BBWS Sebut Bangunan Liar Jadi Kendala Normalisasi Sungai
CIREBON-Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air BBWS Cimancis Dwi Aryani Sewadhi mengatakan, normalisasi sungai di Kota Cirebon mengalami beberapa kendala. Antara lain akses jalan yang tidak memadai untuk masuknya alat berat. Ini dikarenakan padatnya pemukiman warga di sempadan sungai. Belum lagi bangunan liar, tiang dan jaringan kabel listrik. “Kami kesulitan pakai alat berat. Jadi terpaksa manual, tapi lama pengerjannya,” ujar Dwi, belum lama ini. Setelah pengerukan, ada masalah lain. Material sedimentasi, tidak bisa dibuang di area sekitar bantaran. Sebab, kebanyakan sungai ini berada di kawasan padat penduduk. Satu-satunya solusi ialah mengirim disposal ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur. “Pembuangannya saja sudah makan waktu dan biaya,” ungkapnya. Bidang Sumber Daya Air (SDA) DPUPR juga tidak dapat berbuat banyak dalam normalisasi sungai dan saluran. Keterbatasan anggaran yang menjadi kendalanya. Kepala Bidang Sumber Daya Air DPUPR, H Syarif SSos MM mengatakan, anggaran yang tersedia tidak cukup meng-cover sungai dan saluran yang menjadi tanggung jawabnya seperti, Sungai Kalijaga, Kedungpane, Pengampaan, Cikalong, Cipadu, dan Cikenis. Saluran drainase di Kota Cirebon pada umumnya juga memanfaatkan sungai-sungai kecil yang ada sebagai saluran primer atau sekunder. Sungai-sungai kecil tersebut mengalir secara gravitasi dengan sistem gabungan antara air hujan dan limbah rumah tangga. Kendala yang dihadapi pihaknya untuk normalisasi sungai dan drainase yakni, anggaran yang hanya sebesar Rp275 juta dari usulan di APBD-Perubahan Rp1 miliar. Kendala lain ialah belum memiliki alat berat. Bahkan untuk normalisasi Sungai Kedung Pane yang pengerjaannya masih berlangsung, pihaknya harus meminjam back hoe jenis long arm ke SDA Provinsi Jawa Barat. Sementara untuk pemeliharaan saluran, saat difokuskan di wilayah Kecamatan Lemahwungkuk dan Kesambi. Masalah lain dalam pemeliharaan daerah aliran sungai ialah tumpang tindih kewenangan dengan BBWS Cimancis. Misalnya Sungai Pengampaan. Tanggung jawabnya ada di SDA DPUPR. Tetapi, sungai itu bermuara ke Sungai Cikalong yang penanganannya BBWS. Selama ini, pemeliharaan tidak sinkron. Normalisasi jadi percuma bila tidak dilakukan bersamaan. “Misal kita normalisasi Sungai Pengampaan. Nah kalau Sungai Cikalong tidak ditangani, tetap saja itu tidak efektif hasinya,” katanya. Contoh lain, kata Syarif, Sungai Kedungpane. Data di DPUPR, sungai tersebut alirannya dari belakang SMAN 2, berlanjut ke Kelurahan Sukapura sampai muara. Sedangkan versi BBWS Cimancis, alirannya mulai dari belakang Jl Pilang Raya sampai ke muara. BBWS Cimancis juga susah diajak koordinasi. Misalnya dalam peminjaman alat berat. Pernah dirinya mengajukan surat, tapi tidak berbalas. Sehingga peminjaman akhirnya dilayangkan ke Dinas PSDA Provinsi Jabar. Yang harus antre karena wilayah penanganannya se-Jawa Barat. Kemudian dipakai bergantian. “Itu juga dikasih karena ada kedekatan adanya personal,” ucapnya. Ia berharap, upaya koordinasi ini bisa diperbaiki. Mengingat wilayah penanganan yang banyak tumpang tindih. Juga dalam aspek proyeksi untuk normalisasi. Sehingga pekerjaan tidak dilakukan secara parsial. (abd/gus/myg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: