Baru Dilantik, Isu Mutasi Mulai Nyaring

Baru Dilantik, Isu Mutasi Mulai Nyaring

KUNINGAN - Telah terisinya posisi sekda oleh Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi, dilantiknya Bupati H Acep Purnama dan Wakil Bupati M Ridho Suganda, membuat struktur pemerintahan di Kabupaten Kuningan lengkap. Dampaknya, isu mutasi, rotasi dan promosi menjadi laris manis dan mendapat perhatian dari para pengamat. Sejumlah pengamat bersuara nyaring serta menyarankan agar duat Acep-Ridho segera menggelar mutasi. Tapi ada juga yang mengimbau bupati untuk menahan diri dengan tidak secepatnya melakukan perombakan di struktur kabinetnya. Seperti yang diungkapkan salah seorang pengamat, Syamsul Arif. Menurutnya, mutasi atau rotasi jabatan akan lebih pas jika dilakukan oleh bupati setelah enam bulan dilantik, sebagaimana tertera di dalam aturan. \"Sesuai aturan, rotasi pejabat harus dilakukan enam bulan setelah dilantik. Walaupun memang benar boleh juga dilakukan mutasi asal ada izin dari Mendagri. Tapi sebenarnya tidak terlalu urgen kalau rotasi harus dilakukan sekarang,\" kata Arif. Dia juga setuju penghematan anggaran harus dilakukan Pemkab Kuningan di tengah kondisi APBD yang minim akibat terkuras kewajiban membayar utang ke BPJS. Dia tidak mengharapkan rotasi dilakukan bupati atas kepentingan tertentu, yang akhirnya menimbulkan kegaduhan di internal pemerintahan Kuningan yang baru dilantik itu. \"Saya pikir sebaiknya jangan dilakukan sekarang-sekarang untuk rotasi. Nanti saja setelah enam bulan. Kan nggak pengaruh juga kalau rotasi dilakukan sekarang. Paling juga ada yang senang ditempatkan di jabatan baru, dan sebaliknya. Ikuti saja aturan, Pak Bupati jangan tergesa-gesa,\" sarannya. Namun pemerhati  politik lainnya, Sujarwo BA berbeda pendapat. Justru dia menyarankan agar Bupati H Acep Purnama SH MH dan Wabup M Ridho Suganda SH MSi segera melakukan rotasi di lingkup Pemkab Kuningan. Alasannya, jika mutasi lebih cepat, akan memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Juga tidak terhambatnya program kerja, baik yang sudah ditetapkan melalui Musrenbang pada setiap tingkatan, maupun yang merupakan janji saat kampanye. “Saya justru mendukung segera dilakukan mutasi. Tidak ada alasan bagi duet AR (Acep-Ridho) untuk segera menggelar rotasi maupun promosi jabatan di lingkup Pemkab Kuningan,” sebut dia. Menurut analisanya, penundaan pengisian kekosongan puluhan jabatan dari setiap eselon, lanjut Mang Ewo, tidak mustahil akan memunculkan asumsi negatif dari masyarakat terkait proses promosi dan rotasi jabatan. Karena membiarkan SKPD tanpa pucuk pimpinan definitif, serta hanya dipercayakan pada seseorang dengan status Plt, juga dikhawatirkan akan menjadikan kinerja SKPD menjadi kurang maksimal. “Akhir Januari atau awal Februari adalah batas akhir yang tepat untuk melakukan pengisian kekosongan jabatan. Mengingat, pada bulan berikutnya kebijakan anggaran yang termaktub dalam APBD 2019 sudah efektif berjalan. Akan lebih bijak jika kebijakan anggaran pada setiap SKPD dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pejabat yang berstatus definitif,” ungkapnya. Sedangkan Abdul Haris SH menyatakan, Bupati Acep tidak buru-buru melakukan rotasi pejabat di lingkup Pemkab Kuningan. Haris memaparkan, kepala daerah harus menaati aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada Pasal 162. Pasal tersebut mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat selama enam bulan setelah dilantik. “Untuk diketahui, ada aturan yang harus ditaati oleh kepala daerah terpilih yang baru dilantik saat melakukan mutasi pejabat. Aturan yang dimaksud adalah Pasal 162 ayat 3 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada, red),” beber dia. Dalam Pasal 162 ayat 3 UU Pilkada dinyatakan, lanjut dia, gubernur, bupati, atau walikota yang akan melakukan pergantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten atau kota dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan, harus mendapat persetujuan tertulis Mendagri. ”Berdasarkan bunyi ketentuan di pasal tersebut, kepala daerah yang baru terpilih bisa melakukan mutasi asal seizin Mendagri. Ketentuan itu untuk mengindari kesewenangan pemimpin yang baru dilantik. Dengan begitu, potensi konflik kepentingan dalam mutasi tersebut dapat dihindari,” pungkasnya. (muh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: