Pemkot Cirebon Plinplan Berhadapan dengan Reklame Bando

Pemkot Cirebon Plinplan Berhadapan dengan Reklame Bando

CIREBON-Penataan reklame di Kota Cirebon kembali ke titik nol. Upaya pembongkaran yang dijanjikan sejak dua tahun lalu, tidak dilanjutkan. Reklame-reklame ilegal itu, malah dipungut pajak. Pemerintah Kota Cirebon mulai menaruh perhatian pada penataan reklame tahun 2010. Setelah menyadari semerawutnya kehadiran media luar ruang. Yang seolah tanpa pengaturan. Di saat bersamaan, muncul Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen-PU) 20/2010. Kemudian Peraturan Daerah 3/2010. Peraturan menteri tegas melarang reklame melintang. Juga memuat pengaturan media promosi yang memanfaatkan ruang di pinggir jalan. Aturan ini bertujuan menjamin keselamatan pengendara, juga pengguna jalan. Sementara Perda 3/2010 mengatur dalam lingkup lokal. Termasuk titik mana saja yang diperbolehkan ada reklame. Dan di mana yang dilarang. Tiga tahun berselang, pemerintah kota mengeluarkan larangan perpanjangan izin untuk reklame melintang jalan. Dilanjutkan dengan penataan reklame di median. Badan Keuangan Daerah (BKD) kemudian melakukan appraisal asset. Langkah ini untuk menentukan dan menilai harga reklame tersebut. Selanjutnya, dimasukan dalam neraca keuangan Pemkot Cirebon. Sudah didata, tinggal dipilih mana yang akan ditertibkan. Bahkan Pemerintah Kota Cirebon menunjuk rekanan untuk pembongkaran tujuh reklame ilegal di Jalan Cipto Mangunkusumo. Setelah itu, penataan tidak dilanjutkan. Meski pemerintah kota menghentikan perpanjangan izin reklame bando. Juga menghentikan penarikan pajak,  saat reklame tidak berizin tersebut masih memasang iklan. Belakangan, BKD malah kembali memungut pajak reklame bando. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dua kali menyoroti persoalan reklame. Pertama, BPK menyoal reklame yang sudah habis izinnya dan masih dipasangi iklan. Tetapi, BPK juga merekomendasikan untuk tetap dipungut pajak. Kepala BKD H Sukirman SE MM mengakui, pajak tetap dikenakan selama reklame masih berisi iklan. Dan sampai saat ini masih banyak yang demikian. \"Apapun yang sudah tayang, ya harus bayar pajak. Daripada dikosongin,\" ujar Maman kepada Radar Cirebon. Pengusaha reklame kerap kali mengundur-ngundur waktu pembongkaran. Menurut Maman, ini jadi kendala tersendiri. Padahal aset mereka sebetulnya sudah habis izinnya. Sementara untuk penertiban, pemkot juga tidak punya anggarannya. Sekarang ini, kewenangan pembongkaran juga sudah berlaih ke Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Ini sesuai struktur organisasi tata kerja (SOTK) yang diberlakukan awal tahun ini. Dalam pembagian kewenangan itu, BKD hanya berurusan dengan pajak. Tidak lagi dalam hal pembongkaran. \"Sebetulnya sih kalau ada kemauan dibongkar aja. Kalau dari BKD, asal apapun yang sudah tayang ya harus bayar pajaknya,\" paparnya. Maman tak menampik, keberadaan reklame seperti di Jalan Cipto harus dihilangkan. Namun sampai saat ini kawasan itu masih menjadi magnet bagi pengusaha advertising. Sekitar 68 reklame dari ukuran besar sampai kecil memadati kawasan pusat bisnis ini. Sementara ada empat yang tersisa di median jalan. \"Padahal harusnya dari tahun 2015 itu sudah harus dihilangkan,” ucapnya. Pemerintah kota seperti buntu menghadapi reklame bando. Upaya penertiban selalu dibenturkan dengan keengganan pengusaha membongkar. Juga tidak adanya anggaran di APBD. Termasuk tidak adanya alat berat. Kenala Bidang Bina Marga DPUPR Hanry David mengakui serangkaian kendala ini. Pemkot memang mengandalkan para pemilik reklame untuk secara swadaya membongkar aset mereka. Saat izin sudah habis dan tidak diperpanjang. “Sudah beberapakali dihubungi. Nggak pernah menggubris,” ucapnya. Reklame bando dan median jalan sudah lama jadi target penertiban. Hanry serupa Maman. Sering menerima jawaban dari pengusaha reklame yakni, tenggat waktu mencari lokasi baru. Juga meminta waktu karena masih ada kontrak dengan pengiklan. \"Ya memang harusnya dibongkar. Tapi BKD masih dikenakan pajaknya. Pengusaha alasannya cari lokasi yang baru. Tapi kalau dibiarkan kosong ya sayang juga,\" tuturnya. Sejauh ini, kata Hanry, baru pengusaha reklame median di Jalan Wahidin yang merespons. Pengusaha lain malah susah dihubungi. Misalnya di Jl Tuparev, Jl RA Kartini, Jl Cipto Mk dan Jl Siliwangi. Di empat jalan itu ada reklame bando. Hanry berharap, seiring pelantikan walikota baru, nantinya ada peraturan baru. Ia janji masalah ini jadi prioritas. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: