Festival Angklung Internasional di Gedung Perjanjian Linggarjati

Festival Angklung Internasional di Gedung Perjanjian Linggarjati

Pemerintah Kabupaten Kuningan Jawa Barat menggelar International Angklung Festival atau Festival Angklung Internasional Kuningan 2018, di gedung perundingan Linggarjati, Sabtu (17/11/2018). Kegiatan berskala internasional ini dihadiri sejumlah pelajar, komunitas, serta grup angklung mancanegara. https://www.instagram.com/p/BqRvV91h4Hg/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=wbxoae9wj1ff Mereka tak hanya hadir, melainkan turut meramaikan dengan memainkan alat musik angklung tersebut. Beberapa pihak yang tampil antara lain siswa-siswi SMP Yos Sudarso Cigugur, SMAN 3, dan juga grup angklung dari Jepang Arumba Hiroshima . Mereka bergantian membawakan sejumlah lagu kolaborasi angklung dengan alat musim modern. Penampilan mereka membuat para hadirin berulang kali tepuk tangan. Hadir di hadapan mereka, tim Kementerian Pariwisata republik Indonesia, perwakilan Pemerintah Provinsi jawa Barat, bupati serta jajaran pemerintahan Kabupaten Kuningan, serta masyarakat umum. Sebanyak 15 mahasiswa dari beberapa negara yang sedang belajar di Universitas Trisakti juga turut hadir, seperti Aljazair, Spanyol, Bangladesh, Timor Leste, Lithuania, Belanda, Australia, dan lainnya. Bupati Kuningan Acep Purnama menyampaikan, kegiatan Festival Angklung Internasional yang diselenggarakan di Linggarjati juga bagian dalam rangka memperingati 72 tahun Perundingan Linggar Jati. Menurutnya, gedung ini menjadi saksi sejarah langkah diplomasi Indonesia dan Belanda dalam rangka percepatan peralihan kekuasaan sehingga Indonesia merdeka dan berdaulat penuh. Dalam pidatonya Acep menyampaikan, Kuningan telah mampu menampilkan acara skala lokal, regional, nasional, bahkan internasional. “Dan hari ini kita gelar Festival Angklung Internasioinal, satu bulan yang lalu, kita gelar kejuaraan balap sepeda Tour De Linggarjati yang dihadiri 9 negara,” kata Acep. Pria yang akan menjabat bupati periode kedua ini menyampaikan, Kabupaten Kuningan memiliki banyak potensi pariwisata, antara lain sejarah, wisata alam, khasanah budaya adat Sunda, seni pertunjukan, helaran, dan juga seni rupa. Kuningan juga merupakan salah satu kabupaten pencetus angklung, dengan tokoh angklung Daeng Soetigna. Untuk mendukung hal itu, dua tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Kuningan, mewajibkan semua pelajar di sekolah-sekolah bisa bermain angklung. “Di salah satu desa Citangtu, masih berdiri kokoh,di rumah itu angklung diubah dari angklung pentatonis menjadi angklung diatonis. Dari yang bernada lima nada menjadi tujuh nada. Sehingga hari ini kita bisa menyaksikan, merasakan angklung sebagai alat kesenian yang bisa mengiringi semua jenis lagu, Sunda, barat, dan lainnya,” jelas Acep. Staf ahli menteri bidang multikultural Kementerian Pariwisata Esthy Reko Astuti, hadir dan mengapresiasi kegiatan tersebut. Dia menyampaikan, berdasarkan penelusurannya, angklung sempat dimainkan pada saat proses Perundingan Linggarjati mengalami kebuntuan. Angklung sebagai hiburan yang berhasil mencairkan suasana kala itu. “Filosofi dari angklung yang bisa kita ambil yakni kebersamaan, toleransi dan semangat, yang perlu kita implementsikan dalam kehidupan sehari-hari,\" kata dia saat memberi sambutan. Dia juga menjelaskan, Kemenpar RI memiliki calendar of event. Hingga saat ini, ada 110 acara dari ribuan tradisi yang ada di 34 provinsi tanah air, yang masuk dalam kurasi tim ahli Kemenpar. Dan tahun ini, Kabupaten Kuningan mendapatkan dua agenda internasional yakni Tour de Linggarjati dan International Angklung Festival Kuningan. “Kurasinya cukup selektif. Salah satunya kriterianya terdiri dari 4C antara lain culture, sejauh mana kegiatan tersebut dapat melestarikan, juga kreativitas pengemasannya. Lalu, commercial, sejauh mana kegiatan dapat berdampak ekonomi, dan communication, yakni pengemasan oleh media (media value). Keempat, commitment yakni seberapa besar komitmen sejumlah pihak,” tegas Esthy. Dia berharap agar tiap kegiatan tidak hanya sekedar seremonial tapi justru dapat membantu pelestarian budaya sesungguhnya dan juga berdampak pada masyarakat sekitar. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: