Raperda Cagar Budaya Tak Perlu Kembali ke Gubernur
CIREBON-Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Cagar Budaya tak perlu lagi kembali ke meja gubernur. Setelah melalui pembahasan akhir antara tim asistensi dengan panitia khusus, rapat paripurna dapat dilaksanakan. Ketua Pansus Raperda Cagar Budaya Jafarudin mengatakan, tahapan saat ini draf masih di tim asisetensi. Untuk memperbaiki koreksi gubernur, kemudian juga membahasnya dengan keraton dan juga budayawan. \"Kita (pansus) hanya melakukan evaluasi akhir, karena itu yang jadi catatan dalam hasil fasilitasi dengan gubernur,\" ujar Jafarudin kepada Radar Cirebon. Karena sudah difasilitasi oleh Gubernur Jawa Barat, nantinya hasil akhir rancangan perda cagar budaya tidak perlu kembali ke provinsi lagi. Apalagi yang menjadi poin koreksinya bukan hal yang substantif. Maka dari itu, ada kemungkinan setelah adanya pembahasan tim asistensi dengan keraton dan budayawan bisa saja ada perubahan-perubahan. Perihal ini, Jafar masih belum mengetahui perkembangannya. Maka dari itu, pihaknya bakal membahas kembali hasi pertemuan dan pembahasan tim assistensi dengan keraton dan budayawan tersebut. \"Kami belum tahu apakah ada usulan baru dari keraton dan budayawan,\" jelasnya. Dia sendiri berharap tidak ada perubahan yang signifkan dalam draft perda tersebut. Karena pada intinya, DPRD menginisiasi adanya raperda cagar budaya untuk melindungi dan menjaga cagar budya agar tidak rusak. \"Kalau memang ada perubahan perubahan, kami nanti akan konsultasi ke kementerian. Semangat kita untuk penyelematan cagar budaya, itu saja, nggak ribet-ribet,\" ucapnya. Menurutnya, perda sebetunya hanya berisi hal-hal yang prinsip. Sementara untuk hal-hal teknis bisa dibuat perwali. Sehingga sebetulnya, pembahasanya tidak perlu lebih detial. Jafar berharap pembahasan raperda cagar budaya bisa diparipurnakan Desember nanti. Sehingga perda tersebut bisa efektif pada tahun mendatang. \"Kita banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan, ya mudah-mudahan bisa akhir tahun ini diparipurnakan,\" jelasnya. Sebelumnya, finalisasi raperda cagar budaya dipermasalahkan oleh budayawan Cirebon. Pasalnya pembahasan raperda itu dituding tak melibatkan para sejarawan, budayawan dan para pemangku adat. Budayawan Cirebon, Mustaqim Asteja menyayangkan draft raperda yang saat ini sudah tahap akhir konsultasi gubernur itu tak dirundingkan dulu. Padahal hal ini diperlukan, untuk menyelaraskan pemahaman mengenai perawatan dan pemeliharaan cagar budaya. Dia justru khawatir isi perda tersebut tanpa melibatkan pemangku adat, budayawan dan sejarawan tak akan efektif diterapkan. “Sekarang apakah anggota dewan itu tahu bagaimana cara pemeliharaan dan perawatan benda cagar budaya. Seharusnya ini juga melibatkan banyak steakholder,” ujarnya. Apabila melihat di daerah lain, kata Musatqim, sudah ada yang terlebih dahulu memiliki Perda Cagar Budaya. Sebut saja, Jogjakarta dan juga Bandung. Namun penerapannya tak efektifi. Sehingga dirinya tak ingin raperda cagar budaya di Kota Cirebon ini juga bernasib sama. Hanya teks saja, tanpa ada esensi yang jelas dalam pelestarian cagara budaya. Apalagi biaya membuat perda juga memakan biaya yang tak sedikit. “Kalau hanya teks saja, untuk mengejar target perda yang dibuat, ini percuma adanya perda,” sesalnya. Raperda Cagar Budaya juga mengundang reaksi dari keraton. Sultan Sepuh PRA Arief Natadiningrat SE bahkan menyurati pemkot untuk menunda pengesahannya. Sebab, dalam pembahasannya, keraton tidak dilibatkan. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: