iatidak bisa berkomentar banyak. \"Nanti ya, karena data hasil uji tesnya juga belum diterima,\" ujar Asep kepada Radar Cirebon usai Rapat Paripurna Istimewa DPRD, Senin lalu (5/11). Di tempat terpisah, Team Leader PT Bina Karya Utama, Herry Mujiono mengakui, ekspos tersebut memang belum dilaksanakan. Dia harus bertemu dulu dengan sekda untuk berkoordinasi, terkait tempat dan waktunya. \"Kami juga belum menyerahkan hasil uji tes gedung kepada pihak DPUPR. Ada beberapa hal belum lengkap dari pihak kontraktornya,\" katanya, Selasa (6/11). Herry berjanji akan mengecek dan menghubungi kembali ke kontraktor, apa yang belum dilengkapi. \"Nanti kami kabari hasil keseluruhannya,\" ucapnya, lagi. Padahal sebelumnya yakni pada Kamis (25/10) Herry menyatakan pihaknya dari Hari Rabu (24/10) sebenarnya sudah siap memaparkan ekspos penilaian Gedung Setda. Namun hingga saat ini dari DPUPR belum mengkonfirmasi waktu pelaksanaannya. Mengacu pada hasil pengujian MK, gedung senilai Rp86 miliar itu dinyatakan layak fungsi. Indikator pengujian menunjukkan standar yang dibutuhkan. Pada uji coba struktur tes beton, dengan range penilaian 250-300, didapat angka 279 untuk kekerasan beton di tiap lantainya. Untuk tes pada tiang pancang dengan penetapan nilai 600, setelah dites hasilnya antara 550-580. Angka ini cukup aman. Di atas batasan toleransi 85 persen. Batasan standarisasi itu mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) – American Concrete Institute (ACI). Yakni SNI 03-4806-1998, 03-4807-1998, 03-4808-1998 dan 03-4810-1998. Metode ACI sendiri mensyaratkan suatu campuran perancangan beton dengan mempertimbangkan sisi ekonomisnya. Tetapi tetap memperhatikan ketersediaan bahan-bahan di lapangan. Kemudahan pekerjaan, serta keawetan kekuatan dan pekerja beton. Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran agregat tertentu, jumlah air perkubik akan menentukan tingkat konsistensi dari campuran beton yang pada akhirnya akan mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (workability). (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: