Kota Cirebon Berkaca ke Era Transisi

Kota Cirebon Berkaca ke Era Transisi

CIREBON-Kota Cirebon bakal punya pemimpin baru. Yang tinggal menunggu waktu dilantik. Sebelum ke sana, ada baiknya berkaca ke belakang. Di era, saat terjadi transisi dalam stabilitas ekonomi dan keamanan Kota Cirebon. Dari kota singgah, jadi kota tujuan. Lalu disebut kota besar. Lima tahun setelah Indonesia Merdeka, Kota Cirebon telah mengalami perkembangan pesat. Dikutip dari Lembaran Perajaan HUT Ke-50 Kota Besar Tjirebon, Aruman secara khusus menuliskan pandangannya mengenai perkembangan ekonomi. Dalam kolomnya, ia mengulas mengenai era awal Kota Cirebon berdaulat. Yang kemudian mandiri mengatur rumah tangga masyarakat sendiri. “Suatu tugas yang maha berat, karena warisan dari pemerintah-pemerintah sebelumnya,” tulisnya, di paragraf awal. Era ini mirip dengan kondisi sekarang. Di mana terjadi transisi. Kota Cirebon yang disebut-sebut bakal jadi kota singgah. Karena koneksi Tol Trans Jawa, juga kehadiran akses perhubungan udara. Hingga kini berjuang menjadi destinasi. Memanfaatkan keunggulan akses tersebut. Walikota-wakil walikota yang baru akan berhadapan dengan perjuangan menjadikan Kota Cirebon sebagai destinasi. Era Kota Besar Tjirebon ini rasanya tidak salah kalau dipakai sebagai sarana berkaca.   \"\"Mengenai perkembangan ekonomie, terlebih dahulu kami mengalihkan alam pikiran saudara ke tahun 1950. Dalam mana terdjadi suatu perobahan besar dalam sedjarah ekonomie kita. Djalan-djalan dagang mendjadi terlalu sempit dan sulit untuk diperlebar. Penduduk kota pada umumnja ingin bersenang-senang. Dapatlah disaksikan berapa tambahnja bioskop dan rumah makan. (Aruman, 42:1956) Kembali ke era Kota Besar Tjirebon. Diceritakan Aruman, di era awal Kota Cirebon mengalami defisit anggaran, bahaya inflasi, belum adanya rencana ekonomi yang tegas. Dalam hal ini pemerintah masih mencari jalan. Serta belum adanya undang-undang mengenai investasi modal asing. Di HUT ke-50, disebutkan bahwa kesulitan-kesulitan itu mulai teratasi. Indikasinya adalah bertumbuhnya sektor usaha. “Lihatlah ramainya lalu-lintas. Makin banyaknya kendaraan dari kendaraan rakyat. Becak sampai ke auto yang mewah. Suatu barometer bahwa activiteit perekonomian bertambah,” sebut Aruman. Jalan-jalan dagang menjadi terlalu sempit dan sulit untuk diperlebar. Akan tetapi sebaliknya pemerintah kota besar telah berhasil memperluas, jaringan-jalan ke kampung-kampung. Penduduk kota pada umumnya ingin bersenang-senang. Dapatlah disaksikan berapa tambahnya bioskop dan rumah makan. Banyaknya kantor-kantor dagang dan toko-toko dari bermacam-macam corak, seperti tekstil, obat-obatan, buku-buku dan sebagainya. Kemudian terjadi juga pertumbuhan jumlah pelaku di sektor usaha bidang percetakan, perusahaan bus/truck, penginapan, perusahaan batik, sohun, roti/kue dan kulit. Di samping kemajuan dalam usaha yang dapat dilihat, yang lebih menggembirakan dan penting bagi pembangunan negara kearah ekonomi nasional, ialah timbulnya hasrat dari pengusaha Indonesia-asli untuk terjun kelapangan ekonomi. Meninggalkan paham kuno dari jaman penjajahan yang menganggap bahwa berdagang itu termasuk usaha yang tidak terhormat. Di kalangan ini, yang biasa disebut \"new-comers\" ada yang masih dalam tingkat mencari pengalaman. Ada yang sedang dalam pertumbuhan. Ada yang tinggal keuletannya saja, karena kerugian-kerugian dan kesukaran-kesukaran dan ada juga yang sudah dalam taraf consolidatie. Keadaan ini sudah jauh lebih baik. Dibandingkan sebelum tahun 1950. Di mana sektor usaha menggeliat. Khususnya di bidang percetakan, perdagangan gula pasir, distribusi rokok, es dan minyak tanah, pengangkutan, ekspor dan impor. Perusahan asing yang berada di Kota Besar Tjirebon juga jumlahnya begitu banyak. Mereka berperan menambah produksi barang kebutuhan rakyat dan lapangan kerja. Bertumbuhnya sektor ini tidak mengherankan. Mengingat diperlukannya keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan barang produksi atau jasa. Ketika itu pula telah direncanakan pengembangan kota. Terutama di bidang infrastruktur. Beberapa poin menjadi prioritas. Misalnya; masalah waterleiding (air bersih/ledeng), perbaikan jalan di komplek Pelabuhan Cirebon, pendirian toko pendidikan, toko kebutuhan pokok dan komplek  perumahan rakyat. Yang tidak kalah jadi penekanan ialah upaya untuk pemberian prioriteit (prioritas) kepada pengusaha nasional dalam menyediakan tempat untuk toko dan kantornya. Sebutan kota besar ini tidak sembarangan disematkan. Dalam Lembaran Perajaan Peringatan Ulang Tahun ke-50 Kota Besar Tjirebon, M Rukadi Wirjahardja, Residen Tjirebon menyebutkan, Kota Cirebon di tahun itu, sudah dihuni beribu-ribu orang. Juga kota pelabuhan dan pusat hubungan lalu lintas. \"Kota ini telah 50 tahun berstatus gemeente, yang telah meningkatkan tarafnya menjadi kota besar,\" demikian dituliskan Rukadi, dalam sambutannya yang dimuat di halaman ketiga. Disebutkan pula, bahwa Kota Cirebon yang beratus tahun lalu hanya sekadar tempat kapal berlabuh dan orang singgah, karena kondisinya di tepi pantai. Telah berubah jadi pusat kehidupan. Yang telah menunjukkan kesanggupan dan kemampuannya untuk berdiri sendiri. Mengatur \"rumah tangga\" kota dengan baik. Masih bersumber pada catatan yang sama disebutkan bahwa Kota Besar Tjirebon tumbuh dalam keadaan yang tidak mudah. Terutama faktor keamanan. Stabilitas keamanan ketika itu yang turut menghidupkan sektor bisnis. Saksi bisunya adalah Lembaran Perajaan Peringatan Ulang Tahun ke-50 Kota Besar Tjirebon. Buku dengan 150-an halaman itu memuat sedikitnya 160 iklan berukuran seperempat halaman, 22 iklan setengah halaman dan dua iklan satu halaman. Semua iklan itu datang dari sektor usaha. Yang bergerak di bidang percetakan, perdagangan, ekspor impor, manufaktur, rokok, minuman keras, batik, rumah makan, perjudian, hingga jasa makelar. Sementara dari kategori, terdapat sedikitnya 79 lapangan usaha. Baik nasional juga multinasional. Dari gambaran itu, kiranya ada beberapa kesamaan. Kota Cirebon hari ini dengan Kota Besar Tjirebon daripada masanya. Yang karena perkembangannya mulai mengalami masalah lalu lintas, pengadaan air bersih, sektor usaha, juga pengembangan kota. Merespons transisi dari kota singgah, menjadi kota tujuan. Hal-hal ini yang juga jadi tantangan. Untuk sebuah pemerintahan baru ke depannya. Era kota besar itu, rasanya tak salah untuk jadi bahan berkaca. (myg/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: