Antasari Tetap Kena 18 Tahun
JAKARTA - Terpidana pembunuhan berencana terhadap Dirut PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, Antasari Azhar, harus menelan pil pahit. Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut sekaligus kasasi yang juga diajukan jaksa penuntut umum (JPU). Dengan demikian, putusan kasasi itu memperkuat hukuman 18 tahun penjara yang diketok di pengadilan tingkat pertama dan banding. “Kasasi yang diajukan baik terdakwa maupun jaksa semuanya ditolak,” kata Ketua Majelis Kasasi Artidjo Alkostar di gedung MA kemarin (21/9). Putusan tersebut baru diketok kemarin pukul 10.30 dengan hakim anggota Moegiharjo dan Suryadjaya. Artidjo mengatakan, majelis kasasi menganggap Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sudah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Karena itu, mereka menganggap putusan tersebut sudah tepat. Hanya, kata dia, putusan di PN yang paling pas kualifikasi tindak pidananya. Yakni, Antasari terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta dalam melakukan pembunuhan berencana. Kualifikasi aksi kejahatan Antasari di tingkat PN dan PT memang berbeda kendati hukuman badan yang diganjarkan pada lelaki berkumis lebat itu sama-sama 18 tahun. PN menyatakan bahwa Antasari hanya turut serta dalam perencanaan pembunuhan. Sedangkan PT menyatakan bahwa mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung itu adalah aktor intelektual pembunuhan Nasrudin. Dia dianggap menganjurkan langsung pembunuhan suami Rani Juliani tersebut. “Yang benar yang di PN. Kalau di PN kan turut serta menganjurkan pembunuhan sedangkan di PT tidak turut serta, tapi langsung menganjurkan pembunuhan,” kata Artidjo yang juga Ketua Muda Bidang Pidana Umum MA ini. Kata Artidjo, dalam sidang terbukti bahwa terdapat kerjasama antara Antasari, Sigid Haryo Wibisono, mantan Kapolres Jakarta Selatan Wiliardi Wizar, dan Jerry Hermawan. Antasari meminta Sigid menyerahkan ongkos pembunuhan Nasrudin ke Wiliardi dan menyanggupi akan menggantinya. Selain itu, ada kesaksian dari dua orang staf KPK yang diperintahkan untuk merekam Nasrudin. Saat itu, lelaki kelahiran Pangkal Pinang itu mengatakan, “Saya yang mati atau dia yang mati.” Meski begitu, majelis hakim tak kompak dalam memutus kasasi Antasari. Hakim agung Suryadjaja mengajukan dissenting opinion alias pendapat berbeda. Namun, Artidjo enggan mengungkapkannya. “Saya lupa isi dissenting-nya,” kata Artidjo. Bagaimana dengan putusan kasasi terdakwa Wiliardi, Sigid, dan Jerry” Kata Artidjo, perkara tiga terdakwa itu dibagi dalam dua tim. Kasus Wiliardi dan Sigid diperiksa di bawah pimpinan ketua majelis hakim kasasi Djoko Sarwoko. Sedangkan dirinya memimpin putusan kasus Jerry. “Mungkin besok (hari ini 22/9, Red.) atau lusa (besok, 23/9) sudah diputus. Untuk Jerry berkasnya baru masuk dan belum saya periksa,” katanya. Ari Yusuf Amir, pengacara Antasari, menyayangkan putusan tersebut. Dia kecewa karena hakim hanya memutus berdasarkan berkas yang mereka terima. Padahal, kata dia, berkas-berkas tersebut rawan manipulasi. Mestinya hakim menyidangkan kembali kasus tersebut dengan memanggil pihak-pihak terkait. “Itu dimungkinkan menyidangkan lagi. Daripada hanya memutus berdasarkan pemeriksaan berkas-berkas,” katanya. Apalagi, kata Ari, hakim mendasarkan putusannya hanya dari kesaksian Sigid. Tidak didukung saksi-saksi lain. Padahal, menurut dia, Sigid adalah saksi yang mencurigakan. “Sigid itu siapa” Apa motif dia membantu” Kita sejak awal sudah menduga Sigid adalah intel yang disusupkan,” katanya. Selain itu, kata Ari, putusan itu juga banyak dipengaruhi kondisi politik saat ini. Yakni adanya upaya untuk menggembosi KPK. Karena itu, pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah pergantian Kapolri dan Jaksa Agung. “Dengan Kapolri dan Jaksa Agung yang bukan bagian dari rezim ini, kami berharap putusan PK akan lebih obyektif,” ujar alumni Universitas Islam Indonesia (UII) ini.(aga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: