Penggunaan Sero Jadi Alternatif Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Penggunaan Sero Jadi Alternatif Alat Tangkap Ramah Lingkungan

CIREBON-Sudah tiga tahun terakhir puluhan nelayan di Desa Ambulu mulai menggunakan alat tangkap sero. Sero sendiri adalah formasi bambu dengan jaring mirip bubu yang ditanam di muara atau laut dengan kedalaman tertentu. Sayangnya, penggunaan sero saat ini masih terbatas karena kendala modal. Durakhim salah satu nelayan yang ditemui Radar Cirebon mengatakan, saat ini tak ada satupun nelayan di Desa Ambulu yang menggunakan garok ataupun arad. Sudah bertahun-tahun lalu, alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut sudah ditinggalkan. “Sero ini berguna sekali. Kita tidak usah jauh-jauh cari ikan. Cukup datang ke sero dan ambil tangkapan dari jaring. Ada ikan, cumi dan lain-lain yang kecil kita lepas lagi. Ekosistem dan habitat ikan juga tidak rusak. Sangat beda sekali dengan garok yang mengaduk-aduk dasar laut,” ujarnya. Menurutnya, untuk wilayah Kabupaten Cirebon baru ada dua kelompok nelayan yang mengaplikasikan pembuatan sero untuk menangkap ikan dan lain-lainnya. Yakni nelayan dari Desa Ambulu dan nelayan dari Karangsambung, Desa Karangreja, Suranenggala. “Untuk hasil tangkapan lumayan mampu untuk memenuhi kebutuhan, bahkan bisa untuk menabung. Sekali panen bahkan pernah sampai dapat Rp700 ribu sampai sejuta, tergantung musimnya. Paling tidak, itu dapat Rp200 ribu. Yang perlu didorong di sini agar pemerintah hadir dan memberikan kemudahan untuk nelayan, agar bisa mempunyai sero sendiri,” imbuhnya. Kendala utama yang dihadapi nelayan untuk pembuatan sero adalah mahalnya pembuatan atau instalasi sero yang meliputi pemasangan bambu dan jaring. “Biayanya cukup mahal. Untuk ongkos kerja dan biaya jaring serta bambu itu nyampe Rp25 juta. Sebulan sekali harus dibersihkan, karena banyak tritip dan kerang yang menempel di jaring serta bambu. Selain itu, jaring juga membutuhkan perawatan dan perbaikan, agar umur jaring bisa lebih lama,” jelasnya. Sementara itu nelayan lainnya, Galih kepada Radar Cirebon menuturkan, para nelayan sudah waktunya untuk segera meninggalkan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti garok dan arad. Hal tersebut untuk menjaga habitat dan ekosistem laut, sehingga ke depan tangkapan nelayan bisa lebih maksimal. Ia pun mendorong pihak berwenang untuk tidak segan melakukan penertiban kepada para nelayan yang masih menggunakan garok, karena merugikan nelayan lainnya dan utamanya merusak habitat dan ekosistem laut. “Arad dan garok itu sudah harus ditinggalkan. Ini bukan untuk orang lain, ini untuk kita sendiri. Untuk nelayan agar kondisi laut terjaga dan tangkapan tetap melimpah,” ungkapnya. Untuk sero sendiri menurut Galih, sebelum familiar di Cirebon, sero pertama kali digunakan di Indramayu oleh nelayan Karangsong dan Cantigi. Rata-rata, kondisi lingkungan laut nelayan yang menggunakan sero melimpah hasil tangkapan karena ekosistem dan habitat ikan tidak rusak. Sehingga stok ikan melimpah. “Sebelum di Cirebon, sero sudah digunakan di Indramayu. Kita adopsi dari sana teknologinya. Ini ramah lingkungan,” pungkasnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: