Petani Kecil Sulit Adopsi Rumah Prisma

Petani Kecil Sulit Adopsi Rumah Prisma

CIREBON-Teknologi pembuatan garam dengan metode rumah prisma yang baru-baru ini diperkenalkan di Kabupaten Cirebon, punya tujuan sangat baik untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas petani garam. Namun cost yang terlalu tinggi, membuat sejumlah pihak pesimis teknologi tersebut bisa diadopsi petani garam lokal Cirebon. Dari penelusuran Radar Cirebon, untuk satu petak rumah prisma berukuran 6 meter kali 80 meter saja, paling tidak dibutuhkan biaya hampir Rp200 juta untuk pembuatannya. Seperti yang dituturkan Nela, penanggung jawab pembuatan rumah prisma di Desa Citemu saat ditemui Radar Cirebon. Menurut Nela, dari 3 hektare lahan yang saat ini digunakan, sudah berdiri sekitar 20 rumah prisma yang masing-masing nantinya bisa memproduksi 10 ton garam dalam satu kali panen. “Jadi, mungkin untuk teknisnya sehari bisa panen dua kali rumah prisma. Hasil satu rumah prisma itu sekitar 10 ton. Tahapan panennya itu sekitar sepuluh hari. Jadi, kalau ada 20 rumah prisma bisa setiap hari panennnya setiap bulan, bahkan sepanjang tahun,” ujarnya. Rencananya, kata Nela, rumah-rumah prisma di Desa Citemu tersebut akan mulai beroperasi pada akhir bulan nanti. Saat ini, selain proses pembangunan, air-air yang sudah mulai menua sudah mulai dimasukan ke dalam rumah-rumah prisma yang sudah siap. “Kalau melihat yang sudah jadi, kayaknya akhir bulan juga sudah siap. Cuma ya itu, lumayan mahal buatnya. Karena total pakai mambu dan geomembrane. Air sudah mulai dimasukan ke dalam kolam atau meja produksi,” imbuhnya. Saat ini, menurut Nela, pengusaha pemilik rumah prisma tersebut akan mengembangkan usahanya dengan melakukan ekspansi ke sejumlah desa di Kabupaten Cirebon, dan menambah rumah prisma yang saat ini sudah ada. “Kalau rencananya nanti di Desa Ender akan dibangun di lahan seluas 6 hektare. Kemudian ada lagi di Bungku dengan luasan 10 hektare. Kalau saya hanya pelaksana pembangunannya saja. Tim teknisnya yang menyiapkan teknologi ini ada lagi,” jelasnya. Sementara itu, Aktivis Cirebon Timur Rizky Pratama kepada Radar menuturkan, pihaknya pesimis jika para petani garam di Cirebon akan mengaplikasikan teknologi rumah prisma untuk menggantikan lahan garam yang sudah ada. Pasalnya, selain biaya yang sangat mahal, menggarap lahan garam dengan cara konvensional, belum bisa ditinggalkan oleh petani garam di Cirebon. “Jangan kan untuk buat rumah prisma yang begitu mahal, untuk masang geomembrane yang notabene dibantu dari pemerintah secara gratis saja sejak 2015 bisa dihitung, hanya berapa yang digunakan. Menurut saya, ini akan sulit diterapkan di Cirebon. Kecuali memang harus ada intervensi dari pemerintah untuk support permodalan,” paparnya. Selain itu, persoalan kepemilikan lahan juga menjadi masalah lainnya yang tidak kalah penting. Karena banyak petani garam yang hanya mampu menyewa lahan secara tahunan, dan sedikit sekali petani garam yang memiliki lahan sendiri. “Ini juga harus dicari solusinya. Karena banyak petani garam yang malah tidak punya lahan, tapi harus disewa. Nah, ini masuknya petani garapan yang jelas punya modal kecil,” ungkapnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: